Share

Tidak Bisa Dipaksa

Rencana licik tersusun rapi dipikiran Angie. Dia ingin Leon berhenti memikirkan Velope, seorang aktris yang merupakan rival asmaranya saat ini. Melihat Leon yang sangat dingin kepadanya saat ini, dia sudah tak sabar untuk melancarkan aksinya.

“Leon, kau sungguh kejam.” Angie berpura-pura mengeluarkan air mata.

“Yang namanya perasaan itu tidak dapat dipaksakan, Angie. Lebih baik, aku berterus terang padamu saat ini, daripada harus membuatmu terluka lebih dalam,” ucap Leon dengan santai.

Hati Angie bergemuruh ingin meluapkan kekesalannya, tetapi dia harus menjaga image di depan orang yang dijodohkan dengannya itu. Angie berlari meninggalkan Leon, berharap akan dikejar dan minta maaf seperti yang ada di film-film. Namun, bayangan Angie salah Leon sama sekali tidak mengejarnya.

“Di mana Leon? Kenapa hatinya tidak sedikit pun tergerak? Biasanya, aku selalu berhasil jika menggunakan trik ini.”

Bruk!

Seseorang yang berjalan terburu-buru mengejar waktu, menabrak Angie.  Wanita cantik itu meminta maaf karena tak sengaja menabraknya. “Maaf, aku tidak sengaja.”

“Seenaknya menabrakku dan pergi begitu saja. Aku akan membuatmu menyesal!” seru Angie kepada wanita cantik yang menabraknya. Angie baru sadar bahwa wanita yang menabraknya tadi adalah Velope, wanita yang membuat calon suaminya tergila-gila. Dia menjadi kesal sendiri. Berharap akan bertemu lagi dan menjambak rambutnya, kalau perlu akan merusak wajahnya sehingga Leon tidak lagi mengidolakannya.

***

Saat perjalanan pulang, Leon bertemu Velope yang ban mobilnya kempes di pinggir jalan. Raut wajahnya seperti panik, mungkin sedang memburu waktu syuting. Sesekali asisten kecil Velope mengangkat ponselnya. Leon memberanikan diri memberi tawaran agar Velope sampai lokasi syuting tepat waktu.

“Velope, apa kau butuh tumpangan ke lokasi syuting? Di sini, kau akan susah menemukan taxi.” Leon turun dari mobilnya dan menghampiri Velope.

“Kebetulan sekali, Tuan. Kami sedang memburu waktu ke lokasi syuting. Jika boleh, kau bisa mengantar kami,” ucap asisten kecil Velope mendahului bosnya.

Karena tidak ada waktu lagi, Velope menyetujui tawaran yang diajukan oleh Leon. Asisten kecil Velope segera memindahkan barang Velope ke mobil Leon.

“Semua barangmu sudah aku pindahkan ke bagasi, Nona.”

Velope mengangguk. Walaupun dia senang ada bantuan datang, tetapi kenapa harus penggemar yang selalu membuatnya merasa risi ini. Dia harus bersikap tenang dan waspada. Jangan sampai penggemar fanatic di depannya ini berbuat hal yang tidak diinginkan.

“Silakan masuk, Nona!” Leon membukakan pintu untuk Velope.

“Terima kasih.” Velope masuk ke mobil.

Leon senang bisa mengantar Velope ke lokasi syuting. Kalau bisa, setiap hari juga dia akan luangkan waktu untuk hal itu. Sayangnya, itu tidak dapat dia lakukan, asisten Velope menunjuk sebuah lokasi. Beruntung sekali, Leon sudah hapal rute lokasi syuting yang dituju, sehingga membuat perjalanan terasa cepat.

“Terima kasih karena bantuanmu, kami bisa sampai di lokasi syuting tepat waktu, Tuan,” ucap Asisten Velope.

“Sama-sama. Aku senang bisa mengantar aktris idolaku ke lokasi syuting.” Leon memberikan senyuman terindahnya.

Velope terpesona dengan senyuman khas Leon yang manis, tetapi dia harus menjaga sikap di depan fans yang selalu mengganggunya ini. Karena  asistennya sudah mengucapkan terima kasih, Velope bergegas menuju ruang make up dan berganti pakaian untuk menghemat waktu.

“Tuan, tunggu sebentar! Velope mengundangmu minum teh jika ada waktu luang. Ini sebagai tanda terima kasih karena kau telah menolongnya hari ini. Boleh aku catat nomor ponselmu?” tanya asisten Velope.

Leon yang akan meninggalkan lokasi syuting pun membalikkan badan. Dia terkejut. Velope yang padat jadwalnya itu, mau meluangkan waktu untuk sekadar minum teh dengannya. Tentu saja Leon tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini.

“Apa kau serius?”

“Aku serius, Tuan. Tolong, tulis nomor ponsel Tuan di sini.” Dia menyerahkan ponsel miliknya.

Leon mencatat nomor ponselnya lalu menyerahkan kembali ponsel milik asisten Velope. Leon pulang dengan hati yang gembira. Dia menghentikan mobilnya saat melihat Angie berada di pinggir jalan dan membuka pintu mobilnya. “Naiklah! Akan aku antar kau pulang!”

“Leon, aku tahu kau sangat peduli padaku.” Angie masuk ke mobil Leon dengan perasaan bahagia.

Sebenarnya, Leon malas mengantar Angie pulang, tetapi demi sang papa agar tidak marah padanya, jadi dia harus melakukan itu. Dia tak membuka suara walau sepatah kata pun hingga tiba di kediaman Angie. Sikapnya masih dingin dan cuek terhadap Angie, sahabat yang tumbuh bersama sewaktu kecil.

“Kalian sudah datang, Nak. Bagaimana dengan kencan kalian hari ini?” sapa Nyonya Sanjaya, ibunda Angie.

“Kami hanya jalan-jalan hari ini,” jawab Leon singkat. Dia tidak merasakan ketertarikan terhadap Angie sedikit pun. Karena tidak tahu harus melakukan apa, Leon akhirnya pamit pulang.

Nyonya Sanjaya mencegah kepergian Leon. Beliau beralasan karena sudah sampai di kediaman Sanjaya, lebih baik Leon mampir untuk makan dahulu. Karena sudah disiapkan makan malam untuknya.

“Leon, kenapa buru-buru pulang? Ibu akan mengabari papamu bahwa kau sedang makan malam di rumah,"

“Maafkan aku, Tante! Ada hal yang harus aku urus, jadi tidak bisa menerima tawaran makan malam di rumahmu. Mungkin, bisa lain kali,” jawab Leon.

“Kenapa masih memanggilku tante, panggil aku ibu karena sebentar lagi kita akan menjadi keluarga,” ucap Nyonya Sanjaya.

Leon hanya tersenyum menanggapi permintaan Nyonya Sanjaya. Dia tetap kekeh untuk pulang daripada harus menuruti permintaan makan malam di rumah keluarga Sanjaya. Kali ini, Nyonya Sanjaya tidak dapat mencegahnya, beliau memilih mengantarkan Leon sampai garasi.

“Pintu rumah ini selalu terbuka untukmu kapan saja jika ingin berkunjung, Leon.”

“Terima kasih, Nyonya Sanjaya, maksudku ibu,” ucap Leon seraya masuk ke mobilnya.

Leon mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh. Dia meluapkan emosinya karena harus menemani wanita yang bukan pilihan hatinya. Dia juga harus bersandiwara di hadapan orang tuanya. Leon sudah memikirkan sebuah jawaban, jika papanya bertanya tentang kencan yang sudah disiapkan untuknya hari ini.

Leon tiba di rumahnya.

“Kau sudah pulang, Leon? Jangan pikir Papa tidak tahu bahwa kau menurunkan Angie di jalanan,” ucap Tuan Besar Atmaja yang menyambut kedatangan Leon.

“Apa Papa memata-mataiku?” tanya Leon.

“Kau jangan kurang ajar, Leon! Angie adalah wanita yang cocok mendampingimu. Kekayaan keluarganya, sebanding dengan kita,” gertak Tuan Besar Atmaja.

Tuan Atmaja sudah cocok dengan Angie. Dia sangat berharap, yang akan menjadi menantunya adalah Angie, bukan wanita lain, apalagi aktris yang sangat diidolakan oleh Leon itu. Karena Leon adalah satu-satunya darah dagingnya dan akan mewarisi seluruh kekayaan yang dimilikinya, jadi dia tidak mau Leon jatuh cinta pada wanita yang salah.

“Jangan membuat Papa kecewa atau kau tidak akan mendapatkan apa-apa dariku jika memillih wanita lain, selain pilihanku!” seru Tuan Atmaja.

“Kalau begitu, aku akan keluar dari rumah ini tanpa membawa apapun. Aku akan tunjukkan pada Papa, jika aku mampu hidup tanpa keluarga Atmaja!” tegas Leon.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status