Dalam posisi telentang, Adrie termenung di dalam kamar. Ini sering dilakukannya sebelum tidur. Pandangannya tertuju pada langit-langit kamar, namun pikirannya melayang pada masalah-masalah yang membebaninya selama ini.
Tidak bisa dipungkiri, Adrie masih berharap Hanley menghubunginya dan memberi alasan dibalik pembatalan makan malam mereka. Ini sudah seminggu lebih, tapi tak ada kabar lagi dari pria itu. Lelah menunggu kabar dari Hanley, ingatan Adrie pun kembali pada kisah kelam yang terjadi 4 tahun lalu. Setelah pelecehan itu terjadi, Ashley masih mengucapkan janji pada Adrie. Meski kemarahan dan kebencian yang didapatkan, pria itu masih berusaha memberi alasan dan berjanji akan bertanggung jawab atas kelakuannya. Di tengah keterpurukannya, Adrie yang sudah lama mengenal Ashley sempat luluh dengan bujukan pria itu. Dia tidak punya pilihan karena takut dengan kemurkaan orang tuanya. Namun, hingga detik ini,Wajah cantik Mery berseri-seri saat tiba di ruangannya. Senada dengan hatinya yang berwarna, wanita itu menggunakan gaun merah bling-bling yang dipadupadankan dengan blazer hitam. Tidak biasanya dia menggunakan outfit seperti itu ke kantor. "Ah ... aku tidak sabar menceritakan semuanya pada Hanley." Mery menjatuhkan tubuhnya yang indah di atas kursi kebesarannya. Sesekali dia juga menyenandungkan lagu kesukaannya.Mery sedang berbahagia. Dia seperti berada di atas angin saja.Ketika melihat Adrie memasuki ruangan yang sama, Mery langsung menyapa dengan penuh sukacita. "Hai, Adrie, selamat pagi!""Pagi, Bu," balas Adrie sedikit malu. Biasanya Adrie lah yang pertamakali tiba dan selalu lebih dulu menyapa, tapi belum sempat dia mengucapkan salam, atasannya itu sudah menegur lebih dulu."Pagi ini kamu tidak perlu banyak bekerja, hanya prioritaskan tugas yang belum selesai kemarin saja, ok!" ujar Mery lagi."Baik, Bu."
Hanley sudah terbiasa melakukan banyak hal dengan kemampuannya sendiri. Hanya sekali-kali dia menggunakan jasa detektif untuk menyelidiki sesuatu.Di kota Bari, Hanley mencari tahu tentang proyek yang sedang digarap ayahnya. Namun sudah sepekan berakhir, usahanya tak ada yang membuahkan hasil.Banyaknya anak buah sang ayah membuat Hanley kesulitan mencari fakta. Tak satu pun berita yang didapatkan seputar bisnis ayahnya di kota itu.Pada akhirnya Hanley menyerah. Siang itu, setelah memastikan keadaan ayahnya yang mulai stabil, Hanley berpamitan pulang lebih dulu.*** Mery telah tiba di rumah sakit. Karena pasien yang akan ditemuinya berada di ruangan VVIP, perawat yang berjaga hari itu menawarkan diri."Mari saya antar, Nona!"Mery melangkah bersama perawat muda itu. Menuju sebuah lift, dan akhirnya tiba di sebuah ruangan mewah."Bibi Heba, aku ke sini untuk menjenguk paman Kingsley." Mery meme
Adrie memberanikan diri untuk tetap membalas tatapan Hanley. Dia merasakan sesuatu dalam sorot mata yang berbinar itu. Kontak mata yang cukup lama di antara keduanya terhenti tatkala dua orang pelayan datang membawakan aneka makanan seafood. "Maaf mengganggu, Tuan dan Nona, kami harus menyajikan semua makanan ini sekarang juga, takutnya tidak enak kalau sudah dingin," ucap salah satu pelayan. Dengan cekatan kedua pelayan tadi menyajikan berbagai macam seafood di atas meja. Sementara itu, Adrie hanya bisa melongo melihat pemandangan di depan mata. Kenapa banyak sekali makanan ini? Dan itu adalah makanan mewah. Bagaimana cara membayarnya, hidangan ini pasti sangat mahal. Melihat kepanikan di wajah Adrie, Hanley segera menjelaskan. "Tenang saja, malam ini aku yang akan mengeluarkan uang, kamu tidak perlu takut." "Tapi kan ...!" "Eits, jangan ada kata tapi lagi, biarkan aku yang mentraktir kali ini." Hanley segera melahap olahan lobster di piringnya. "Ayo makan, nanti kal
Tidak hanya suara saja, Laila kini sudah berlari dan memeluk kaki Adrie. "Mama ... aku datang menyusul Mama," ucapnya dengan polos.Adrie tidak malu dengan kedatangan putrinya. Justru ini adalah kesempatan bagi Adrie untuk menjelaskannya pada Hanley.Dengan penuh kasih sayang, Adrie mengangkat tubuh mungil Laila. "Anak mama yang cantik ini, kenapa tiba-tiba ada di sini? Bukannya tadi mau jalan-jalan sama nenek?"Mengingat bibinya, Adrie segera mengedarkan pandangan. Dia langsung menemukan posisi wanita itu berdiri.Paramitha hanya tersenyum lembut. Dan dia hanya sendiri, tidak ada teman atau seseorang yang lain seperti yang dikatakan sebelumnya.Sementara itu Hanley masih terlihat tenang. Senyumnya yang manis tak pernah pudar semenjak mereka menginjakkan kaki di pantai itu. Tampak jika dia juga tidak terganggu dengan kehadiran Laila."Lihat, Tuan Hanley, aku bahkan sudah punya anak, bagaimana bisa Anda yang sempurna ini menyataka
Dari kursi kebesarannya, Hanley memainkan tombol on off remote di tangannya. Berulang kali dia menekan tombol itu untuk melihat keberadaan Adrie yang duduk di depan sana."Apa susahnya menjawab iya?" kesal Hanley sambil menatap lama wajah Adrie dari sela-sela tirai.Sudah seminggu berlalu, Hanley belum juga mendapat kepastian dari Adrie. Ungkapan cinta yang menurutnya romantis disertai lamaran unik telah dilakukan, tapi Adrie masih belum saja mengutarakan isi hatinya.Apa Adrie benar-benar tidak menyukaiku? pikir Hanley.Tidak mungkin. Kata hati Hanley langsung menolak. Buktinya Adrie masih memakai cincin pemberian dari Hanley. Wanita itu juga masih bersikap ramah setiap harinya.'Dia pasti sedang berpikir, aku tidak boleh mendesak Adrie, nanti dia malah berpikir jika aku memaksanya,' gumam Hanley seorang diri.Hanley sangat sabar menunggu balasan cinta dari Adrie. Namun jika satu kali Adrie mengungkapkan cintanya,
Hanley duduk bersebelahan dengan Mery. Keduanya berhadap-hadapan dengan Sambo dan Adrie.Posisi seperti ini membuat Mery berada di atas angin. Dengan senang hati dia melayani Hanley yang duduk satu bangku dengannya."Aku ingat kamu sangat suka makanan ini." Mery meletakkan daging wagyu di piring Hanley. "Kita sering memakannya saat bepergian, kamu masih ingat moment itu kan?" "Terima kasih," ucap Hanley singkat.Mery sengaja mengingatkan agar Adrie paham betapa dekatnya hubungannya dengan Hanley hingga mengetahui segala jenis makanan kesukaan pria itu.Apa yang bisa dilakukan Adrie? Dia hanya bisa melirik sekilas, lalu menikmati makan siang yang dipesannya. Tidak perlu berkomentar, dia sudah mengakui kedekatan di antara kedua atasannya itu."Kamu juga harus mencobanya, Adriella." Tiba-tiba saja Sambo melakukan hal yang sama. Dia meletakkan sepotong wagyu untuk wanita di sampingnya. "Ini sangat lezat dan menyehatkan."
Hari itu adalah hari kelulusan anak SMA. Adriella aghata adalah salah satu alumninya. Hari di mana semua siswa sedang berbahagia menyambut hasil pencapaian dalam tiga tahun terakhir, namun justru naas bagi seorang Adriella. Dikenal sebagai gadis tercantik di sekolah itu, Adriella menjadi incaran banyak pria. Termasuk seorang pria muda bernama Ashley Anderson yang diam-diam merencanakan sesuatu hal yang buruk pada Adriella. Dengan uang dan kekuasaan yang dimilikinya, Ashley yang bukan warga daerah itu berhasil merenggut kesucian Adriella. Dengan tipu dayanya, Ashley berhasil membawa Adriella menuju sebuah gubuk, lalu melecehkannya hingga gadis malang itu berakhir mengandung tanpa seorang suami. Dalam duka itu, Adriella tidak hanya dikucilkan oleh warga, tapi juga diusir oleh keluarganya sendiri. "Kalau kamu tidak mau membuang anak haram itu, silakan kamu angkat kaki dari kampung ini, mulai detik ini kamu bukan bagian keluarga kami!" usir Markus, sang ayah yang turut jijik m
Keluarga Anderson adalah salah satu keluarga terpandang di kota Bangsring. Memiliki harta melimpah, tentu saja mereka adalah keluarga terhormat yang selalu menjaga nama baik keluarga secara turun temurun. Hingga kini, tidak pernah terdengar sekali pun skandal, keburukan atau aib tercela yang dilakukan oleh anggota keluarga berkuasa itu. Duduk santai di atas kursi kebesarannya, Hanley tiba-tiba mengingat wajah polos Adrie saat menyapanya. Tatapan sayu dan suara lembut itu terngiang-ngiang di telinga hingga dia tidak menyadari seulas senyum tipis telah tersungging di bibirnya yang seksi. "Dia terlihat berbeda," gumam Hanley. "Siapa yang kamu maksud?" Rauf yang duduk di hadapan Hanley penasaran. "Gadis yang bersama dengan Mery," Hanley menjawab, lalu bertanya dengan angkuh. "Apa aku terlihat kurang menarik beberapa hari ini?" Biasanya, wanita yang memiliki kesempatan bertatap muka dengan Hanley akan mengambil kesempatan untuk mendekatinya. Sengaja bertindak agresif untuk
Hanley duduk bersebelahan dengan Mery. Keduanya berhadap-hadapan dengan Sambo dan Adrie.Posisi seperti ini membuat Mery berada di atas angin. Dengan senang hati dia melayani Hanley yang duduk satu bangku dengannya."Aku ingat kamu sangat suka makanan ini." Mery meletakkan daging wagyu di piring Hanley. "Kita sering memakannya saat bepergian, kamu masih ingat moment itu kan?" "Terima kasih," ucap Hanley singkat.Mery sengaja mengingatkan agar Adrie paham betapa dekatnya hubungannya dengan Hanley hingga mengetahui segala jenis makanan kesukaan pria itu.Apa yang bisa dilakukan Adrie? Dia hanya bisa melirik sekilas, lalu menikmati makan siang yang dipesannya. Tidak perlu berkomentar, dia sudah mengakui kedekatan di antara kedua atasannya itu."Kamu juga harus mencobanya, Adriella." Tiba-tiba saja Sambo melakukan hal yang sama. Dia meletakkan sepotong wagyu untuk wanita di sampingnya. "Ini sangat lezat dan menyehatkan."
Dari kursi kebesarannya, Hanley memainkan tombol on off remote di tangannya. Berulang kali dia menekan tombol itu untuk melihat keberadaan Adrie yang duduk di depan sana."Apa susahnya menjawab iya?" kesal Hanley sambil menatap lama wajah Adrie dari sela-sela tirai.Sudah seminggu berlalu, Hanley belum juga mendapat kepastian dari Adrie. Ungkapan cinta yang menurutnya romantis disertai lamaran unik telah dilakukan, tapi Adrie masih belum saja mengutarakan isi hatinya.Apa Adrie benar-benar tidak menyukaiku? pikir Hanley.Tidak mungkin. Kata hati Hanley langsung menolak. Buktinya Adrie masih memakai cincin pemberian dari Hanley. Wanita itu juga masih bersikap ramah setiap harinya.'Dia pasti sedang berpikir, aku tidak boleh mendesak Adrie, nanti dia malah berpikir jika aku memaksanya,' gumam Hanley seorang diri.Hanley sangat sabar menunggu balasan cinta dari Adrie. Namun jika satu kali Adrie mengungkapkan cintanya,
Tidak hanya suara saja, Laila kini sudah berlari dan memeluk kaki Adrie. "Mama ... aku datang menyusul Mama," ucapnya dengan polos.Adrie tidak malu dengan kedatangan putrinya. Justru ini adalah kesempatan bagi Adrie untuk menjelaskannya pada Hanley.Dengan penuh kasih sayang, Adrie mengangkat tubuh mungil Laila. "Anak mama yang cantik ini, kenapa tiba-tiba ada di sini? Bukannya tadi mau jalan-jalan sama nenek?"Mengingat bibinya, Adrie segera mengedarkan pandangan. Dia langsung menemukan posisi wanita itu berdiri.Paramitha hanya tersenyum lembut. Dan dia hanya sendiri, tidak ada teman atau seseorang yang lain seperti yang dikatakan sebelumnya.Sementara itu Hanley masih terlihat tenang. Senyumnya yang manis tak pernah pudar semenjak mereka menginjakkan kaki di pantai itu. Tampak jika dia juga tidak terganggu dengan kehadiran Laila."Lihat, Tuan Hanley, aku bahkan sudah punya anak, bagaimana bisa Anda yang sempurna ini menyataka
Adrie memberanikan diri untuk tetap membalas tatapan Hanley. Dia merasakan sesuatu dalam sorot mata yang berbinar itu. Kontak mata yang cukup lama di antara keduanya terhenti tatkala dua orang pelayan datang membawakan aneka makanan seafood. "Maaf mengganggu, Tuan dan Nona, kami harus menyajikan semua makanan ini sekarang juga, takutnya tidak enak kalau sudah dingin," ucap salah satu pelayan. Dengan cekatan kedua pelayan tadi menyajikan berbagai macam seafood di atas meja. Sementara itu, Adrie hanya bisa melongo melihat pemandangan di depan mata. Kenapa banyak sekali makanan ini? Dan itu adalah makanan mewah. Bagaimana cara membayarnya, hidangan ini pasti sangat mahal. Melihat kepanikan di wajah Adrie, Hanley segera menjelaskan. "Tenang saja, malam ini aku yang akan mengeluarkan uang, kamu tidak perlu takut." "Tapi kan ...!" "Eits, jangan ada kata tapi lagi, biarkan aku yang mentraktir kali ini." Hanley segera melahap olahan lobster di piringnya. "Ayo makan, nanti kal
Hanley sudah terbiasa melakukan banyak hal dengan kemampuannya sendiri. Hanya sekali-kali dia menggunakan jasa detektif untuk menyelidiki sesuatu.Di kota Bari, Hanley mencari tahu tentang proyek yang sedang digarap ayahnya. Namun sudah sepekan berakhir, usahanya tak ada yang membuahkan hasil.Banyaknya anak buah sang ayah membuat Hanley kesulitan mencari fakta. Tak satu pun berita yang didapatkan seputar bisnis ayahnya di kota itu.Pada akhirnya Hanley menyerah. Siang itu, setelah memastikan keadaan ayahnya yang mulai stabil, Hanley berpamitan pulang lebih dulu.*** Mery telah tiba di rumah sakit. Karena pasien yang akan ditemuinya berada di ruangan VVIP, perawat yang berjaga hari itu menawarkan diri."Mari saya antar, Nona!"Mery melangkah bersama perawat muda itu. Menuju sebuah lift, dan akhirnya tiba di sebuah ruangan mewah."Bibi Heba, aku ke sini untuk menjenguk paman Kingsley." Mery meme
Wajah cantik Mery berseri-seri saat tiba di ruangannya. Senada dengan hatinya yang berwarna, wanita itu menggunakan gaun merah bling-bling yang dipadupadankan dengan blazer hitam. Tidak biasanya dia menggunakan outfit seperti itu ke kantor. "Ah ... aku tidak sabar menceritakan semuanya pada Hanley." Mery menjatuhkan tubuhnya yang indah di atas kursi kebesarannya. Sesekali dia juga menyenandungkan lagu kesukaannya.Mery sedang berbahagia. Dia seperti berada di atas angin saja.Ketika melihat Adrie memasuki ruangan yang sama, Mery langsung menyapa dengan penuh sukacita. "Hai, Adrie, selamat pagi!""Pagi, Bu," balas Adrie sedikit malu. Biasanya Adrie lah yang pertamakali tiba dan selalu lebih dulu menyapa, tapi belum sempat dia mengucapkan salam, atasannya itu sudah menegur lebih dulu."Pagi ini kamu tidak perlu banyak bekerja, hanya prioritaskan tugas yang belum selesai kemarin saja, ok!" ujar Mery lagi."Baik, Bu."
Dalam posisi telentang, Adrie termenung di dalam kamar. Ini sering dilakukannya sebelum tidur. Pandangannya tertuju pada langit-langit kamar, namun pikirannya melayang pada masalah-masalah yang membebaninya selama ini. Tidak bisa dipungkiri, Adrie masih berharap Hanley menghubunginya dan memberi alasan dibalik pembatalan makan malam mereka. Ini sudah seminggu lebih, tapi tak ada kabar lagi dari pria itu. Lelah menunggu kabar dari Hanley, ingatan Adrie pun kembali pada kisah kelam yang terjadi 4 tahun lalu. Setelah pelecehan itu terjadi, Ashley masih mengucapkan janji pada Adrie. Meski kemarahan dan kebencian yang didapatkan, pria itu masih berusaha memberi alasan dan berjanji akan bertanggung jawab atas kelakuannya. Di tengah keterpurukannya, Adrie yang sudah lama mengenal Ashley sempat luluh dengan bujukan pria itu. Dia tidak punya pilihan karena takut dengan kemurkaan orang tuanya. Namun, hingga detik ini,
Hubungan Hanley dan Adrie sudah semakin dekat dalam beberapa minggu terakhir. Mustahil tidak ada rasa yang timbul di hatinya.Namun, dalam hal ini, Adrie cukup tahu diri untuk mengungkapkan perasaannya. Hanley adalah orang yang berkuasa dan digandrungi banyak wanita, Adrie hanya berharap akan terbiasa melihat pemandangan seperti itu tanpa ada rasa cemburu."Sadarlah, Adrie, buang perasaan itu, kamu bahkan sudah punya anak, apa kamu pikir bisa bersanding dengan seorang tuan muda?" Adrie menguatkan dirinya yang mudah rapuh.Melihat pintu ruangan Hanley terbuka dari dalam, Adrie buru-buru mengalihkan pandangannya. Dia segera menyibukkan diri agar tidak terlihat seperti orang linglung.Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Adrie ingin sekali Hanley mendatanginya dan memberi penjelasan tentang wanita bernama Stefani. Namun, sekali lagi kenyataan segera menyadarkannya.Siapa kamu, Adrie? Sadarlah ...!Dan benar saja,
Adriella hanya bisa mematung melihat langkah Hanley yang panjang. Kenapa pria itu nekat ingin bertemu dengan bibinya?Di lain sisi, Adrie juga memuji sikap Hanley yang begitu respect pada orang tua, padahal perbedaan status sosial di antara mereka tampak jauh. Sebelum memperkenalkan diri, Hanley lebih dulu mengulurkan tangannya. "Selamat pagi, Bibi," ucapnya kemudian."Selamat pagi," balas Paramitha sembari menjabat tangan Hanley. "Kamu temannya Adriella?" tanyanya, lalu melirik keponakannya yang masih berdiri di depan pagar kecil."Iya, Bibi, namaku Hanley," jawab Hanley dengan sopan. "Aku ke sini juga untuk menjemput Adrie, kami akan berangkat bersama ke kantor," jelasnya."Oh ... terima kasih, Nak Hanley, bibi senang mendengarnya." Paramitha benar-benar bersyukur melihat perubahan dalam diri Adrie. Wanita itu sudah mulai membuka diri, semakin hari kian bergaul dengan lawan jenis. Itu artinya rasa trauma dalam diri Adrie semakin