Share

Sindiran Ibu-ibu

"Sayang!" 

Iqbal terus memanggil Irna, berharap wanita itu membalikkan badan. Karena semenjak mereka merebahkan tubuh di ranjang, Irna langsung mengambil posisi membelakangi suaminya, membuat Iqbal amat sangat kesal di buatnya.

Padahal sedari tadi, Iqbal sudah tak bisa menahan diri, ingin segera menuntaskan hasratnya yang terus tertunda sedari kemarin.

Akan tetapi, Irna malah mengabaikan Iqbal, tak menjawab panggilan maupun sahutan yang keluar dari mulut suaminya.

"Sayang, jangan marah!" Iqbal merajuk, berharap Irna bisa luluh kali ini.

Namun, Irna malah menepis tangan Iqbal dengan kasar, tanpa menoleh sedikitpun.

"Aku tahu kamu mau apa, Mas. Tetapi, aku takkan pernah memberikannya sampai perusahaan tempat Lidya bekerja kembali jatuh ke tanganmu!"

Bak sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Iqbal begitu terperanjat ketika mendengar penuturan Irna, mulutnya membulat sempurna dengan mata membeliak.

"A-apa maksudmu, Sayang?" Dengan gelagapan, Iqbal bertanya pada Irna.

"Aku rasa kamu paham dengan apa yang aku maksud!" ketus Irna tanpa mempedulikan perasaan serta hasrat suaminya yang sudah berada di puncak. 

Karena merasa kesal sekaligus marah pada Irna, sebab tak mau melayaninya malam ini. Iqbal pun bergegas bangun dari posisi rebahan, kemudian keluar dari kamar tidur tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

***

"S*al*n, ini semua gara-gara, Lidya! Andai saja dia tak datang kemari, mungkin saja hal ini takkan terjadi!" sungut Iqbal seraya menyesap sebatang rokok dan menghembuskan asapnya ke udara.

Malam ini, Iqbal memilih untuk keluar rumah, duduk santai di teras rumah sambil berusaha menenangkan dirinya yang masih di selimuti hasrat tinggi.

Iqbal juga ikut menyalakan gawai, menjelajah di dunia maya, bermaksud mengusir rasa jenuh yang sesekali menggerogoti dirinya. 

Ting!

[Hai.]

Sontak, Iqbal terkesiap, ketika mendapati sebuah pesan masuk dari akun bernama Kinasih Putri.

Netra Iqbal langsung berbinar, kala melihat foto profil akun tersebut yang ternyata adalah seorang wanita cantik berhidung mancung yang memiliki senyum manis.

"Wah, mumpung gak ada Irna, mendingan bales chat dari cewek cantik ini aja. Lagian dia juga gak mau melayaniku malam ini." 

Iqbal membatin. Seringai penuh kemenangan tercetak di wajah tampannya yang mulai di penuhi bulu-bulu halus.

[Hai cantik.]

Seperti biasa, Iqbal selalu mengeluarkan jurus andalannya tiap kali berkenalan dengan wanita, termasuk Irna sendiri. 

Belum lagi, foto profil serta unggahan Iqbal di akun media sosialnya cukup banyak. Selain suka pamer harta dan kemewahan yang merupakan milik Lidya, Iqbal juga suka sekali memamerkan potret dirinya yang sering berjalan-jalan ke luar negeri.

Namun, itu semua juga berkat Lidya. Jika, tanpa Lidya semua orang pun yakin, kalau Iqbal takkan pernah menginjakkan kakinya di luar negeri sekalipun.

Iqbal yang tengah termangu, menunggu balasan dari akun bernama Kinasih Putri, seketika saja tersentak ketika mendengar bunyi notifikasi.

[Makasih sudah dibalas pesannya, Mas!]

[Sama-sama, cantik. Oh iya, Mas Iqbal panggil siapa, nih? Kina, Putri atau Sayang?]

Sesudah mengirimkan balasan tersebut, Iqbal terkekeh pelan, merasa kegelian dengan apa yang telah dia lakukan.

[Ih, Mas, bisa aja. Panggil Kina dulu jangan langsung sayang, Mas.]

Obrolan Iqbal dan wanita bernama Kina yang dia kenal melalui media sosial itu terus berlanjut. 

Akan tetapi, karena rasa kantuk yang tiba-tiba menyerang, serta udara dingin terus menusuk kulit. Iqbal pun memutuskan untuk bangkit dari duduk dan masuk ke rumah, setelah sebelumnya berpamitan dulu pada Kina.

***

"Sayur, sayur .... Bu, Ibu, sayur ...."

Lilis yang tengah memasak di dapur, lantas menoleh, menatap Irna yang tengah meminum segelas susu Ibu hamil.

"Irna, cepat beli sayur ke depan!" titah Lilis pada Irna yang sudah bangkit dari kursi meja makan.

Awalnya Irna hendak menolak, tetapi melihat sorot tajam Ibunya. Pada akhirnya, Irna pun memutuskan untuk mengurungkan semuanya.

"Baik, Bu."

Dengan sedikit lemas, Irna mulai melangkah keluar rumah, memakai sandal jepit yang tergeletak di tanah. Setelah sebelumnya mengambil uang yang ada di dalam laci.

Sesekali Irna menghela napas berat, kala dia mulai melangkah kecil, menghampiri tukang sayur yang kebetulan berada di luar pagar rumahnya. 

Perlahan Irna mendorong pagar besi, menimbulkan suara decitan, sehingga semua mata langsung tertuju padanya. Irna menelan ludah, kala mendapati beberapa tatapan tajam dari orang-orang di sekitarnya yang didominasi oleh ibu-ibu.

"Belanja, Bu!" sapa Irna dengan setengah tersenyum.

"Ya, kamu lihat sendiri, kita lagi ngapain," jawab seorang ibu-ibu berdaster merah dengan amat sangat ketus.

Irna tak menghiraukan wanita tua tersebut, dia malah langsung melangkah ke samping gerobak sayur, memilah-milah makanan yang akan dia beli nantinya.

"Nikah sama orang kaya, kok, belanjanya ke sini, sih?" tanya yang lainnya dengan tak kalah sinis.

"Lah, iya, kenapa gak ke tempat yang lebih keren, sih, Irna. Kayak supermarket gitu, loh. Padahal jaraknya dari sini gak jauh-jauh amat," timpal yang lainnya.

"Malas saja, Bu. Sudah biasa belanja di sini," dalih Irna. Padahal sebenarnya, dia pun ingin pergi ke supermarket.

"Alasan saja!" ketus yang lainnya lagi, di mana wajah Irna langsung memerah, menahan amarah.

Mang Engkos--si penjual sayur hanya mampu geleng-geleng kepala, ketika mendengar para ibu-ibu yang secara tak langsung telah menyindir Irna.

Lagipula semua orang sudah tahu, dengan apa yang menimpa Irna. Malahan kabar tentang pernikahan Irna serta penggerebekan yang di lakukan Lidya pada waktu itu, telah menyebar luas hingga ke mana-mana.

Termasuk ke kampung sebelah yang mana pada saat ini, kabar tentang rentetan kejadian yang menimpa Irna tengah panas-panasnya.

"Oh iya, Irna. Ngomong-ngomong ke mana mobil suamimu yang selalu Ibumu gembor-gemborkan pada kami?"

Sontak, Irna langsung termangu di tempat, dia sedikit gelagapan, ketika seseorang bertanya soal itu padanya. 

Mengingat Iqbal sempat berkata pada Irna, kalau mobil miliknya tengah berada di bengkel dan tidak akan dia ambil dalam waktu dekat, karena banyak yang harus diperbaiki.

"Lagi di bengkel, Bu," balas Irna sambil menunduk.

Sontak, beberapa orang ibu-ibu langsung saling bisik, rata-rata dari mereka tak percaya dengan apa yang Irna lontarkan.

"Kenapa gak beli baru aja, sih. Katanya suami kamu kaya, punya perusahaan. Tetapi, kok mobil di bengkel malah di diemin aja, bukannya beli baru sekalian. Mampu kali kalau pengusaha mah, gak kaya kita, ya, bu-ibu."

"Bener, dong!" Semuanya menyahut, menyetujui ucapan si ibu-ibu berdaster merah.

Irna yang merasa tak tahan dengan sindiran yang di layangkan oleh ibu-ibu tersebut, gegas melempar sayur dengan kasar dan beranjak pergi dari tempat kejadian dengan wajah masam.

"Lah, kok ngamuk!" sindir ibu-ibu tersebut secara hampir bersamaan.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status