Share

MENGUAK KEMATIAN ISTRI DAN CALON ANAKKU
MENGUAK KEMATIAN ISTRI DAN CALON ANAKKU
Penulis: Angga Pratama

Bab 1. Kematian

Penulis: Angga Pratama
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-09 18:46:10

"Halo sayang, kata dedeknya mau makan martabak mukbang," ucap Rose dari seberang telepon. Aku sedang dalam perjalanan pulang dari tempat kerja. Rose sudah ambil cuti 2 hari yang lalu karena HPL tinggal beberapa hari lagi. Kami juga sudah menempati rumah kami yang sudah direnovasi. Kakek Baron dan nenek Dina sedang berada di klinik memeriksakan kesehatan kakek. Rose sendirian di rumah.

"Iya sayang…, nanti aku belikan. Mau sekalian dengan minumannya, Boba atau apa?" tanyaku padanya. Ia tampak tertawa kecil dari seberang sana, membuat hati ini gembira.

"Tau aja, aku sukanya apa. Terima kasih ya El," Rose kembali bersuara, dan kemudian sambungan telepon terputus.

[Kamu sudah sampai mana El? Sudah di depan ya? Soalnya dari tadi ada yang ketuk ketuk pintu.] Aku melihat sekilas pesan Rose. Namun, pada saat ingin membukanya tiba tiba saja mobil di belakang mengklakson.

"Ikh, tidak sabaran sekali…," gerutuku. Buru buru aku menjalankan mobil, dan melupakan pesan dari Rose.

Teleponku kembali berdering, Rose menelpon lagi. Ingin mengangkat tetapi jalanan sedang padat. Terpaksa aku menunggu tempat sepi baru meneleponnya kembali.

Setelah sampai di tempat yang agak lengang, aku menepikan mobil. Sepertinya Rose tidak sabar ingin makan martabak, padahal aku belum sempat singgah karena masih cukup jauh dari tempat biasa ia membelinya.

"Elkan, kamu di mana? Ada dua orang yang masuk ke rumah." Aku membuka voice note yang dikirim oleh Rose beberapa belas menit yang lalu dengan suara berbisik.

"El, cepat pulang. Aku takut sendirian di sini, aku nggak berani!" Terdengar voice note Rose. Ia terdengar seperti ketakutan diiringi dengan tangisan.

Buru buru aku menelponnya, akan tetapi Rose tak menjawab telepon dariku. Lekas aku memacu mobil, tanpa sempat membeli pesanan Rose. Aku sangat mengkhawatirkannya dan takut akan terjadi apa apa padanya.

Beberapa kalian aku menelponnya hingga sambungan yang kesekian kalinya Rose mengangkat teleponku.

"E–Elkan, cepat pulang. Me-mereka mencariku, aku tidak tahan lagi bersembunyi. Aaa ... Tidak! Tolong! tolong ampuni saya. Tolooong! Elkaaaan, El…." Terdengar suara teriakan Rose, aku semakin panik dan mempercepat laju mobil. Di belakang sana, terlihat ada dua mobil polisi yang mengejarku karena aku membawa mobil dengan kecepatan di atas maksimal. Beberapa kali hampir saja aku menabrak pengendara lain karena menerobos lampu merah.

"Rose, Rose…! apa kamu baik baik saja? Rose!" tanyaku. Akan tetapi tidak ada sahutan dari Rose, hanya terdengar suara krasak krusuk dari dalam sambungan telepon.

"Rose! jawab gue Rose." Aku terus memanggilnya, akan tetapi tidak ada sahutan dari Karin. Pikiranku semakin kacau, panik. Apa sebenarnya yang terjadi padanya.

"Tolong jangan sakiti saya, jangan sakiti anak saya. Apa salah saya, tolong jangan lakukan ini!" Suara teriakkan Rose kembali terdengar dan juga terdengar seperti ada suara benda pecah di dalam sambungan telepon. Aku terus merekam suara Rose sembari terus mempercepat laju mobil.

Sesampainya di halaman rumah, aku turun dengan tergesa dan dibarengi oleh mobil polisi yang tadi mengejarku.

"Maaf pak, anda saya tilang!" Aku mendengus kasar, berusaha mengabaikan polisi itu. Namun, mereka terus saja mencegahku.

"Pak, saya tidak punya banyak waktu. Istri saya sedang berada di rumah dan dia sedang dalam bahaya," ucapku pada polisi tersebut dengan nada tinggi.

"Anda tidak mematuhi peraturan lalu lintas dan menyetir secara ugal ugalan. Perlihatkan kartu SIM dan STNK mobil anda," ucap polisi tersebut. Aku pun memberikan semuanya termasuk dengan dompet sekalian. Lalu, dengan tidak perduli aku langsung masuk ke halaman rumah. Sayangnya, aku tidak membawa kunci rumah dan rumah dalam keadaan terkunci dari dalam.

"Rose, buka pintunya sayang. Rose!" Aku berteriak sambil berkeliling menuju jendela kamar, samping.

Braaak!

Terdengar sesuatu seperti terjatuh dari dalam, suaranya sangat keras sekali. Aku pun langsung meminta polisi untuk membantu membuka pintu rumahku. Tidak peduli setelah ini akan ditilang atau tidak, yang terpenting sekarang adalah keselamatan Roselea. Saat kami sedang berusaha mendobrak pintu, tiba-tiba…

"El, ada apa? Tadi Rose menelpon dan minta tolong nangis nangis." Tiba tiba saja mami, papi dan ayah Romi datang.

"Kak Elkan, kak Rose kenapa?" Cello juga datang bersama Lontar mengendarai sepeda motor. Aku jadi bingung, kenapa semua orang di telepon oleh Rose.

Bruuukk!

Pintu berhasil didobrak dan terbuka, keadaan di dalam rumah seperti kapal pecah. Semuanya berantakan dan tak tentu arah. Aku langsung masuk ke dalam, mencari di mana keberadaan Rose. Namun, pada saat sampai di depan pintu kamar, lututku langsung melemas. Aku melihat tubuh Rose sedang tergantung di atas tali yang dibuat dari gorden dengan keadaan tubuh yang berdarah darah. Kain gorden tersebut diikatkan pada baja ringan di atap, karena rumah yang belum selesai sehingga belum di plafon. Seketika duniaku terasa berputar dan mataku terasa panas.

"Roselea!" Aku tersungkur ke lantai dengan perasaan yang tak bisa diutarakan dan melihat sebuah inisial 0-1-4. Aku lihat samar papi, ayah Romi dan Lontar segera mencari apapun untuk bisa menggapai tubuh Rose, kakinya menjuntai ke bawah dengan kotoran tercecer di lantai. Aku tidak bisa melihat dengan jelas, ketika mami akhirnya juga ambruk dipangkuan Cello.

Aku masih berusaha menyadarkan diri, namun tidak sanggup. Seolah tiba-tiba saja tubuh ini tidak memiliki tulang sama sekali.

"Rose, apa yang terjadi…," suara ini tercekat di tenggorokan. Bahkan untuk menangis pun aku sudah tidak sanggup, hanya samar terlihat kaki Rose yang menjuntai dan suara Cello yang menangis sesenggukan memanggil mami.

Aku tidak tahu apalagi yang terjadi, kepalaku terasa berat sekali dan gelap.

"Elkan…, maafkan aku, aku tidak bisa menjaga anak kita," suara Rose terdengar begitu dekat, aku membuka mata perlahan, Rose tersenyum manis sekali.

"Apa maksudmu Rose," tidak menjawab, Rose hanya tersenyum sembari bangkit melangkah meninggalkan aku.

"Rose…, Rose…," panggilku histeris sambil mengejarnya, namun sepertinya Rose melangkah sangat cepat. Aku semakin mempercepat langkah, mengejar.

"Rose, Rose…!" Memekik, karena Rose justru menghilang. Panik tentu saja, tiba-tiba seseorang mencekal lenganku.

"Kakak…," menoleh, Cello.

"Kakak minum dulu," Cello membantuku untuk duduk, mengedarkan pandangan. Masih di kamarku dan tidak terlihat lagi tubuh Rose menggantung di sana.

"Dimana Rose? Dimana?" Panik, bangkit dan berjalan terhuyung. Cello memapahku.

"Di Rumah sakit, papi bersama kak Rose," jawab Cello, aku berlari kembali ke kamar berharap jika semua ini hanya mimpi. Namun, noda darah yang tercecer dilantai membuatku sadar, jika semua ini tidak mimpi. Aku menatap lekat dinding yang bertuliskan angka itu, tetapi angka apa itu yang ditulis dengan darah di dinding?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MENGUAK KEMATIAN ISTRI DAN CALON ANAKKU    Bab 8

    "Kalian?" Seruku sangat terkejut ketika melihat mereka yang memang aku berharap dengan kehadiran mereka saat ini. "Sabar, ya El." Om Deriwa memelukku dengan erat. Mengelus punggungku lembut. "Rose, om. Rose," lirihku sambil terisak, tidak sanggup lagi menahan rasa yang begitu sakit di dalam dada ini. Sudah 1 minggu, kondisi mami juga saat ini belum juga pulih. Mami koma, belum sadarkan diri. "Tidak apa-apa, ada om di sini. Kita akan bantu menumpas siapa pelakunya," om Deriwa mencoba menenangkan diri ini yang masih larut dalam kesedihan. Bagaimana tidak, Rose pergi bersama janin di dalam rahimnya yang sudah kami nantikan. Namun, pada akhirnya berakhir tragis dan mengenaskan. Anthoni dan Reza segera ikut memelukku sebentar dan menepuk punggung ini pelan. "Lo tidak sendirian, dokter. Kita ada buat lo. Hingga darah terakhir, kita akan bantu lo menangkap para biad-ab itu," ujar Anthony bisa merasakan apa yang aku rasakan saat ini. Karena dia juga pernah kehilangan keluarganya tepat di

  • MENGUAK KEMATIAN ISTRI DAN CALON ANAKKU    Bab 7

    #Bab7Sosok arwah wanita itu masuk begitu saja menembus pagar kawat yang tajam. Ia melambaikan tangannya, cahaya lampu menerangi wajahnya yang pucat dan terdapat noda darah yang sudah mengering.“Masuklah, mereka ada di dalam sana. Anak buahnya, teman-temanku juga sedang mempertaruhkan nyawanya saat ini,” lirihnya sambil menunjuk sebuah bangunan tidak terlalu besar yang terpisah dengan bangunan utama yang terbilang cukup besar. Namun terlihat begitu angker karena minimnya cahaya.Lagi dan lagi suara tembakan terdengar di depan sana.“Apa selanjutnya El, dari mana kita akan masuk.” Tanya om Tristan masih mengamati situasi, ekspresi wajahnya sangat panik. Ia resah dan gelisah akan keadaan timnya di depan sana.“Alpha B, alpha B…, segera bantu tim golden…,” lirih om Tristan meletakkan radio angin di mulutnya.Aku mengajak mereka ke arah pintu yang ditunjukkan arwah wanita itu. Namun, seperti ada yang salah, tiba-tiba saja hawa panas menerpa kami dan tidak sanggup menahannya.“Aarrgghh…,

  • MENGUAK KEMATIAN ISTRI DAN CALON ANAKKU    Bab 6. Arwah Korban Menunjukkan Jalan

    Mobil terus melaju dengan kencang, suhu badan semakin panas karena kejadian barusan sangat memacu adrenalin. Aku merasakan perih pada bahu sebelah kiri, dan…“Sshh…, aargghh!” Mengerang karena pisau sudah menancap di sana, sejak kapan mereka melayangkan senjata tajam ini sehingga bisa menyarang di pundak.“Oh Tuhan…, Zayna, kotak P3K,” seru om Tristan, namun tidak panik. Ia sudah terbiasa akan hal seperti ini. Setelah mengurusi itu, aku segera mengunyah obat penghilang nyeri. Untung saja hanya menancap sedikit, tidak dalam.“Bagaimana, om? apa kita akan melanjutkan perjalanan ini?” cemas karena akan ada kejadian seperti ini lagi, personil yang dibawa om Tristan tidak terlalu banyak.“Tidak apa-apa, kamu yang tenang saja. Ikuti saja arahan saya dan Zayna,” om Tristan kembali terfokus memandang ke depan, sementara kak Zayna lebih banyak diam.Aku juga kini banyak diam, mengikuti aturan main om Tristan saja sebagai pimpinan saat ini, hampir 4 jam lebih kami mengendarai mobil hingga pada

  • MENGUAK KEMATIAN ISTRI DAN CALON ANAKKU    Bab 5. Tyson Barack

    Dada berdegup dengan kencang, ketika aku membuka semua pesan suara dari nomor ponsel Rose.[Elkan…, tolong aku, cepat pulang. Aku takut,][El, kamu di mana? Kenapa lama sekali, aku sudah tidak pengen martabak. Kamu pulang saja,][Cepat pulang El,....]Suara Rose dipesan itu terdengar serak dan sedikit berbisik. Terekam juga suara berisik benda berjatuhan dan suara pria yang saling bicara. Tidak jelas, hanya terdengar seperti bahasa isyarat saja, suara berdehem dan batuk. Tetapi, aku bisa menebak jika itu pria dan lebih dari satu orang.Memejamkan mata sejenak, mencoba menetralisirkan perasaan ini. Seperti sulit bernafas, sudah terbayangkan bagaimana Rose begitu takut saat itu, dari suaranya yang ia rekam dan kirimkan. Akan tetapi, tunggu sebentar…Bukankah Rose sudah meninggal, lalu siapa yang telah mengirimkan pesan ini. Aku segera mengecek pesan Rose satu persatu, dan semua pesan itu baru saja terkirim. Itu berarti saat ini ponselnya sedang aktif.Tuuutt!Panggilan tersambung, namun

  • MENGUAK KEMATIAN ISTRI DAN CALON ANAKKU    Bab 4. Pemilik Sidik Jari

    Angel terus saja melangkah keluar hingga ke bibir teras rumah, ia terus menyerukan nama Rose. Padahal aku tidak melihat apapun dan siapapun di sana.“Angel…, jangan seperti ini,” menarik tangannya, ingin membawanya masuk.“Kakak…, jangan berpura-pura, kakak juga bisa melihat kak Rose di sana kan,” Angel menepis tanganku, ia mendekati ayunan. Dan aku semakin merasa frustasi sekali dengan tingkah Angel seperti ini, heran juga dengan kemampuan yang biasanya bisa melihat mereka yang tak kasat mata.“Kak Rose…, kakak, jangan pergi kak, rumah kakak di sini…,” teriak Angel berlari hingga ke halaman, aku mengedarkan pandangan yang semakin gelap. Aku membawa paksa Angel masuk ke rumah, meskipun ia berontak, namun tenagaku lebih kuat darinya.Angel tergugu memeluk kedua kakinya yang ia lipat, tatapannya tertuju pada layar pipih di depannya, namun tatapannya kosong tidak pada televisi.Aku tidak tahu harus berbuat apalagi, bahkan aku sempat keluar kembali ketika sudah membawa Angel masuk.Aku in

  • MENGUAK KEMATIAN ISTRI DAN CALON ANAKKU    Bab 3. Semakin Aneh

    Aku menghentikan melakukan pengejaran tersebut, bertanya ke beberapa warga jika ada yang melihat. Namun, rata-rata jawaban mereka sama, tidak melihat sama sekali seorang pria berlari dari depan rumah mereka. Padahal sangat jelas sekali pria itu berlari sangat cepat.“Serius pak?”“Sumpah, kami tidak melihat siapapun yang melintas. Baru mas nya saja yang melintas, soalnya terang begini, tidak mungkinkan kalau tidak terlihat ada orang lewat meskipun berlari kencang,” jawabnya menjelaskan dan sangat masuk akal, tetapi, bagiku pria itu yang tidak masuk akal kemana perginya. Apa mungkin pria itu sejenis jin atau…“Terima kasih ya pak,” ucapku.“Apa gerak gerik pria itu mencurigakan, mas?” tanya salah satu dari mereka, karena berita kematian Rose sudah menyebar hingga ke seluruh kota, bahkan sudah masuk ke dalam berita. Karena aku dokter yang lumayan terkenal di kota ini.“Sepertinya, saya juga tidak tahu pasti. Pria itu tiba-tiba saja muncul di depan rumah, mencurigakan sekali bukan?” para

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status