Share

Bab 2. Pria bertopeng

Penulis: Angga Pratama
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-09 18:48:59

Cello menatap bingung ke arahku yang terus mondar mandir di kamar, terus berusaha memahami angka yang tertulis di ditembok tersebut, dengan perasaan kacau dan sangat frustasi.

"Kak…,"

"Mmnn." Menjambak rambut dengan kasar, bayangan tubuh Rose yang tergantung membuatku semakin frustasi, bagaimana bisa aku melewati semua ini.

"Lontar…," teriak Cello, dan aku merasakan tubuhku seperti melayang, suara berisik sirine berasal dari mobil polisi yang telah menyelidiki TKP. Aku tidak sadarkan diri lagi.

Aku terbangun saat mencium aroma obat yang menjadi camilan bagiku, hening. Kini aku sudah di ruangan bercat putih dengan jarum infus terpasang di tangan.

"Rose, dimana Rose?!" Melepaskan jarum infus lalu terburu keluar dari ruangan, yang ternyata ruangan pribadiku sendiri. Tanpa alas kaki, aku berjalan menyusuri koridor menuju ruangan operasi, di sana aku melihat papi dan eyang sudah menunggu dengan gusar.

Kedua kaki seperti tidak memiliki tenaga lagi, aku menghentikan langkah. Mencoba memahami ekspresi wajah apa yang papi dan eyang tunjukkan.

"Papi, dimana Rose…?" Lirih dengan air mata telah berlinang, tidak kuasa menahannya lagi. Bayangan tubuh Rose yang tergantung di plafon kini mengusik pikiranku.

"Elkan…,"

***

Aku menatap sendu ke arah tubuh Rose yang terbujur kaku ditutupi dengan kain panjang, dan selendang transparan pada wajahnya. Lalu di sebelahnya, putri kami juga terbujur kaku, pucat, tidak berdarah.

Mami hingga saat ini belum sadar dan dirawat, dengan langkah gontai aku mengantarkan Rose dan putri kami, ke peristirahatan terakhir yang menyisakan teka teki besar dengan tewasnya mereka.

Aku memandangi dua gundukan tanah merah yang masih basah, di sana Rose dan putri kami. Hingga siang menjemput malam, aku masih tetap di sini. Sepertinya, aku memiliki tempat favorit yang baru sekarang.

"Pulanglah, El…, aku tidak apa-apa disini, bersama putri kita," suara Rose begitu lembut di telinga, bersamaan dengan aroma parfum yang biasa ia pakai. Aku tetap memejamkan mata, karena tahu jika itu tidak nyata. Berulang kali memejamkan mata, berulang kali berharap jika semua ini hanya mimpi.

"Pulanglah, El…, dingin,"

Elkan justru semakin menghambur pada pusara Rose, menangis sejadinya tanpa kenal waktu. Lontar yang masih menemaninya di sana hingga siang menjemput malam. Hingga dini hari aku enggan beranjak dari sini, terus meratapi kepergian Rose dan putriku.

***

Pihak aparat yang kebetulan ada di sana saat Elkan memasuki rumah, langsung saja melakukan penyelidikan. Kak Zayna yang memimpin kasus ini. Tulisan yang tertera di dinding seperti menunjukkan sesuatu.

"Sebelum kejadian, apakah kamu dan Rose terlibat ada masalah atau cekcok dengan tetangga, atau siapapun itu?" tanya kak Zayna secara pribadi, menggeleng pelan.

"Kakak tahu sendiri, Rose bukan orang seperti itu. Dia bukan tipe orang yang suka berdebat," menjawab sambil terus menatap potret Rose yang tersenyum bahagia ketika kami melakukan foto maternity. Kak Zayna menatap dengan seksama tulisan yang di tembok, mencoba mencerna apa artinya.

"0-1-4…, apa artinya ini?" Gumam kak Zayna, aku hanya ikut menatapnya yang sama sekali juga tidak mengerti. Apakah semua ini ada hubungannya dengan rivalnya uncle Aaron atau rivalku sendiri dirumah sakit. Karena selama ini prof. Ismael terlalu mengistimewakan dan menyanjung dengan kemampuanku yang diluar nalar manusia biasa.

“Kamu tidak dapat mengetahui apapun saat menyentuh jasad Rose?” tanya kak Zayna, karena ia sudah mengetahui akan kemampuanku.

“Tidak kak, dari dulu kekuatanku tidak berarti apapun pada Rose. Saat menyentuhnya kemaren, hanya ada suara teriakan Rose yang ketakutan,” sakit sekali jika harus mengingat itu lagi, bertahun-tahun aku menantikan kebersamaan dengan Rose dalam ikatan yang sah, dan kami sangat menantikan kehadiran buah hati yang ternyata telah mereka berdua kini telah meninggalkan aku jauh sekali.

Kak Zayna kembali menemui timnya yang mencari barang bukti, barangkali ada tertinggal pada benda-benda yang sempat tersentuh pada pembun-uh Rose.

Aku meninggalkan rumah yang baru saja direnovasi ini, rumah yang meninggalkan banyak luka dan kenangan sesaat bersama Rose.

“Aku tidak akan biarkan dia yang telah merenggut nyawa kamu, Rose. Tidak akan, please bantu aku,” menyandarkan kepala di kursi kemudi, memejamkan mata berusaha untuk kuat dengan apa yang telah terjadi. Sumpah, duniaku serasa hancur dengan kepergian harapan dan mimpiku selama ini.

“Maafkan, aku El…, maaf!” aku langsung saja menoleh kebelakang, karena mendengar suara Rose ada di sana. Namun, aku tidak melihat siapapun di sana, kosong. Hanya ada tas kerja yang biasa Rose siapkan jika aku akan berangkat bekerja.

“Rose…! Rose…! dimana kamu, Rose? plis…, berikan aku petunjuk siapa yang telah melakukan hal keji ini padamu dan anak kita,” berteriak sangat frustasi, berulang kali setir mobil aku layangkan tinjuan. Ingin marah, namun, aku tidak tahu harus marah dengan siapa. Kepala ini serasa mau pecah, benar-benar kacau.

Drrtt!

Ponsel bergetar di atas dashboard, tidak berniat sama sekali untuk melihatnya, namun, terus saja bergetar.

“Uncle…,” terisak, tidak kuasa menahan yang aku rasakan saat ini.

[Uncle akan kembali ke Indonesia secepatnya,] suaranya bergetar bergetar dari ujung seberang sana.

“No! jangan pernah jauh dari Caca. Jangan uncle…,” memohon, tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Caca.

“Plis…, ada kak Zayna dan om Tristan yang membantu,” meskipun dalam lubuk hati sangat menginginkan jika uncle kembali ke Indonesia, karena jaringan uncle ada di mana-mana.

[Tapi, El…, uncle tidak bisa tenang di sini. Uncle…,]

Terdengar suara isak tangis Caca dari seberang sana, sangat memilukan. Kabar kematian Rose membuatnya drop, karena mereka sangat dekat sekali.

“Tolong jangan jauh-jauh dari Caca, plis…,” meminta, lalu aku memutuskan sambungan telepon sepihak karena melihat seseorang yang mencurigakan berada didepan rumah. Tim kak Zayna sudah pergi sekitar 10 menit yang lalu saat aku sedang menerima telepon dari uncle Aaron.

“Siapa orang itu…,”

Segera keluar dari mobil dan melangkah mengendap memasuki pekarangan rumah. Pria tersebut menggunakan topeng, dengan langkah perlahan memasuki rumah yang tadi sudah dikunci.

“Siapa lo…!” menegur saat sudah mengikis jarak, hanya beberapa meter saja. Pria berhoodie hitam dan bertopeng itu terdiam, menghentikan langkahnya.

“Siapa lo? lo yang sudah membun-uh istri gue kan? apa masalah lo sama gue dan Rose…,” berteriak geram, kedua tangan mengepal. Bersiap akan menghantam pria tersebut, kaki juga sudah memasang kuda-kuda siap berlari jika saja pria itu akan kabur.

Tidak ada tanggapan apapun, pria itu hanya diam tidak bergerak sama sekali. Dan….

Pria itu berlari sangat kencang, seperti seorang ninja hatori, aku tidak sanggup mengejarnya, aku kehilangan jejak.

Siapakah pria bertopeng tersebut? apakah pembun-uh Rose atau hanya sebagai mata-mata…?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MENGUAK KEMATIAN ISTRI DAN CALON ANAKKU    Bab 8

    "Kalian?" Seruku sangat terkejut ketika melihat mereka yang memang aku berharap dengan kehadiran mereka saat ini. "Sabar, ya El." Om Deriwa memelukku dengan erat. Mengelus punggungku lembut. "Rose, om. Rose," lirihku sambil terisak, tidak sanggup lagi menahan rasa yang begitu sakit di dalam dada ini. Sudah 1 minggu, kondisi mami juga saat ini belum juga pulih. Mami koma, belum sadarkan diri. "Tidak apa-apa, ada om di sini. Kita akan bantu menumpas siapa pelakunya," om Deriwa mencoba menenangkan diri ini yang masih larut dalam kesedihan. Bagaimana tidak, Rose pergi bersama janin di dalam rahimnya yang sudah kami nantikan. Namun, pada akhirnya berakhir tragis dan mengenaskan. Anthoni dan Reza segera ikut memelukku sebentar dan menepuk punggung ini pelan. "Lo tidak sendirian, dokter. Kita ada buat lo. Hingga darah terakhir, kita akan bantu lo menangkap para biad-ab itu," ujar Anthony bisa merasakan apa yang aku rasakan saat ini. Karena dia juga pernah kehilangan keluarganya tepat di

  • MENGUAK KEMATIAN ISTRI DAN CALON ANAKKU    Bab 7

    #Bab7Sosok arwah wanita itu masuk begitu saja menembus pagar kawat yang tajam. Ia melambaikan tangannya, cahaya lampu menerangi wajahnya yang pucat dan terdapat noda darah yang sudah mengering.“Masuklah, mereka ada di dalam sana. Anak buahnya, teman-temanku juga sedang mempertaruhkan nyawanya saat ini,” lirihnya sambil menunjuk sebuah bangunan tidak terlalu besar yang terpisah dengan bangunan utama yang terbilang cukup besar. Namun terlihat begitu angker karena minimnya cahaya.Lagi dan lagi suara tembakan terdengar di depan sana.“Apa selanjutnya El, dari mana kita akan masuk.” Tanya om Tristan masih mengamati situasi, ekspresi wajahnya sangat panik. Ia resah dan gelisah akan keadaan timnya di depan sana.“Alpha B, alpha B…, segera bantu tim golden…,” lirih om Tristan meletakkan radio angin di mulutnya.Aku mengajak mereka ke arah pintu yang ditunjukkan arwah wanita itu. Namun, seperti ada yang salah, tiba-tiba saja hawa panas menerpa kami dan tidak sanggup menahannya.“Aarrgghh…,

  • MENGUAK KEMATIAN ISTRI DAN CALON ANAKKU    Bab 6. Arwah Korban Menunjukkan Jalan

    Mobil terus melaju dengan kencang, suhu badan semakin panas karena kejadian barusan sangat memacu adrenalin. Aku merasakan perih pada bahu sebelah kiri, dan…“Sshh…, aargghh!” Mengerang karena pisau sudah menancap di sana, sejak kapan mereka melayangkan senjata tajam ini sehingga bisa menyarang di pundak.“Oh Tuhan…, Zayna, kotak P3K,” seru om Tristan, namun tidak panik. Ia sudah terbiasa akan hal seperti ini. Setelah mengurusi itu, aku segera mengunyah obat penghilang nyeri. Untung saja hanya menancap sedikit, tidak dalam.“Bagaimana, om? apa kita akan melanjutkan perjalanan ini?” cemas karena akan ada kejadian seperti ini lagi, personil yang dibawa om Tristan tidak terlalu banyak.“Tidak apa-apa, kamu yang tenang saja. Ikuti saja arahan saya dan Zayna,” om Tristan kembali terfokus memandang ke depan, sementara kak Zayna lebih banyak diam.Aku juga kini banyak diam, mengikuti aturan main om Tristan saja sebagai pimpinan saat ini, hampir 4 jam lebih kami mengendarai mobil hingga pada

  • MENGUAK KEMATIAN ISTRI DAN CALON ANAKKU    Bab 5. Tyson Barack

    Dada berdegup dengan kencang, ketika aku membuka semua pesan suara dari nomor ponsel Rose.[Elkan…, tolong aku, cepat pulang. Aku takut,][El, kamu di mana? Kenapa lama sekali, aku sudah tidak pengen martabak. Kamu pulang saja,][Cepat pulang El,....]Suara Rose dipesan itu terdengar serak dan sedikit berbisik. Terekam juga suara berisik benda berjatuhan dan suara pria yang saling bicara. Tidak jelas, hanya terdengar seperti bahasa isyarat saja, suara berdehem dan batuk. Tetapi, aku bisa menebak jika itu pria dan lebih dari satu orang.Memejamkan mata sejenak, mencoba menetralisirkan perasaan ini. Seperti sulit bernafas, sudah terbayangkan bagaimana Rose begitu takut saat itu, dari suaranya yang ia rekam dan kirimkan. Akan tetapi, tunggu sebentar…Bukankah Rose sudah meninggal, lalu siapa yang telah mengirimkan pesan ini. Aku segera mengecek pesan Rose satu persatu, dan semua pesan itu baru saja terkirim. Itu berarti saat ini ponselnya sedang aktif.Tuuutt!Panggilan tersambung, namun

  • MENGUAK KEMATIAN ISTRI DAN CALON ANAKKU    Bab 4. Pemilik Sidik Jari

    Angel terus saja melangkah keluar hingga ke bibir teras rumah, ia terus menyerukan nama Rose. Padahal aku tidak melihat apapun dan siapapun di sana.“Angel…, jangan seperti ini,” menarik tangannya, ingin membawanya masuk.“Kakak…, jangan berpura-pura, kakak juga bisa melihat kak Rose di sana kan,” Angel menepis tanganku, ia mendekati ayunan. Dan aku semakin merasa frustasi sekali dengan tingkah Angel seperti ini, heran juga dengan kemampuan yang biasanya bisa melihat mereka yang tak kasat mata.“Kak Rose…, kakak, jangan pergi kak, rumah kakak di sini…,” teriak Angel berlari hingga ke halaman, aku mengedarkan pandangan yang semakin gelap. Aku membawa paksa Angel masuk ke rumah, meskipun ia berontak, namun tenagaku lebih kuat darinya.Angel tergugu memeluk kedua kakinya yang ia lipat, tatapannya tertuju pada layar pipih di depannya, namun tatapannya kosong tidak pada televisi.Aku tidak tahu harus berbuat apalagi, bahkan aku sempat keluar kembali ketika sudah membawa Angel masuk.Aku in

  • MENGUAK KEMATIAN ISTRI DAN CALON ANAKKU    Bab 3. Semakin Aneh

    Aku menghentikan melakukan pengejaran tersebut, bertanya ke beberapa warga jika ada yang melihat. Namun, rata-rata jawaban mereka sama, tidak melihat sama sekali seorang pria berlari dari depan rumah mereka. Padahal sangat jelas sekali pria itu berlari sangat cepat.“Serius pak?”“Sumpah, kami tidak melihat siapapun yang melintas. Baru mas nya saja yang melintas, soalnya terang begini, tidak mungkinkan kalau tidak terlihat ada orang lewat meskipun berlari kencang,” jawabnya menjelaskan dan sangat masuk akal, tetapi, bagiku pria itu yang tidak masuk akal kemana perginya. Apa mungkin pria itu sejenis jin atau…“Terima kasih ya pak,” ucapku.“Apa gerak gerik pria itu mencurigakan, mas?” tanya salah satu dari mereka, karena berita kematian Rose sudah menyebar hingga ke seluruh kota, bahkan sudah masuk ke dalam berita. Karena aku dokter yang lumayan terkenal di kota ini.“Sepertinya, saya juga tidak tahu pasti. Pria itu tiba-tiba saja muncul di depan rumah, mencurigakan sekali bukan?” para

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status