“Berjanjilah untuk menikah denganku! Aku akan mengenalkanmu pada Mami sekarang! Berjanjilah kau bersedia membangun rumah tangga bersamaku!” ucap Wira berbisik di telinga Rinai.
Belum Rinai menjawab. Daun pintu terbuka lebar. Mami yang baru saja hendak memanggil Wira membeliak kaget menatap adegan yang ada di depannya.
“Wira!”
“Ririn!”
Kedua netra Rinai sontak membulat. Dia hendak melepaskan tangan Wira yang melingkar, akan tetapi lelaki itu malah mengeratkan pelukannya meski tak sampai membuatnya sakit. Wira mengangkat wajah lalu tersenyum pada Mami.
“Syukurlah kalau Mami tahu lebih cepat!” ucap Wira santai. Meskipun enggan, akhirnya dia melepas pelukannya karena Rinai tak berhenti m
[Pewaris utama Dharma Grup tampak sudah menjatuhkan pilihan masa depannya. Tuan Sultan Prawira dipergoki tengah bergandengan mesra dengan seorang wanita di sebuah mall. Keduanya tampak serasi.][Tuan Sultan sudah mengkonfirmasi, jika wanita yang beruntung itu bernama Rinai Senja. Dia meminta doa dari semuanya agar hubungan mereka bisa sampai jenjang pernikahan.]Bukan hanya Tasya yang kini tengah terkejut akan berita yang bermunculan di sosial media itu. Seseorang yang tadi diminta Wira menghubungi wartawan bahkan tidak kalah kagetnya, dialah Satrio.Satrio menatap penuh pertanyaan pada berita yang berseliweran dan dari sumber yang terpecaya itu. Situs detaknewscom yang memberitakan, wartawan yang tadi dia hubungilah berarti yang menyebarkan kabar terbaru itu.&nbs
Wira sudah tiba di sebuah rumah sakit. Dia langsung menuju ke IGD. Mencari pasien atas nama Satrio.“Di sebelah sini, Pak!”Seorang perawat mempersilakan Wira ke arah di mana Satrio berada. Perawat itu menampilkan senyum termanisnya, bagaimanapun dia tahu dengan siapa dirinya berbicara. Seorang putra konglomerat yang karirnya tengah disoroti oleh media dan para kaum hawa.“Makasih, Sus!”Wira mengikuti langkah suster itu. Pandangannya beredar ke sekitar. Tak berapa lama tampak Satrio yang tengah terbaring dengan perban di dahinya. Lelaki itu menoleh pada Wira.“Sat, kok bisa? Lagi ngadu ilmu?” ejek Wira sambil menepuk bahu Satri
“Ayah!” Suara Tasya membuat kesadaran Harsuadi kembali.“Emh, apa sih, Sya?!” ucap Harsuadi sedikit keras. Sebetulnya pikirannya sedang tidak ada di tempat.“Gimana tentang rencanaku tadi?” selidik Tasya.“Nanti ayah pikirkan!” ucap Harsuadi tidak bersemangat.Semua orang pasti mengira jika dia adalah ayah kandung Rinai, termasuk gadis itu sendiri yang sengaja tak diberi tahu oleh Harum. Perempuan itu totalitas ingin mengubur masa lalunya dan jati diri ayah kandung Rinai yang sesungguhnya. Namun Harum melupakan suatu hal, jika anaknya adalah seorang perempuan. Rinai akan mencari ayah kandungnya ketika dia akan menikah nanti.“Ck! Ayah kok gitu, sih? Pastinya ayah tuh lebih
Harsuadi yang baru saja pulang dari rumah Harum sudah ditunggui oleh Kamelia dan Tasya. Baru saja dia masuk, dua pasang mata itu menatapnya penasaran. Tisya dan Hengki pun baru saja keluar dari dalam rumah dan menyapa alakadarnya. Tampak dia membawa tentengan yang isinya tidak lain adalah beras dan sembako lainnya yang tiap minggu diambilnya dari rumah Harsuadi. Tisya kini bahkan tengah hamil, yang pastinya dia hamil anak dari Rendi bukan Hengki. Namun lelaki itu pun oke saja, selama bisa numpang hidup dengan istri dan mertuanya.“Kalian mau pulang?” sapa Harsuadi menatap anak menantunya yang sudah menaiki motor. Keduanya mengangguk dan mengiyakan.“Iya, belum masak di rumah!” ujar Tisya sambil memanyunkan bibirnya. Dia belum masak karena memang persediaan beras dan beberapa sembako lainnya sudah habis.
Angel memanggil lirih mengalihkan perhatian semua yang tengah tak nyaman akan keadaan yang terjadi.“Sayang, mau apa?” Tante Elissa mendekat dan membelai sayang kepala Angel.“Minum,” lirihnya.Dengan cekatan, Tante Elissa mengambilkan air mineral dalam botol. Didekatkannya sedotan itu ke mulut Angel. Beberapa teguk sudah mampu menghilangkan dahaganya. Angel menyudahi minumnya.“Mah, Wi-ra ma-na?” ucapnya terbata. Tante Elissa melirik ke arah Wira dan mengisyaratkan untuk mendekat.“Kami di sini, Angel!” ucap Wira. Dia mengisyaratkan Satrio dan Rinai untuk ikut bersamanya mendekat.
Wira berlari menuju parkiran, pikirannya sudah tak karuan. Tak lagi mempedulikan teriakan Mami yang memanggil namanya.Satrio ternyata tak berada di mobil. Wira memeriksa kondisi pintu mobilnya yang kini masih dibiarkan terbuka. Benar, satu sandal Rinai tergeletak di sana.Wira mengambil gawai dan menelpon Satrio. Namun tak ada jawaban. Dia menghubungi Rinai, akan tetapi sama juga tak ada jawaban. Wira berlari menuju post security dan meminta bantuan untuk mengecheck CCTV. Kedua security yang berjaga memicing curiga menatap wajah Wira. Bagaimanapun mereka tak mengenali siapa lelaki yang baru datang itu.“Maaf, Pak! Saya tidak bisa memberikan akses pada sembarangan orang, Pak! CCTV ini hanya internal kami yang boleh mengaksesnya!” ucapnya dengan alasan karena harus menjalankan SOP.
Gelas berisi air teh hangat yang Harum buat mendadak pecah. Dia tiba-tiba teringat Rinai yang jauh di sana. Sejak Harsuadi mengatakan jika putrinya dekat dengan keluarga Tuan Dharma, pikiran Harum sudah mulai tak tenang. Bahkan sudah beberapa hari ini dia mencari informasi tentang Yayasan penyalur tenaga kerja yang waktu itu menjadi cukang lantaran Rinai mendapatkan pekerjaan.“Ya Allah ada apa ini? Lindungilah putriku!” Harum memegang dadanya yang tiba-tiba terasa berdebar tak karuan.Diliriknya tas lusuh yang berisi beberapa helai pakaian miliknya. Besok dia akan pergi ke kota dan mencari keberadaan Rinai yang memang belum pulang semenjak kepergiannya dan belum mengabarinya juga. Keterbatasan alat komunikasi menjadi salah satu penyebabnya.“Bismillah! Mudahkan Ya Allah!” batinnya.
Rinai masih terduduk sambil memeluk lutut, tenggorokannya terasa kering karena sejak penangkapan semalam, tenggorokannya sama sekali belum tersentuh air. Waktu yang sudah beranjak siang pun membuat tubuhnya terasa lemas dan perut yang terasa perih karena belum diisi makanan.Kakinya sudah terasa tak bertenaga, berkali-kali mencari celah untuk melarikan diri, akan tetapi tak ada celah sama sekali, hingga akhirnya dia hanya duduk tepekur sambil memanjatkan doa. Rinai sadar, jika ada kekuatan yang melebihi segalanya yaitu kehendak Allah.Rinai masih duduk sambil memeluk lutut ketika pintu bangunan itu terbuka. Kedua netra Rinai menyipit memperhatikan siapa yang datang mehghampirinya."Selamat siang, Rinai!" sapa seorang lelaki paruh baya setelah berjarak cukup dekat.Ri