Share

6. Pengusiran Arisha

Penulis: Buna Faeyza
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-22 21:51:40

Arisha tidak mengerti dengan kondisinya saat ini. Mulai pagi hingga siang, perutnya terasa mual, bahkan Arisha bertambah mual ketika mencoba mengisi perutnya. Kepalanya terasa berat dan berputar-putar membuat wanita itu duduk dan merebahkan kepalanya di meja makan.

“Sepertinya aku harus ke klinik, semoga perut dan kepalaku bisa diajak kerja sama,” gumam Arisha.

Anin datang menghampiri Arisha dan melempar beberapa test pack di meja makan. “Cepat tes!”

Arisha terkesiap dan mengambil tiga benda berbungkus tipis itu. Baru membaca saja, Arisha sudah paham bahwa itu adalah alat tes kehamilan. Arisha benar-benar takut jika hasil menunjukkan bahwa dirinya tengah hamil.

“Ibu curiga sama Ari?”

“Iya, ibu curiga sama kamu! Akhir-akhir ini kamu mulai membangkang, Ari! Kamu selalu pulang malam dan ibu tidak tahu kamu pergi sama siapa? Mungkin dengan lelaki yang sama atau lelaki yang berbeda!” ujar Anin dengan raut wajah menahan kemarahan.

Anin memang memendam kemarahannya, pikirannya sudah terlalu buruk melihat putrinya muntah-muntah. Karena Arisha tidak mau diajak untuk periksa, Anin terpaksa membelikan alat tes kehamilan untuk Arisha. Setidaknya Anin bisa meyakinkan dirinya bahwa putrinya tidak hamil.

“Ibu kenapa bisa berpikir kalau aku pergi dengan lelaki yang berbeda?” tanya Arisha.

“Jadi kamu keberatan kalau ibu bilang seperti itu? Apa itu artinya kamu pergi bersama seorang lelaki yang sama? Kamu juga datang ke hotel dengan lelaki itu?” tanya Anin dengan sangat yakin.

Arisha bergeming, bagaimana Arisha bisa mengelak, sedangkan apa yang dikatakan ibunya adalah benar. Anin tentu saja dapat membaca kegelisahan di wajah putrinya dan membuatnya semakin curiga. Arisha mengambil test pack tersebut, mau tidak mau ia menuruti apa kata Anin dan berharap bisa mengelabui sang ibu.

“Ari ke kamar mandi dulu dan akan membawa hasil yang di hadapan Ibu,” ucap Arish.

“Ibu ikut masuk ke dalam kamar mandi, ibu mau memastikan kalau kamu tidak berbohong lagi,” kata Anin.

Anin menarik Arisha masuk ke kamar mandi yang berada di dekat dapur. “Ayo cepat!”

Arisha menatap alat tes kehamilan itu dengan ragu-ragu. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi dengan test pack di tangannya. Arisha menghela napas dan terdiam cukup lama, kemudian menampung urine-nya.

“Kamu ingat ‘kan dengan apa yang ibu ucapkan tadi pagi? Ibu tidak main-main!” ujar Anin.

“I–iya, Bu.”

Kini kedua wanita berbeda usia, sedang menunggu test pack menampakan hasilnya. Wajah Arisha semakin pucat, sedangkan Anin menatap ke arahnya dan bergantian memperhatikan test pack. Arisha benar-benar sudah pasrah.

Setelah waktu cukup untuk melihat hasil, Anin mendekat pada test pack tersebut dan mengangkatnya. “Awas saja kalau hasilnya—”

Anin menghentikan ucapannya saat melihat garis dua pada ketiga test pack, yang menandakan bahwa Arisha hamil. Wanita paruh baya itu melempar test pack ke wastafel, kemudian mencuci tangan. Wajahnya berubah penuh kemarahan, tanpa basa-basi ia keluar dari kamar mandi.

“Bu,” panggil Arisha setelah melihat hasil test pack positif.

“Kamu benar-benar membuat ibu kecewa. Kamu mengkhianati kepercayaan ibu. Salah apa ibu sama kamu?” Anin menatap nyalang pada putrinya.

“Hasilnya bisa saja salah.” Arisha mencoba mengelak.

Anin memutar tubuhnya dan menatap tajam pada Arisha. “Maksud kamu test pack yang ibu beli, semuanya bermasalah?”

Arisha berusaha meraih tangan Anin “Maafkan Ari.”

“Ibu kecewa sama kamu Ari.” Anin menahan air matanya yang hampir tidak bisa dibendung. Hatinya terluka mendapati anak gadisnya hamil di luar pernikahan.

Anin menyentak lengan atas Arisha. “Siapa laki-laki yang sudah menghamili kamu, Ari? Bilang sama ibu!”

Bukan menjawab, Arisha justru menangis dan menundukkan wajahnya. Hal itu semakin membuat Anin geram. Anin pun mencengkeram rahang Arisha kuat-kuat sehingga Arisha menatap Anin.

“Jawab Ari!” bentak Anin.

Arisha menggeleng. “Ari tidak tahu, Bu.”

Jawaban Arisha sontak membuat emosi Anin naik. Wanita paruh baya itu menarik lengan Arisha ke kamar, rasanya Anin sudah hilang kesabaran menghadapi Arisha. Sepuluh tahun Anin mengurusnya, kini Arisha seolah membuang kotoran di wajahnya.

Anin mengeluarkan pakaian Arisha dari lemari dan memasukkannya ke dalam koper kecil, ia juga melempar tas dan ponsel Arisha. “Pergi dari rumah ini dan jangan kembali! Ibu benci anak seperti kamu yang tidak tahu berterima kasih!”

“Bu, tolong jangan usir Ari. Ari minta maaf.” Arisha bersujud di kaki Anin dan menangis terisak.

Napas Anin naik turun, kakinya mendorong Arisha hingga pegangan pada kakinya terlepas. “Apa yang ada di dalam otak kamu, sampai orang yang menghamili kamu saja, kamu tidak tahu? Apa kamu menggratiskan tubuh kamu untuk banyak laki-laki?”

“Pergi sekarang juga!” Sekali lagi, Anin membentak Arisha.

Arisha tidak bisa mengatakan pada siapa pun, ia tidak memiliki hak untuk membongkarnya pada orang lain. Dengan berat hati Arisha berdiri meraih ponsel dan tas, kemudian kopernya. Arisha mengulurkan tangannya untuk menyalami dan berpamitan pada Anin. Akan tetapi, Anin justru membuang pandangannya dan tidak ingin menanggapi Arisha.

Arisha menarik tangannya. “Ari pamit, Bu. Maafkan Ari.”

Sampai di luar pagar, Arisha bertemu dengan Asyila yang baru saja turun dari mobil Bayu. Entah Asyila datang karena sudah mengetahui permasalahannya dengan sang ibu, ataukah memang datang tanpa kesengajaan. Arisha hanya menunduk karena air matanya terus mengalir membasahi pipinya.

“Wah mau ke mana kamu?” tanya Asyila.

Tak sabar karena Arisha terus menunduk. Pada akhirnya, Asyila mengangkat wajah Arisha. “Kalau ditanya itu dijawab! Tidak punya mulut?”

“Ari mau pergi, Kak.” Arisha menjauhkan tangan Asyila dari wajahnya. “Maaf kalau Ari banyak salah.”

Asyila menaikan satu alisnya, sejujurnya ia tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Namun, jika melihat dari wajah dan koper yang dibawa Arisha, Asyila menduga jika sudah terjadi keributan antara ibunya dan adik angkatnya tersebut. Namun, Asyila tidak peduli dengan kepergian Arisha.

“Seharusnya dari lama kamu sudah pergi, Ari,” gumam Asyila.

***

Arisha sudah berada di dalam taksi, ia tidak memiliki tujuan, untuk mencari rumah kos pun Arisha merasa tidak sanggup karena merasa kondisi tubuhnya sangat lemas. Arisha melihat uang tabungannya melalui ponsel, beruntung Biantara selalu mengirim uang padanya dan Arisha bisa menggunakan saat genting seperti saat ini. Arisha meminta sopir taksi mengantarnya ke hotel.

“Aku akan memberi tahu kehamilan ini pada Mas Bian,” gumam Arisha.

Beberapa menit kemudian, Arisha sudah berada di dalam kamar hotel. Ia merebahkan tubuhnya di ranjang, ia terlalu pusing sampai tidak melepaskan sepatunya, bahkan tidak mengunci pintu kamar. Ia mencoba mengirim pesan pada Biantara.

‘Mas Bian, Ari diusir sama Ibu’

Sepuluh menit berlalu, Arisha tidak mendapatkan balasan dari nomor Biantara, padahal chat-nya sudah terbaca.

“Apa Mas Bian berubah pikiran dan tidak mengharapkan kehamilanku? Apa Mas Bian juga akan membuangku?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • MENIKAHI ADIK IPAR (MEMBALAS PENGKHIANATAN ISTRI)   30. Barra dan Aiza

    "Kenapa melamun?" Pertanyaan itu sontak membuat Arisha menoleh. Ya, Biantara baru saja pulang dari restoran. Ia menghampiri sang istri yang berdiri menatap ke luar jendela. "Apa yang kamu pikirkan sampai tidak tahu aku pulang?" tanya Biantara. "Mas Bian, maaf Ari tidak mendengar suara mobilnya. Ari hanya sedang memperhatikan bunga-bunga di sana," ujar Arisha. Biantara memeluk sang istri dari belakang. Tentu saja ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan Arisha. "Aku tahu Bayu datang ke sini. Apa dia mengancammu?" "Mas Bian tahu dari mana?" tanya Arisha. Biantara terkekeh, ia memutar tubuh Arisha hingga menatapnya. "Kamu naif sekali, apa kamu pikir aku bisa tenang meninggalkanmu di rumah? Aku sudah memasang CCTV di rumah ini dan terhubung di tab-ku, aku memantaumu." Arisha menghela napas dan memeluk Biantara. "Hari ini Ari sudah berpikiran buruk tentang Mas Bian, maaf." "Ini pasti karena Bayu, aku akan memberi pelajaran," kata Biantara. Sejak kepergian Bayu, Arisha se

  • MENIKAHI ADIK IPAR (MEMBALAS PENGKHIANATAN ISTRI)   29. Datang Kembali

    "Bu, kita makan sama-sama ya," kata Arisha.Anin hanya mengurung diri di kamar setelah Asyila tak lagi di rumah. Arisha semakin tak enak hati, ia merasa bersalah ketika melihat Anin hanya murung tanpa gairah hidup. Posisinya selalu saja serba salah."Kamu saja duluan, Ibu belum lapar," ucap Anin.Arisha duduk di sisi ranjang, di mana Anin tengah berbaring. "Jangan seperti itu, Bu. Ini sudah malam, Ibu harus mengisi perut sebelum tidur nanti.""Ari tahu Ibu sangat mengkhawatirkan Kak Asyila, tetapi Ibu harus memikirkan kesehatan Ibu," ujar Arisha."Maafkan kakakmu ya, Ibu tidak menyangka kalau Asyila akan nekat. Bian benar, andai dia tak cepat-cepat datang mungkin keadaannya sudah berbeda. Ibu sudah ikhlas dengan keadaan kakakmu, semoga kamu dan Bian bisa menjalani rumah tangga sebagaimana mestinya," kata Anin.Arisha terdiam sejenak, ia menggenggam tangan Anin dan menciumnya. "Terima kasih ya, Bu. Ari minta maaf karena sudah menjadi anak yang tidak tahu diuntung, Ari menjadi anak yang

  • MENIKAHI ADIK IPAR (MEMBALAS PENGKHIANATAN ISTRI)   28. Berakhir di Sel

    "Mas tolong Kak Asyila juga. Dia sedang hamil, Ari takut terjadi sesuatu dengan kandungannya," ujar Arisha sesaat setelah Biantara membawanya masuk ke dalam mobil.Biantara bergeming, rasa sakit semakin dalam, ketika mengingat Asyila tak menginginkan kehamilan saat bersama dengannya."Aku tidak peduli," ujar Biantara.Arisha menggenggam tangan Biantara. "Mas, kasihan Kak Asyila. Mas Bayu tidak mau bertanggung jawab, Kak Asyila akan merasa sedih jika kehilangan calon bayinya, aku juga sedang hamil ... aku bisa merasakannya."Dengan perasaan berat, Biantara menuruti permintaan Arisha, ia melangkah kembali masuk ke dalam rumah. Beruntung ia tidak pernah percaya pada ucapan Asyila jika wanita itu hamil dengannya."Sekarang kamu dicampakkan orang yang kamu perjuangkan, sama sepertiku," gumam Biantara.Biantara baru saja masuk ke dalam kamar dan melihat Anin yang sedang berusaha menolong Asyila. Biantara pun segera mengangkat tubuh mantan istrinya tersebut."Bian tolong Asyila!" kata Anin.

  • MENIKAHI ADIK IPAR (MEMBALAS PENGKHIANATAN ISTRI)   27. Mencelakai Arisha

    "Apa dia memaksamu?" tanya Biantara sekali lagi saat di kamar."Tidak, Mas. Aku sudah pikirkan, aku mengkhawatirkan Ibu. Aku takut tidak ada yang menjaga Ibu, sedangkan Mas Bian terus menginginkan Kak Asyila di sini," kata Arisha.Biantara menghentikan tangan Arisha yang sedang mem*uka kancing kemejanya. "Apa kamu cemburu?""Tidak," jawab Arisha kembali fokus dengan aktivitasnya.Biantara mengangkat dagu Arisha. "Sungguh? Lalu apa alasanmu tidak mengizinkan?""Aku hanya takut kesehatan Ibu semakin drop jika melihat aku dan Mas Bian bersama," jawab Arisha."Tadi Ibu sudah melihatnya. Tidak ada masalah, bukan?" Biantara lantas menc*um bibir Arisha.Untuk sesaat tatapan mereka terpaut."Kamu tidak ingin memelukku?" tanya Biantara."Mas Bian harus mandi," ujar Arisha."Baiklah, aku akan segera mandi," ucap Biantara. "Setelah itu kamu harus memelukku, Sayang."Arisha terkekeh. "Mas Bian ada-ada saja."Tangan Biantara berada di sisi kiri dan kanan pipi Arisha. "Aku serius, atau kamu mau k

  • MENIKAHI ADIK IPAR (MEMBALAS PENGKHIANATAN ISTRI)   26. Tinggal Bersama

    Asyila berlari mengejar Biantara ketika lelaki itu hendak masuk ke dalam mobil. Arisha memperhatikan sang kakak dari teras."Mas Bian, tunggu!" Asyila menahan pintu mobil dan menutupnya.Biantara menatap nyalang. "Kamu bisa lebih sopan sedikit tidak?""Maaf, Mas. Siang ini Ibu keluar dari rumah sakit, aku minta tolong agar Ibu bisa tinggal di sini," ujar Asyila.Biantara menoleh ke belakang karena ia yakin Arisha masih berada di sana. "Aku tidak bisa memutuskannya sendiri, aku akan bicarakan pada istriku."Biantara lantas memanggil Arisha."Aku yakin Ari pasti izinkan karena itu juga ibunya Ari," kata Asyila.Asyila tersenyum, ia ingin membawa sang ibu ke rumah Biantara, bukan hanya karena tidak memiliki tempat tinggal. Akan tetapi, ia juga butuh dukungan untuk merebut kembali Biantara dari Arisha."Ada apa, Mas?" tanya Arisha."Bicaralah! Aku tidak akan mengizinkan jika istriku tidak mengizinkan, begitu pun sebaliknya," ujar Biantara pada Asyila."Arisha, hari ini Ibu sudah diperbole

  • MENIKAHI ADIK IPAR (MEMBALAS PENGKHIANATAN ISTRI)   25. Asyila Bekerja di Rumah Biantara

    Suasana makan malam berjalan sangat romantis, di mana Biantara mem-booking rooftop restoran khusus untuk mereka. Musik mengalun dengan indahnya di telinga, kelopak bunga menghampar di sekitar mereka, cahaya lilin menambah kehangatan hubungan kedua insan."Mas Bian menyiapkan ini semua untuk Ari?" Arisha tak kuasa menyembunyikan raut wajah bahagia."Ya, apa kamu senang?" tanya Biantara memastikan.Arisha mengangguk. "Tentu. Terima kasih, Mas.""Aku akan selalu membuatmu merasa senang bersamaku," ujar Biantara.Senyum Arisha perlahan memudar, ia sangat bahagia dengan kata-kata sang suami. Namun, hatinya semakin yakin jika Biantara benar-benar hanya ingin permainkan perasaannya. Pada kenyataan, Arisha berharap lebih pada Biantara, berharap tak hanya menjadikannya alat balas dendam."Ayo makan! Kamu harus makan banyak dan bergizi, aku tidak ingin calon bayiku kelaparan," ujar Biantara."Mas Bian tenang saja, Ari akan jaga calon anak kita," imbuh Arisha.Mereka memulai makan malam. Biantar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status