Share

7. Jatah Bulanan Asyila untuk Arisha

‘Diusir kenapa? Sekarang kamu di mana?’

‘Ari.’

‘Arisha!’

Beberapa pesan dari nomor Biantara terabaikan oleh Arisha karena wanita itu tertidur. Sejak pesannya tidak dibalas oleh Biantara, Arisha lupa untuk me-non-aktifkan mode senyap di ponselnya. Sampai satu jam lamanya Arisha tertidur.

Arisha membuka matanya dan merasakan tubuhnya yang sudah lebih membaik. Ia meraih ponselnya untuk memeriksa pesan yang sebelumnya ia kirim untuk Biantara. Arisha juga berharap Anin menghubungi dan menarik kembali ucapannya.

“Mas Bian.” Arisha menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang dengan bantal sebagai alas punggungnya.

‘Ari di hotel yang biasa kita datang, Mas.’ Arisha membalas pesan Biantara.

“Terbaca, tapi tidak dibalas lagi,” gumam Arisha.

“Lapar sekali. Sepertinya aku harus mandi dulu, setelah itu pesan makan.” Arisha beranjak dari ranjang.

Arisha masih berharap jika apa yang terjadi saat ini hanyalah mimpi. Hatinya hancur ketika mengingat Anin membencinya. Arisha akui ini adalah kesalahannya, entah bagaimana sikap ibunya jika mengetahui Arisha istri kedua Biantara.

“Ari memang anak yang tidak tahu berterima kasih, Bu.”

Arisha baru saja selesai mandi, ia segera keluar dari kamar mandi ketika mencium aroma kopi. “Apa ada yang membawakan aku kopi?”

“Mas Bian?” Arisha terkejut melihat Biantara sudah berada di sana, duduk di sofa dengan secangkir kopi di tangan.

Biantara meletakkan cangkir itu di meja. “Kamu sengaja tidak mengunci pintu?”

“Emm iya, tapi Ari kan belum kasih tahu nomor dan lantai berapa Ari di sini,” ujar Arisha.

“Aku sudah tanya tadi, kenapa kamu diusir dari rumah?” Biantara menarik tangan Arisha agar duduk di sampingnya.

Arisha menggigit bibir bawahnya sebelum berkata, “Hari ini Ari merasa tidak enak badan, pagi tadi Ari terus mual dan muntah. Ibu curiga … curiga kalau Ari hamil.”

“Ya, lalu?”

“Ibu membelikan beberapa test pack dan meminta aku tes di hadapan Ibu, hasilnya positif dan Ibu kecewa sama Ari, akhirnya Ibu mengusir Ari,” ucap Arisha sembari terisak, ia tidak bisa membendung air matanya setiap kali mengingat kejadian itu.

Biantara menatap dalam-dalam Arisha. “Positif hamil?”

“Iya, tapi itu hasil dari test pack. Bisa saja ada kesalahan, Ari belum melakukan pemeriksaan lanjut,” ujar Arisha.

Senyum Biantara mengembang mengetahui Arisha hamil, ia mengusap pipi Arisha. “Kamu jangan khawatir, tempat tinggalmu biar menjadi urusanku. Apa kamu sudah makan?”

Arisha hanya menjawab dengan gelengan kepala.

“Kita order makan siang, setelah itu kita keluar untuk ke rumah sakit. Kita harus memeriksakannya, aku yakin pasti Kamu hamil,” ucap Biantara dengan raut wajah yang tampak senang.

Suasana hati Biantara dan Arisha memang tampak sangat berbeda. Biantara kembali meneguk kopinya, setelah memesankan makan siang untuk dirinya dan Arisha. Senyumnya semakin merekah saat mengingat Asyila, ia tidak sabar membuktikan pada Asyila bahwa dirinya tidak lagi membutuhkan wanita itu.

“Setelah hasil pemeriksaan nanti kamu dinyatakan hamil, kamu bisa tinggal di apartemenku atau kita langsung tinggal saja di rumahku,” kata Biantara.

“Di rumah Mas Bian? Maksudnya tinggal bertiga dengan Kak Asyila?” tanya Arisha.

“Ya,” sahut Biantara santai.

Arisha menggeleng. “Tidak, Mas. Ari masih takut.”

“Kalau begitu tinggal saja di apartemenku, aku akan sering pulang ke sana,” kata Biantara.

Satu jam berlalu, Arisha dan Biantara sudah berada di rumah sakit. Arisha baru saja dilakukan pemeriksaan dan dokter menyatakan bahwa Arisha tengah mengandung. Usia kehamilan Arisha baru menginjak lima Minggu.

Biantara tidak henti-hentinya mencium punggung tangan Arisha, ia benar-benar bahagia. Saat ini ia tidak ingin lagi menutupi pernikahan keduanya, diketahui Asyila secepatnya pun tidak masalah bagi Biantara. Biantara juga tidak lupa terus mengingatkan Arisha agar tidak mencontoh apa yang dilakukan Asyila, yaitu berselingkuh.

“Kita ke apartemen sekarang ya, kamu harus istirahat. Kamu boleh minta apa pun sama aku dan kamu boleh menggunakan uang yang aku berikan untuk keperluanmu sendiri,” kata Biantara.

Sebisa mungkin Biantara berusaha agar Arisha merasa nyaman dengannya, hingga wanita itu tidak lagi memikirkan kehidupan dunia luar dan hanya patuh terhadapnya. Saat ini Biantara sudah berada di dalam mobil menuju apartemen bersama Arisha. Biantara merogoh saku jasnya saat mendengar bunyi ponsel miliknya.

“Halo, ada apa Asyila?” Biantara mengeraskan speaker dan meminta Arisha untuk memegang ponselnya.

“Mas Bian di mana? Aku mau ke salon dan belanja, Mas bisa transfer sekarang ke rekeningku,” ucap Asyila di seberang telepon.

“Aku transfer sekarang,” ujar Biantara, kemudian meraih ponselnya dari tangan Arisha, ia juga memutuskan sambungan telepon.

Jari Biantara bergerak lincah di atas layar ponsel. Ia menekan nominal angka yang akan ia kirim untuk istri pertamanya. Kali ini Biantara memberi sedikit kejutan untuk istri tersayangnya tersebut.

“Permainan dimulai, Asyila,” gumam Biantara sembari terkekeh.

Arisha merasa takut melihat Biantara. Lelaki itu benar tidak main-main ketika hatinya sudah terluka. Arisha hanya berharap ia tidak akan melakukan hal yang sama dengan Asyila. Arisha juga tidak berpikir akan pergi dari Biantara karena dalam rahimnya sudah tumbuh benih milik Biantara.

Ponsel Biantara kembali berdering, ia menerima panggilan tersebut. “Iya, Syila.”

“Mas, sepertinya ada yang salah. Biasanya Mas Bian transfer uang bulananku 20 juta, ini kenapa cuma 2 juta. Mas Bian pasti keliru,” ucap Asyila.

Biantara tersenyum dan berkata, “Maaf, bulan ini aku hanya bisa kasih kamu segitu.”

“Loh, kenapa Mas? Itu nggak cukup, tolong tambah 10 juta lagi!” pinta Asyila.

Arisha hanya bisa memperhatikan Biantara, ia tidak mengerti apa yang sedang direncanakan Biantara. Tatapan Arisha tak sengaja bertemu dengan Biantara, ia pun mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Ia takut jika Biantara tidak suka diperhatikan atau Arisha terkesan menguping.

Sampai ketika notifikasi masuk ke dalam ponsel Arisha. Ia bergegas melihat, matanya seketika melebar saat melihat isi notifikasi tersebut. Arisha menoleh pada Biantara yang sudah tidak lagi terhubung di telepon.

“Mas Bian transfer uang ke Ari? Ini banyak sekali,” ucap Arisha.

“Iya, mulai saat ini aku akan memberikan jatah Asyila untuk kamu,” kata Biantara.

Biantara melihat Arisha tampak shock, ia hanya tersenyum mendapati reaksi Arisha. “Ingat, saat ini kamu sudah menjadi istriku. Jadi, bersikaplah seperti seorang istri, tanpa aku minta.”

“I–iya Mas, tapi apa ini tidak terlalu banyak?” tanya Arisha, melihat uang sebanyak itu, Arisha justru bingung akan menggunakannya untuk apa.

“Tidak, aku ingin melihat reaksi Asyila. Apakah setelah ini dia masih bersikap manis atau menunjukkan wajah aslinya,” tutur Biantara.

Satu notifikasi lagi kembali masuk di ponsel Arisha. Kali ini bukan dari Biantara, melainkan Asyila. Arisha sedikit ragu untuk membuka pesan Asyila.

“Kenapa?” tanya Biantara.

“Kak Asyila kirim pesan.”

“Bacakan!”

Arisha pun membuka pesan tersebut dan membacanya, “Sialan! Kamu memang tidak tahu diri! Murahan!”

Mata Arisha melebar dan menatap Biantara.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status