‘Diusir kenapa? Sekarang kamu di mana?’
‘Ari.’‘Arisha!’Beberapa pesan dari nomor Biantara terabaikan oleh Arisha karena wanita itu tertidur. Sejak pesannya tidak dibalas oleh Biantara, Arisha lupa untuk me-non-aktifkan mode senyap di ponselnya. Sampai satu jam lamanya Arisha tertidur.Arisha membuka matanya dan merasakan tubuhnya yang sudah lebih membaik. Ia meraih ponselnya untuk memeriksa pesan yang sebelumnya ia kirim untuk Biantara. Arisha juga berharap Anin menghubungi dan menarik kembali ucapannya.“Mas Bian.” Arisha menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang dengan bantal sebagai alas punggungnya.‘Ari di hotel yang biasa kita datang, Mas.’ Arisha membalas pesan Biantara.“Terbaca, tapi tidak dibalas lagi,” gumam Arisha.“Lapar sekali. Sepertinya aku harus mandi dulu, setelah itu pesan makan.” Arisha beranjak dari ranjang.Arisha masih berharap jika apa yang terjadi saat ini hanyalah mimpi. Hatinya hancur ketika mengingat Anin membencinya. Arisha akui ini adalah kesalahannya, entah bagaimana sikap ibunya jika mengetahui Arisha istri kedua Biantara.“Ari memang anak yang tidak tahu berterima kasih, Bu.”Arisha baru saja selesai mandi, ia segera keluar dari kamar mandi ketika mencium aroma kopi. “Apa ada yang membawakan aku kopi?”“Mas Bian?” Arisha terkejut melihat Biantara sudah berada di sana, duduk di sofa dengan secangkir kopi di tangan.Biantara meletakkan cangkir itu di meja. “Kamu sengaja tidak mengunci pintu?”“Emm iya, tapi Ari kan belum kasih tahu nomor dan lantai berapa Ari di sini,” ujar Arisha.“Aku sudah tanya tadi, kenapa kamu diusir dari rumah?” Biantara menarik tangan Arisha agar duduk di sampingnya.Arisha menggigit bibir bawahnya sebelum berkata, “Hari ini Ari merasa tidak enak badan, pagi tadi Ari terus mual dan muntah. Ibu curiga … curiga kalau Ari hamil.”“Ya, lalu?”“Ibu membelikan beberapa test pack dan meminta aku tes di hadapan Ibu, hasilnya positif dan Ibu kecewa sama Ari, akhirnya Ibu mengusir Ari,” ucap Arisha sembari terisak, ia tidak bisa membendung air matanya setiap kali mengingat kejadian itu.Biantara menatap dalam-dalam Arisha. “Positif hamil?”“Iya, tapi itu hasil dari test pack. Bisa saja ada kesalahan, Ari belum melakukan pemeriksaan lanjut,” ujar Arisha.Senyum Biantara mengembang mengetahui Arisha hamil, ia mengusap pipi Arisha. “Kamu jangan khawatir, tempat tinggalmu biar menjadi urusanku. Apa kamu sudah makan?”Arisha hanya menjawab dengan gelengan kepala.“Kita order makan siang, setelah itu kita keluar untuk ke rumah sakit. Kita harus memeriksakannya, aku yakin pasti Kamu hamil,” ucap Biantara dengan raut wajah yang tampak senang.Suasana hati Biantara dan Arisha memang tampak sangat berbeda. Biantara kembali meneguk kopinya, setelah memesankan makan siang untuk dirinya dan Arisha. Senyumnya semakin merekah saat mengingat Asyila, ia tidak sabar membuktikan pada Asyila bahwa dirinya tidak lagi membutuhkan wanita itu.“Setelah hasil pemeriksaan nanti kamu dinyatakan hamil, kamu bisa tinggal di apartemenku atau kita langsung tinggal saja di rumahku,” kata Biantara.“Di rumah Mas Bian? Maksudnya tinggal bertiga dengan Kak Asyila?” tanya Arisha.“Ya,” sahut Biantara santai.Arisha menggeleng. “Tidak, Mas. Ari masih takut.”“Kalau begitu tinggal saja di apartemenku, aku akan sering pulang ke sana,” kata Biantara.Satu jam berlalu, Arisha dan Biantara sudah berada di rumah sakit. Arisha baru saja dilakukan pemeriksaan dan dokter menyatakan bahwa Arisha tengah mengandung. Usia kehamilan Arisha baru menginjak lima Minggu.Biantara tidak henti-hentinya mencium punggung tangan Arisha, ia benar-benar bahagia. Saat ini ia tidak ingin lagi menutupi pernikahan keduanya, diketahui Asyila secepatnya pun tidak masalah bagi Biantara. Biantara juga tidak lupa terus mengingatkan Arisha agar tidak mencontoh apa yang dilakukan Asyila, yaitu berselingkuh.“Kita ke apartemen sekarang ya, kamu harus istirahat. Kamu boleh minta apa pun sama aku dan kamu boleh menggunakan uang yang aku berikan untuk keperluanmu sendiri,” kata Biantara.Sebisa mungkin Biantara berusaha agar Arisha merasa nyaman dengannya, hingga wanita itu tidak lagi memikirkan kehidupan dunia luar dan hanya patuh terhadapnya. Saat ini Biantara sudah berada di dalam mobil menuju apartemen bersama Arisha. Biantara merogoh saku jasnya saat mendengar bunyi ponsel miliknya.“Halo, ada apa Asyila?” Biantara mengeraskan speaker dan meminta Arisha untuk memegang ponselnya.“Mas Bian di mana? Aku mau ke salon dan belanja, Mas bisa transfer sekarang ke rekeningku,” ucap Asyila di seberang telepon.“Aku transfer sekarang,” ujar Biantara, kemudian meraih ponselnya dari tangan Arisha, ia juga memutuskan sambungan telepon.Jari Biantara bergerak lincah di atas layar ponsel. Ia menekan nominal angka yang akan ia kirim untuk istri pertamanya. Kali ini Biantara memberi sedikit kejutan untuk istri tersayangnya tersebut.“Permainan dimulai, Asyila,” gumam Biantara sembari terkekeh.Arisha merasa takut melihat Biantara. Lelaki itu benar tidak main-main ketika hatinya sudah terluka. Arisha hanya berharap ia tidak akan melakukan hal yang sama dengan Asyila. Arisha juga tidak berpikir akan pergi dari Biantara karena dalam rahimnya sudah tumbuh benih milik Biantara.Ponsel Biantara kembali berdering, ia menerima panggilan tersebut. “Iya, Syila.”“Mas, sepertinya ada yang salah. Biasanya Mas Bian transfer uang bulananku 20 juta, ini kenapa cuma 2 juta. Mas Bian pasti keliru,” ucap Asyila.Biantara tersenyum dan berkata, “Maaf, bulan ini aku hanya bisa kasih kamu segitu.”“Loh, kenapa Mas? Itu nggak cukup, tolong tambah 10 juta lagi!” pinta Asyila.Arisha hanya bisa memperhatikan Biantara, ia tidak mengerti apa yang sedang direncanakan Biantara. Tatapan Arisha tak sengaja bertemu dengan Biantara, ia pun mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Ia takut jika Biantara tidak suka diperhatikan atau Arisha terkesan menguping.Sampai ketika notifikasi masuk ke dalam ponsel Arisha. Ia bergegas melihat, matanya seketika melebar saat melihat isi notifikasi tersebut. Arisha menoleh pada Biantara yang sudah tidak lagi terhubung di telepon.“Mas Bian transfer uang ke Ari? Ini banyak sekali,” ucap Arisha.“Iya, mulai saat ini aku akan memberikan jatah Asyila untuk kamu,” kata Biantara.Biantara melihat Arisha tampak shock, ia hanya tersenyum mendapati reaksi Arisha. “Ingat, saat ini kamu sudah menjadi istriku. Jadi, bersikaplah seperti seorang istri, tanpa aku minta.”“I–iya Mas, tapi apa ini tidak terlalu banyak?” tanya Arisha, melihat uang sebanyak itu, Arisha justru bingung akan menggunakannya untuk apa.“Tidak, aku ingin melihat reaksi Asyila. Apakah setelah ini dia masih bersikap manis atau menunjukkan wajah aslinya,” tutur Biantara.Satu notifikasi lagi kembali masuk di ponsel Arisha. Kali ini bukan dari Biantara, melainkan Asyila. Arisha sedikit ragu untuk membuka pesan Asyila.“Kenapa?” tanya Biantara.“Kak Asyila kirim pesan.”“Bacakan!”Arisha pun membuka pesan tersebut dan membacanya, “Sialan! Kamu memang tidak tahu diri! Murahan!”Mata Arisha melebar dan menatap Biantara."Kenapa melamun?" Pertanyaan itu sontak membuat Arisha menoleh. Ya, Biantara baru saja pulang dari restoran. Ia menghampiri sang istri yang berdiri menatap ke luar jendela. "Apa yang kamu pikirkan sampai tidak tahu aku pulang?" tanya Biantara. "Mas Bian, maaf Ari tidak mendengar suara mobilnya. Ari hanya sedang memperhatikan bunga-bunga di sana," ujar Arisha. Biantara memeluk sang istri dari belakang. Tentu saja ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan Arisha. "Aku tahu Bayu datang ke sini. Apa dia mengancammu?" "Mas Bian tahu dari mana?" tanya Arisha. Biantara terkekeh, ia memutar tubuh Arisha hingga menatapnya. "Kamu naif sekali, apa kamu pikir aku bisa tenang meninggalkanmu di rumah? Aku sudah memasang CCTV di rumah ini dan terhubung di tab-ku, aku memantaumu." Arisha menghela napas dan memeluk Biantara. "Hari ini Ari sudah berpikiran buruk tentang Mas Bian, maaf." "Ini pasti karena Bayu, aku akan memberi pelajaran," kata Biantara. Sejak kepergian Bayu, Arisha se
"Bu, kita makan sama-sama ya," kata Arisha.Anin hanya mengurung diri di kamar setelah Asyila tak lagi di rumah. Arisha semakin tak enak hati, ia merasa bersalah ketika melihat Anin hanya murung tanpa gairah hidup. Posisinya selalu saja serba salah."Kamu saja duluan, Ibu belum lapar," ucap Anin.Arisha duduk di sisi ranjang, di mana Anin tengah berbaring. "Jangan seperti itu, Bu. Ini sudah malam, Ibu harus mengisi perut sebelum tidur nanti.""Ari tahu Ibu sangat mengkhawatirkan Kak Asyila, tetapi Ibu harus memikirkan kesehatan Ibu," ujar Arisha."Maafkan kakakmu ya, Ibu tidak menyangka kalau Asyila akan nekat. Bian benar, andai dia tak cepat-cepat datang mungkin keadaannya sudah berbeda. Ibu sudah ikhlas dengan keadaan kakakmu, semoga kamu dan Bian bisa menjalani rumah tangga sebagaimana mestinya," kata Anin.Arisha terdiam sejenak, ia menggenggam tangan Anin dan menciumnya. "Terima kasih ya, Bu. Ari minta maaf karena sudah menjadi anak yang tidak tahu diuntung, Ari menjadi anak yang
"Mas tolong Kak Asyila juga. Dia sedang hamil, Ari takut terjadi sesuatu dengan kandungannya," ujar Arisha sesaat setelah Biantara membawanya masuk ke dalam mobil.Biantara bergeming, rasa sakit semakin dalam, ketika mengingat Asyila tak menginginkan kehamilan saat bersama dengannya."Aku tidak peduli," ujar Biantara.Arisha menggenggam tangan Biantara. "Mas, kasihan Kak Asyila. Mas Bayu tidak mau bertanggung jawab, Kak Asyila akan merasa sedih jika kehilangan calon bayinya, aku juga sedang hamil ... aku bisa merasakannya."Dengan perasaan berat, Biantara menuruti permintaan Arisha, ia melangkah kembali masuk ke dalam rumah. Beruntung ia tidak pernah percaya pada ucapan Asyila jika wanita itu hamil dengannya."Sekarang kamu dicampakkan orang yang kamu perjuangkan, sama sepertiku," gumam Biantara.Biantara baru saja masuk ke dalam kamar dan melihat Anin yang sedang berusaha menolong Asyila. Biantara pun segera mengangkat tubuh mantan istrinya tersebut."Bian tolong Asyila!" kata Anin.
"Apa dia memaksamu?" tanya Biantara sekali lagi saat di kamar."Tidak, Mas. Aku sudah pikirkan, aku mengkhawatirkan Ibu. Aku takut tidak ada yang menjaga Ibu, sedangkan Mas Bian terus menginginkan Kak Asyila di sini," kata Arisha.Biantara menghentikan tangan Arisha yang sedang mem*uka kancing kemejanya. "Apa kamu cemburu?""Tidak," jawab Arisha kembali fokus dengan aktivitasnya.Biantara mengangkat dagu Arisha. "Sungguh? Lalu apa alasanmu tidak mengizinkan?""Aku hanya takut kesehatan Ibu semakin drop jika melihat aku dan Mas Bian bersama," jawab Arisha."Tadi Ibu sudah melihatnya. Tidak ada masalah, bukan?" Biantara lantas menc*um bibir Arisha.Untuk sesaat tatapan mereka terpaut."Kamu tidak ingin memelukku?" tanya Biantara."Mas Bian harus mandi," ujar Arisha."Baiklah, aku akan segera mandi," ucap Biantara. "Setelah itu kamu harus memelukku, Sayang."Arisha terkekeh. "Mas Bian ada-ada saja."Tangan Biantara berada di sisi kiri dan kanan pipi Arisha. "Aku serius, atau kamu mau k
Asyila berlari mengejar Biantara ketika lelaki itu hendak masuk ke dalam mobil. Arisha memperhatikan sang kakak dari teras."Mas Bian, tunggu!" Asyila menahan pintu mobil dan menutupnya.Biantara menatap nyalang. "Kamu bisa lebih sopan sedikit tidak?""Maaf, Mas. Siang ini Ibu keluar dari rumah sakit, aku minta tolong agar Ibu bisa tinggal di sini," ujar Asyila.Biantara menoleh ke belakang karena ia yakin Arisha masih berada di sana. "Aku tidak bisa memutuskannya sendiri, aku akan bicarakan pada istriku."Biantara lantas memanggil Arisha."Aku yakin Ari pasti izinkan karena itu juga ibunya Ari," kata Asyila.Asyila tersenyum, ia ingin membawa sang ibu ke rumah Biantara, bukan hanya karena tidak memiliki tempat tinggal. Akan tetapi, ia juga butuh dukungan untuk merebut kembali Biantara dari Arisha."Ada apa, Mas?" tanya Arisha."Bicaralah! Aku tidak akan mengizinkan jika istriku tidak mengizinkan, begitu pun sebaliknya," ujar Biantara pada Asyila."Arisha, hari ini Ibu sudah diperbole
Suasana makan malam berjalan sangat romantis, di mana Biantara mem-booking rooftop restoran khusus untuk mereka. Musik mengalun dengan indahnya di telinga, kelopak bunga menghampar di sekitar mereka, cahaya lilin menambah kehangatan hubungan kedua insan."Mas Bian menyiapkan ini semua untuk Ari?" Arisha tak kuasa menyembunyikan raut wajah bahagia."Ya, apa kamu senang?" tanya Biantara memastikan.Arisha mengangguk. "Tentu. Terima kasih, Mas.""Aku akan selalu membuatmu merasa senang bersamaku," ujar Biantara.Senyum Arisha perlahan memudar, ia sangat bahagia dengan kata-kata sang suami. Namun, hatinya semakin yakin jika Biantara benar-benar hanya ingin permainkan perasaannya. Pada kenyataan, Arisha berharap lebih pada Biantara, berharap tak hanya menjadikannya alat balas dendam."Ayo makan! Kamu harus makan banyak dan bergizi, aku tidak ingin calon bayiku kelaparan," ujar Biantara."Mas Bian tenang saja, Ari akan jaga calon anak kita," imbuh Arisha.Mereka memulai makan malam. Biantar
"Mas Bian, aku mohon bantu biaya Ibu di rumah sakit. Ibu harus segera ditangani, aku tidak tahu harus meminta tolong pada siapa jika bukan dengan, Mas Bian." Asyila memohon di kaki Biantara. Walaupun ia bukan anak yang baik, tetapi melihat Anin sakitnya dalam keadaan tak memiliki uang, tentu saja Asyila khawatir.Usai membawa Anin ke rumah sakit, Asyila kembali ke rumah Biantara. Ia tidak peduli dengan rasa malunya, yang terpenting baginya sang ibu bisa selamat. Biantara hanya datar menatap Asyila tanpa rasa kasihan."Kenapa tidak meminta bantuan pada kekasihmu? Apa di dalam otakmu, aku hanya mesin uangmu? Aku tidak akan memberikan sepeser uang pun pada orang yang sudah mengkhianatiku," ujar Biantara.Rasa sakit ketika Asyila mendua dengan masa lalunya, masih teramat membekas di hati Biantara. Harga dirinya teramat jatuh ketika melihat istrinya di hotel bersama lelaki lain. Terlebih Asyila rela masukkan obat tidur demi memu*kan ranjang lelaki lain."Mas Bayu tidak setia, dia membuangk
Asyila terkejut ketika mendapati Bayu sedang bersama seorang wanita di dalam kamar apartemen Bayu. Setelah beberapa Minggu tak rutin mendapat kabar dari sang kekasih, Asyila nekat mendatangi Bayu di apartemen. Namun, Asyila harus menelan pil pahit karena Bayu justru bermesraan bersama wanita lain."Mas, siapa wanita ini? Apa yang kalian lakukan?" Asyila menatap tidak percaya pada Bayu. Bagaimana bisa, Bayu berada di dalam kamar bersama seorang wanita. Satu lagi, mereka berada di bawah selimut dengan tubuh bagian atas yang polos tanpa penutup.Bayu menyugar rambutnya, ia tampak kesal melihat Asyila berada di sana. Bagaimana tidak, Bayu hampir saja mencapai puncak. Namun, harus tertunda karena kedatangan Asyila."Untuk apa kamu datang ke sini, Syila. Sudah aku katakan, aku yang akan datang menemuimu!" ujar Bayu.Kedua orang itu sama-sama sibuk mengenakan pakaian mereka kembali, sementara Asyila hanya menangis. Sakit sekali melihat orang yang ia cintai tidur bersama wanita lain. Kini Asy
Arisha terkejut ketika melihat makanan tersedia di atas meja makan. Biantara sudah berangkat pagi-pagi sekali, pamitnya untuk mencari pekerjaan. Kini hanya menyisakan Arisha yang kebingungan."Apa Mas Bian masih punya uang? Kenapa membelikanku makanan yang kelihatannya mahal? Apa ini semua demi anaknya saja?" Arisha duduk, kemudian mengetikkan pesan di nomor Biantara.'Mas Bian sudah sarapan?'Rasanya Arisha tidak bisa makan dengan tenang sebelum tahu kabar Biantara pagi ini. Mungkin terlalu berlebihan, tetapi yang Arisha tahu, Biantara tidak memiliki uang. Pagi ini pun ia tidak tahu Biantara mencari pekerjaan ke mana.Arisha segan untuk bertanya mengenai kondisi Biantara, entah mengapa secara tiba-tiba kondisi keuangan Biantara drop, bahkan semua aset disita bank.'Aku sudah makan. Tolong habiskan makanan yang aku siapkan dan jangan membiarkan calon bayiku tersiksa. Tetaplah di rumah sampai aku pulang nanti.'Entah benar atau tidak yang dikatakan Biantara. Namun, Arisha bisa sedikit