Keesokan harinya Feng Chen nampak dalam keadaan kacau, wajah yang murung, kemeja tanpa dasi. Feng Chen tidak bisa berkonsentrasi dengan baik hari ini, karena memikirkan tentang hal semalam bersama Su Lin.
"Aku seharusnya tidak pergi kesana," gumam Feng Chen.
Su Lin, juga sama hal nya mengalami yang serupa dengan yang Feng Chen rasakan, sedikit merasa kacau di hati. Namun Su Lin tetap menjaga agar tidak terlalu kentara. Di siang hari Su Lin mendapatkan kedatangan seorang tamu.
"Nyonya Mu," pikir Su Lin yang tidak mengenal dengan tamu yang sedang datang mencarinya.
Su Lin menghampiri Nyonya Mu dengan sopan, namun dengan semerta-merta Nyonya Mu malah menampar Su Lin dengan keras sehingga jejak merah dari tamparan itu langsung terjejak jelas di wajah Su Lin.
"Nyonya..." ujar Su Lin terbata dalam limbung.
"Wanita murahan!" hardik Nyonya Mu.
" ini Ada apa?' tanya Su Lin
"Jauhi Direktur Feng!" perintah Nyonya Mu.
"Maksud Nyonya
Sementara itu Feng Chen sedang merasa tertekan karena menerima serangan dari keluarganya sendiri ataupun dari Keluarga Mu. Sehingga mengalihkan perhatiannya dari Su Lin.Jika Feng Chen sedang sibuk mempertahankan entitasnya, maka Su Lin sedang berjuang untuk mempertahankan kesadarannya, Su Lin merasakan dingin di seluruh tubuhnya.Para penculik itu membawa Su Lin ke pabrik pengalengan ikan yang sudah tidak terpakai, namun masih memiliki ruang pendingin yang masih berfungsi dengan baik.Feng Chen berpikir keras, memilih mengikuti hatinya. Untuk apa dia berada di posisi ini, jika dia harus melepaskan wanita yang dia cintai.Feng Chen menghubungi ponsel Su Lin, hati Feng Chen berdebar ketika di sana ada jawaban, namun sungguh terkejut jika yang menjawab adalah Rui.
Su Lin menghelakan nafasnya, "Direktur Feng, bisakah kau tinggalkan aku sendiri terlebih dahulu, aku butuh waktu untuk memikirkan ini semua."Feng Chen, "…"Su Lin menyusutkan tubuhnya kebalik selimutnya, dan menahan air matanya. Pria yang sangat dia sukai akhirnya melamar dirinya, namun itu membawa ketakutan tersendiri bagi Su Lin, karena dia hampir-hampir saja kehilangan nyawanya karena pria yang dia cintai itu.Melihat Su Lin memunggunginya, Feng Chen pun berdiri, lalu mencium Su Lin meski dari balik selimut."Beristirahatlah dengan baik, ambil waktu sesukamu. Keputusanku tidak akan berubah," ujar Feng Chen seraya bergegas pergi meninggalkan ruang rawat inap Su Lin.Rui membawa Bo Han untuk bermain dengan kedua putri Su Meng. Tak butuh wak
Zyan dan Feng Chen nampaknya sedang sama-sama dilanda mabuk cinta berat, sehingga rasa-rasanya mereka tidak bisa berjauhan terlalu lama dengan kesayangan mereka itu.Di rumah Su Meng, Feng Chen ikut duduk untuk sarapan pagi. Su Meng benar-benar menahan tawanya karena melihat Feng Chen memakai pakaian Su Lin.Setelah makan, nampak Su Lin sudah rapih, "mau kemana?" tanya Feng Chen."Ke pasar," jawab Su Lin dingin."Apa ada yang ingin kau beli?" tanya Feng Chen lagi."Apa kau ingin terus-terusan memakai bajuku?" tanya Su Lin dengan nada meledek."K-kau ingin membelikan baju untuk-ku?" ujar Feng Chen tercengang."Bukan baju mahal seperti y
Feng chen membuka kedua matanya, kedua mata mereka saling bertemu menatap. Feng Chen pun tersenym kepada Sulin, lalu malah menark tubuh Sulin mendekat kepada tubuhnya, "Selamat pagi," ujarnya."Mandilah! setelah ini kita bicara," ujar Su Lin.Feng Chen pun bergegas mandi dengan cepat. mengingat sepertinya akan ada hal yang serius yang akan dibicarakan oleh Su Lin. Setelahnya Feng Chen langsung saja menghampiri Su Lin, "ada hal apa?"Su Lin tidak ingin menarik perhatian orang rumah, lalu membawa Feng Chen pergi ke tepi sungai untuk berbicara, Feng Chen mengkuti langkah Su Lin. Air sungai ini begitu jernih, kicau burung dan sinar matahari pagi sungguh membuat hati yang menggalau menjadi lebih tenang.Su Lin menoleh kepada Feng Chen seraya bersedekap, "apa kau benar-benar serius tentang kita?" tanya Su Lin."tentu saja serius, sangat-sangat serius," ujar Feng Chen."Apa kau sudah siap menerika resikonya, mungkin akan di cemooh ole
Aku keluar sebentar, ke toilet," bisik Rui kepada Zyan."Emm…" jawab Zyan mengangguk.Baru saja keluar dari toilet, Bai Yue mendekati dan menyapa Rui, "halo Nyonya Liu! sungguh suatu kebetulan kita bisa bertemu disini," sapa Bai Yue."Ini…. bukankah wanita waktu itu," pikir Rui."Ah Ya Nona, sungguh suatu kebetulan sekali," sapa Rui juga."Nyonya Liu! bisakah kita berbicara sebentar," ajak Bai Yue.Rui, "…"Berpikir sesaat akhirnya Rui menyetujui, "silahkan," jawabnya.Mereka pun mengambil duduk di meja terdekat. Bai Yue memulai pembicaraannya, "kau dan Zyan sudah mengenal berap
Rui mencubit pinggang kekar Zyan, karena ketika sudah merengkuhnya malah ingin menambah porsi, "ish kau ini," ujar Rui."Jangan salahKAN aku, salahkan mengapa kau begitu menggemaskan," ungkap Zyan sambil mencium kilat pipi Rui dan pergi ke kamar mandi di kamar utama mereka."Hish," ujar Rui seraya memegangi pipinya yang baru saja dicium oleh Zyan.Dirinya tak pernah menyangka jika sekarang telah menjadi seperti cinderala dan pangerannya, padahal dulu mereka adalah pasangan yang seperti kucing dan tikus, bermusuhan dan saling berkejaran, dan sekaranga malah saling menunjukkan rasa cinta pada belahan jiwa. Rui tertegun sesaat seraya mengusap perutnya dengan lembut, meski sudah memaafkan namun ingatan tentang kehilangan bayi tidak bisa hilang begitu saja dari ingatannya. Zyan yang baru saja keluar dari kamar mandi, melihat Rui sedang menunduk dan mengusap-usap perutnya.Zyan pun segera menghampiri dan bersimpuh di depan Rui, lalu menciumi perut Rui dengan le
Bai Yue menatapi kepergian Zyan yang merangkul bahu Rui dengan gerakan lembut. Asisten Fu berdehem seakaan mengingatkan jika pekerjaan mereka sudah selesai dan sudah saatnya meninggalkan ruangan Bos-nya ini. Bai Yue pun tersadar dengan deheman dari asisten Fu lalu ikut melangkah keluar.Zyan teringat jika istrinya ini sedang mencarikan jodoh untuk Helen, temannya. Zyan berpikir lebih baik dia memberikan asisten Fu kepada Helen ketimbang nanti istrinya bertemu lagi dengan pria yang bernama Lin He, yang menjadi kandidat untuk Helen dari Rui, "bagaimana menurutmu dengan asisten Fu?" tanya Zyan."Asisten Fu?" jawab sekaligus tanya Rui,"M-maksudku untuk Helen." jelas Zyan."Maksudku kandidat paling baik adalah dia, karena latar belakangnya sudah sangat jelas," jelas Zyan."Apakah Asisten Fu selama ini lajang?" tanya Rui."iya, ten-tentu saja.... dia lajang," jawab Zyan."Ah ya bekerja untuk orang
"Paman Fu," panggil Bo Han"Tenanglah Tuan Muda, aku akan mengantarmu ke tempat yang aman," ujar asisten Fu.Dengan darah yang terus mengalir deras, asisten Fu berusaha keras untuk mempertahankan kesadarannya dan berkonsentrasi untuk tetap bisa melajukan mobilnya. Bo Han teringat pesan Zyan agar tidak cengeng, jadi dia menahan tangisnya agar tidak pecah meski air matanya terjatuh."Paman Fu," panggil Bo Han lagi dengan suar melirih.Asisten Fu sambil melihat peta, mengikuti arah jalan ke kantor polisi terdekat, setelah sampai asisten Fu benar-benar sudah tidak bisa menahan sakit luka tembaknya dan pingsan. Melihat itu adalah kantor polisi, Bo Han segera saja keluar dari mobil dan pergi masuk ke dalam kantor polisi."Tolong! tolong aku!" pekik Bo Han dengan suara menggema di kantor polisi."Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya salah satu petugas wanita.Bo Han segera saja menarik tangan petugas wanita tersebut, dan membawanya ke mobiln