Share

MDTM II 07

“Bisa tepos bokong gue kalau lama-lama duduk di sini,” gerutu Clara. Dia sedang menunggu seseorang di salah satu kursi beton yang tersedia tak jauh dari gerbang utama Universitas Kanigara sembari mengipas-ngipas karena kegerahan.

‘Menunggu sesuatu yang sangat menyebalkan bagiku.’

Clara justru jadi bernyanyi dalam hatinya.

Seseorang yang diutus untuk menjemputnya belum menunjukkan tanda-tanda akan kedatangan dari orang tersebut.

Kedua teman Clara sudah pulang duluan sekitar sepuluh menit yang lalu. Makanya Clara duduk sendirian di sana.

“Kenapa lama sekali? Nggak tau apa menunggu itu capek banget,” hanya itulah yang bisa Clara lakukan, menggerutu lalu kesal sendiri.

 “Tau gitu, aku nebeng sama Tasya tadi.”

Clara jadi melamun dengan tatapan yang memandang lurus ke arah gerbang.

Lalu tak lama kemudian Clara menajamkan penglihatannya ketika melihat sebuah mobil mewah berwarna merah sedang mengarah ke gerbang.

“Itukah dia?” Clara bertanya pada dirinya sendiri hingga mobil itu benar-benar berhenti  tepat di muka gerbang lalu terdengarlah klakson berbunyi seakan sedang memanggil seseorang.

“Jangan merasa ge-er dulu Clara, mungkin jemputan orang lain.”

Clara yang tidak ingin merasa percaya diri untuk sesuatu hal yang belum pasti, apalagi kaca mobil itu berwarna gelap jadi dia tidak tau siapa orang yang berada di dalam mobil sana.

“Kali aja jemput orang lain, kan?” Clara tampak ragu, kemudian dia mengamati sekelilingnya untuk memastikan apakah pemilik mobil merah itu sedang menjemput seseorang yang bukan dirinya.

Tapi Clara tidak menemukan siapa pun, “Enggak ada siapa-siapa di sini, kalau di dalam sana baru ramai anak organisasi sama orang-orang yang lagi main voli.”

Clara masih sibuk melirik ke arah belakangnya  hingga terdengar suara teriakan, “Woy... aku memanggilmu. Minimal langsung samperin kek apa kek, ini malah sibuk nengokin entah apa, “teriak orang itu dari dalam mobil.

Sementara Clara hanya bisa terdiam menatapi pemilik mobil itu dari tempatnya.

“Cariin siapa sih?” tanya Sebastian dongkol.

Pemilik mobil merah itu adalah Sebastian.

Langsung saja Clara berdiri dan menghampiri Sebastian, “Makanya...” Clara mengetuk kaca jendela mobil yang masih tersisa dengan pelan, "Jsngan pakai kaca yang beginian, kan aku jadi nggak tau siapa yang punya mobil.”

“Ya suka-suka gue-lah. Mobil-mobil gue, kok jadi lo yang ngatur. Lagian gue bisa kok lihat lo dari sini, dasar mata lo aja yang katarakan,” sarkas Bastian membuat Clara tidak terima dikatakan seperti itu olehnya.

“Jangan mulutmu ya, mata gue masih sehat. Otak lo aja yang udah konslet,” balas Clara. “Ini kacanya oneway jadi cuma lo aja yang bisa lihat dengan jelas, bulol.”

Aura permusuhan terasa menyelimuti mereka, tetapi Sebastian tidak ingin menanggapi meskipun hatinya merasa kesal dikataian bulol sama Clara.

‘Jadi malas gue fotoin nih kunti. Mending abang langsung tengok sendiri.’

Raut wajah kesal masih tampak jelas di wajahnya Sebastian, “Cepat naik, habis waktu gue gara-gara jemput lo,” ujar Sebastian membalas tatapan Clara dengan memandang tak suka.

“Kek nggak ikhlas lo datang ke sini.”

Terlihat jelas kalau Sebastian tampak tidak tertarik untuk menanggapi ucapan Clara barusan, ia justru bertanya, “Jadi lo naik apa enggak nih ceritanya?” Biar Sebastian tau, dia malas bertele-tele.

“Nggak perlu, malas gue naik ke mobil lo. Mending gue pesan taksi online dari pada sama lo, mana wajah lo terlihat asem lagi.”

“Asem-asem. Muka lo pahit lagi," balas Sebastian. "Yaudah, kalau gitu. Bye.”

Sebastian menaikkan kaca mobil itu kemudian menyalakan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan Clara yang terlihat kelimpungan.

“Jadi gue benar-benar ditinggalin?” Clara berdiri mematung memandang mobil Sebastian yang kian menjauh.

“Sialan kau Bastian. Lihat aja, gue balas lo. Nggak ada peka-pekanya jadi cowo. Minimal dipaksa gitu naik ke mobil, ini main tinggal aja.”

Clara tampak bersungut-sungut, “Jadi gimana ini?”

Clara berjalan kembali menuju kursinya tadi dan sembari memesan taksi melalui ponsel. Ini lagi satu-satunya cara Clara bisa pulang ke kediaman camer.

Sembari menunggu Clara menghabiskan menonton dan scroll video diponselnya.

Waktu pun terus berlalu hingga Clara sudah tiba di kediaman ‘Kanigara Family’ dengan menggunakan taksi. Setelah memberi ongkos, Clara langsung berjalan menuju gerbang lalu menekan bel beberapa kali agar pintu gerbang segera dibukakan.

“Non Clara ya?” tanya penjaga di kediaman Kanigara ketika sudah membukakan gerbang besar itu.

Clara merespon pertanyaan penjaga itu dengan mengangguk kikuk.

“Clara.”

Clara tersentak kaget melihat calon mama mertua datang menghampirinya langsung ke gerbang.

Memang tadi ketika dipersimpangan menuju ke sini, Clara sempat menchat Carissa untuk menanyakan kediaman mereka berbelok ke arah mana, karena Clara memang tidak tau.

Mana Clara naik taksi lagi, bisa-bisa tarif bayarannya jalan terus kalau mereka sibuk keliling komplek hanya untuk mencari kediaman Kanigara.

Daripada tersesat atau tidak sampai tujuan mending langsung bertanya saja, bukan?

Untuk itulah Carissa langsung datang ke gerbang untuk memastikan kedatangan Clara. Carissa benar-benar terkejut saat mengetahui Clara datang ke rumah dengan menggunakan taksi. Kemana putra bungsunya, pikir Carissa bertanya dalam hatinya.

‘Benar-benar mau minta dihajar nih anak.’ batin Carissa.

“Kamu baru sampai, nak?” tanya Carissa lalu mengamati arah belakang Clara seolah tengah mencari sesuatu, “Kamu benaran naik taksi, sayang?” tanya Carissa lagi karena tidak melihat taksi ada di sana.

Clara mengangguk, “Iya, naik taksi tan. Taksinya udah pergi tan.”

Carissa merasa kaget dan heran, “Apa Ian tidak datang ke kampus? Tadi tante sudah menyuruh dia untuk menjemput kamu?”

“Tadi dia datang tan, cuma langsung ninggalin Clara.”

“Soalnya Clara nggak tau kalau pemilik mobil itu adalah Bastian, jadi pas dia klakson Clara nggak nyamperin, takutnya nanti salah orang. Kan malu kalau benaran salah manggil orang,” ujar Clara menceritakan kejadian di kampus tadi.

Carissa hanya mengangguk membenarkan ucapan Clara. Jika kejadian itu terjadi padanya, sungguh terasa sangat memalukan. Serasa ingin menghilang dari muka bumi saja, kalau merasa dirinya yang dipanggil seseorang padahal sebenarnya enggak.

“Jadi setelah itu, Ian langsung pergi gitu aja ninggalin kamu?

“Iya. Pas Clara dekatin, Bastiannya kesal terus pergi deh ninggalin Clara. Jadi Clara pesan taksi, Clara capek nunggu di sana, mana sendirian lag—”

“Sudah-sudah, jangan dilanjutin lagi,” Carissa jadi merasa kasihan sama calon menantunya, “Jadi gara-gara itu dia ninggalin kamu?” Carissa jadi merasa kesal pada anak bontotnya itu.

Clara mengangguk.

“Tapi kemana anak itu?” tanya Carissa, “Dia belum ada sampai ke sini?”

“Nggak tau tan.”

Clara dan Carissa secara bersamaan menoleh ke arah jalan, ketika terdengar suara mobil menderu sedang melaju ke arah mereka.

“Itu dia sudah pulang,” jari telunjuk Clara mengarah pada sebuah mobil merah hendak menuju ke arah mereka.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status