“Ma,” seru Georgino memanggil mamanya.
Hari sudah menjelang sore, setelah tidur sebentar Georgino terbangun dan langsung turun ke bawah menemui mamanya.
Georgino berjalan cepat menuruni anak tangga lalu mengedarkan pandanganya mencari keberadaan sang mama.
“Mama dimana?”
Georgino mencoba pergi ke ruang santai, siapa tau mamanya sedang menonton drakor di sana, pikir Georgino. Tapi hasilnya nihil, Georgino tidak mendapati mamanya ada di sana.
‘Kemana, apa lagi di dapur?’
Tanpa menunggu lama Georgino turun ke dapur untuk memastikan.
“Gino kamu udah bangun.”
Ketika ingin masuk ke dapur, Georgino tersentak kaget mendengar suara mamanya dari arah belakangnya, “Mama dari mana saja sih, Gino dari tadi nyariin," raut wajahnya terlihat kesal sekali, mungkin karena dibuat terkejut sama mamanya.
Lain dengan Carissa justru terlihat kebingungan, “Mama nggak kemana-mana, ini mama dari kebun belakang ambil sayur untuk di masak.”
“Lagian kenapa cariin mama?”
“Salah emang kalau Gino cariin?”
“Ya nggak salah sih,” ucap Carissa lalu mengibas-ngibaskan tangannya ke udara, “Awas mama mau lewat.”
Merasa dirinya sedang menghalangi jalan, Georgino pun segera menyingkir dan memberi akses jalan pada mamanya untuk lewat.
Setelah itu Carissa masuk ke dalam dapur, sementara Georgino yang sempat terdiam kini mengekori mamanya.
“Dia belum datang ya?” tanya Georgino.
Carissa berhenti mencuci sayur yang tadi dia bawa dari kebun belakang, lalu menatap ke samping. “Dia siapa?” tanyanya heran. Putranya terlihat aneh sekali.
“Nggak tau,” jawab Georgino malas.
Dahi Carissa mengernyit, "Lah kok nggak tau." Sedetik kemudian Carissa tersenyum menggoda, “Oh mama tau. Kamu lagi nungguin dia ya? Nggak sabaran kali pak dosen mau lihat calon istrinya.” Carissa terlihat senang sekali menggoda putranya.
“Siapa yang nungguin dia, aku cuma tanya aja? Salah memang?”
Georgino mendelik kesal, dia menyesal sudah bertanya seperti itu pada mamanya.
“Bik, Gino haus. Ada minuman soda kan di kulkas?”
Carissa langsung menyipratkan air pada wajah Georgino, “Alasanmu nak-nak. Ngalihin topik pembicaraan aja. Sabar aja, ntar Clara datang barengan sama Bastian.”
Georgino hendak membuka kulkas langsung menghentikan tangannya, kemudian menoleh ke arah mamanya, “Bastian?”
Carissa memberi anggukan kepala. “Iya, tadi mama minta tolong sama adekmu buat jemput dia di kampusnya.”
"Oh,” ujar Georgino terlihat santai lalu matanya celingak-celinguk mencari minuman yang dia ingini, “Ini dia.”
Setelah mendapat minuman kaleng yang dia inginkan, Georgino menutup kembali kulkas itu, lalu beranjak pergi.
“Mau kemana?” tanya Carissa melihat putra menuju ambang pintu dapur.
“Ke kamar,” jawab Georgino. “Aku mau mandi dulu,” lanjutnya lalu jalan keluar dari dapur.
Setelah menghilang dari pintu, Georgino menampakkan dirinya lagi dengan menyembulkan kepalanya di ambang pintu dapur, “Jadi dia ke sini sama adek ya?” Georgino bertanya lagi untuk memastikannya.
Carissa hanya mengangguk sambil menatap penuh tanya pada putranya, “Kenapa? Kamu ingin menyambutnya, makanya kamu tiba-tiba mau mandi.”
Georgino langsung mendelik, “Ya enggaklah.”
‘Memangnya siapa dia.’
“Jadi kenapa tanya-tanya gitu?”
“Nggak ada cuma mau memastikan sesuatu.” Georgino tampak tersenyum sumringah.
“Pastiin apa? Kamu ngomong yang jelas dong, pake teka-teki segala, kayak guru aja,” sarkas Carissa saat tidak memahami maksud perkataan putranya.
“Lebih tepatnya dosen, mama.”
“Bye. Gino mau mandi dulu.”
Georgino langsung melengos dan pergi dari dapur membuat Carissa merasa jengkel.
“Gino, biasakan jawab pertanyaan mama dulu, main tinggal pergi aja. Heran deh, entah sifat siapa yang ditirunya itu.”
Carissa menundukkan kepala melihat jam ditangannya yang sudah menunjukkan pukul 4.35 sore.
"Masih terkejar ini?"
Carissa pun bergegas untuk menyelesaikan masaknya bersama dua pelayan di sana. Kira-kira jam 5 sore nanti Sebastian—putranya akan pulang bersama dengan Clara jadi dia harus menyelesaikan masaknya sebelum keduanya dan suaminya tiba di rumah.
“Bisa tepos bokong gue kalau lama-lama duduk di sini,” gerutu Clara. Dia sedang menunggu seseorang di salah satu kursi beton yang tersedia tak jauh dari gerbang utama Universitas Kanigara sembari mengipas-ngipas karena kegerahan.‘Menunggu sesuatu yang sangat menyebalkan bagiku.’Clara justru jadi bernyanyi dalam hatinya.Seseorang yang diutus untuk menjemputnya belum menunjukkan tanda-tanda akan kedatangan dari orang tersebut.Kedua teman Clara sudah pulang duluan sekitar sepuluh menit yang lalu. Makanya Clara duduk sendirian di sana.“Kenapa lama sekali? Nggak tau apa menunggu itu capek banget,” hanya itulah yang bisa Clara lakukan, menggerutu lalu kesal sendiri.“Tau gitu, aku nebeng sama Tasya tadi.”Clara jadi melamun dengan tatapan yang memandang lurus ke arah gerbang.Lalu tak lama kemudian Clara menajamkan penglihatannya ketika melihat sebuah mobil mewah berwarna mer
‘Sebastian panjang umurnya,’ pikir Clara. Orang yang sedang mereka bicarakan akhirnya datang juga. Sementara Sebastian di dalam mobilnya dengan tatapan heran melihat Clara sedang menunjuk ke arahnya. “Ngapain lagi nih orang?” Di sisi lain, Carissa berjalan maju mendekati mobil itu membuat Sebastian jadi menghentikan mobilnya sejengkal tepat di depan mamanya. Terlihat Carissa langsung mengitari mobilnya menuju pintu tempat Sebastian berada. Sebastian menoleh ke samping melihat mamanya. “Ian... keluar mama bilang,” ujar Carissa sambil terus mengetuk kaca jendela mobilnya. Sebastian di dalam mobil mengabaikan perkataan mamanya, dia justru memalingkan wajah dan melihat ke arah Clara sedang memeletkan lidah ke arahnya, “Gue nggak tau dia sudah ngomong apa sama mama. Awas kau Clara.” Kemudian Sebastian menoleh ke samping dan melihat wajah mamanya, “Firasat gue nggak enak lagi.” “Ian buka pintunya,” perin
“Selamat datang di rumah kami sayang,” seru Carissa ketika pintu besar rumah itu sudah terbuka, “Semoga kamu nyaman menginap di sini ya.”Clara mengangguk pelan dan tampak ragu. Clara tidak tau apakah dirinya akan merasa nyaman atau tidak di sana apalagi mengingat ada Sebastian di rumah itu.Dan jangan lupa juga dengan calon suaminya. Siapa tau keduanya memiliki sikap yang tak jauh berbeda, sama-sama menjengkelkan.Ah... memikirkan itu Clara jadi mendadak merasa jadi tidak betah. Padahal dia akan memasuki rumah besar tersebut.‘Tidak-tidak, kau sendiri yang menyetujuinya Clara.’Karena menghargai Carissa yang berstatus lebih tua darinya, Clara jadi setuju untuk menginap beberapa hari di sana sembari menunggu kepulangan orang tuanya dari Bali.Raut wajah Clara yang tadi tampak sedang berkeluh kesah seketika berubah menjadi full senyum ketika memasuki rumah besar itu yang tampak seperti istana.Kini Clara berdiri tercengang merasa takjub melihat rumah besar milik keluarga Kanigara. Des
“Selamat datang di rumah kami sayang,” seru Carissa ketika pintu besar rumah itu sudah terbuka, “Semoga kamu nyaman menginap di sini ya.” Clara mengangguk pelan dan tampak ragu. Clara tidak tau apakah dirinya akan merasa nyaman atau tidak di sana apalagi mengingat ada Sebastian di rumah itu. Dan jangan lupa juga dengan calon suaminya. Siapa tau keduanya memiliki sikap yang tak jauh berbeda, sama-sama menjengkelkan. Ah... memikirkan itu Clara jadi mendadak merasa jadi tidak betah. Padahal dia akan memasuki rumah besar tersebut. ‘Tidak-tidak, kau sendiri yang menyetujuinya Clara.’ Karena menghargai Carissa yang berstatus lebih tua darinya, Clara jadi setuju untuk menginap beberapa hari di sana sembari menunggu kepulangan orang tuanya dari Bali. Raut wajah Clara yang tadi tampak sedang berkeluh kesah seketika berubah menjadi full senyum ketika memasuki rumah besar itu yang tampak seperti istana. Kini Clara berdiri tercengang merasa takjub melihat rumah besar milik keluarga Kanigar
“Apa yang kau lakukan, nak? Astaga.., kamu kan bisa tahan sebentar napa sampai kalian menikah?”Georgino langsung menjauhkan tubuhnya ketika mendengar suara mamanya, dan bersikap seolah tidak terjadi apa-apa diantara mereka berdua.Carissa meletakkan nampan berisi minuman dan makanan ringan ke atas meja lalu menghampiri Clara.Lalu tatapan yang nyalang tertuju pada Georgino, “Kamu mau apakan dia?” Carissa tak lupa memberi pukulan pada lengan kekarnya Georgino.Tanpa sadar Clara tersenyum tipis menyaksikan itu.“Gino nggak ngapain-ngapain dia.” Kemudian melihat ke arah Clara, “Tadi matanya kelilipan, terus dia minta tolong itu nge-check siapa tau ada yang masuk.”“Ya kan?” tanya Georgino sambil menatap Clara dengan intimidasi seakan menyuruh Clara untuk membenarkan ucapannya barusan.
Pagi hari sudah menyapa. Tidur Clara tampak terusik kala sinar matahari masuk dari celah-celah ventilasi jendela kamar menyapa wajahnya.Clara mendudukkan dirinya. Dia terdiam seakan sedang mencerna sesuatu, "Aku dimana? Ini bukan kamarku." kemudian Clara meneput keningnya, "Astaga."Clara baru mengingat kalau dia sekarang sedang berada dikediaman Kanigara.Di sisi lain di kediaman Kanigara, Georgino dan Sebastian sedang menikmati teh bersama di balkon. Tampak Georgino sedang menyesap teh sembari menatapi kolam renang dari tempatnya.Sementara Sebastian sedang mencoba memainkan bola kaki yang baru dia beli dengan beberapa skill-nya yang dia bisa.Mata Georgino memicing tajam saat ia melihat sesuatu yang menarik di bawah sana. Georgino lantas berdiri ingin melihat jelas ke bawah tempat Clara berada.Clara terlihat sedang berdiri di tepi kolam renang sambil tersenyum takjub.Sebastian menghentikan kegiatannya. Dia berjalan mengham
Seminggu telah berlalu, sejak kejadian Clara tercebur ke kolam dan membuat Reinard serta Carissa jadi marah kepada Sebastian.Hal itu mereka ketahui setelah melihat bola di dekat kolam dan juga pengakuan Clara ketika sudah sadarkan diri.Melihat ada raut penyesalan diwajahnya Sebastian, Clara pun mencoba mendinginkan suasana. Dia memaafkan Sebastian dan mengatakan kalau Sebastian tidak sengaja melakukan itu.Karena pembelaan dari Clara membuat Sebastian kini bahkan sudah menjadi bestie-nya Clara. Sejak kejadian itu mereka semakin dekat, tetapi berbeda dengan Georgino.Pria itu ternyata tidak pergi mendatangi kolam, melainkan pergi menuju kamarnya.Georgino benar-benar definisi pria kurang ajar.Di sinilah Clara sekarang menatap sinis ke arah pria kurang ajar tersebut.'Dia bahkan bersikap biasa saja,'Sekarang kedua keluarga yang akan bersatu itu berkumpul di meja makan di sebuah restoran mahal pilihan Carissa. Minus Seba
“Bisa pelan-pelan nggak om jalannya. Jangan samakan kakimu dengan kakiku." omel Clara kemudian matanya memperhatikan kakinya pria itu, "Kenapa kakimu terlalu panjang sekali sih om?” Dengan langkah tergesa-gesa Clara mengikuti Georgino yang menarik tangannya menuju parkiran. Sesampainya di mobilnya, Georgino langsung menyentak tangan Clara. “Bisa tidak jangan memanggilku om. Aku belum setua itu.” Clara mendongak ke atas, dia melihat raut kekesalan yang terpancar di wajahnya Georgino. “Mukanya jangan masam begitu om.” Clara terlihat ingin memukul wajah Georgino. “Masuk, aku akan mengantarmu.” “Kemana?” “Ke surga.” Berbicara panjang lebar dengan Clara memang menguras rasa kesabaran Georgino. Dia masuk ke dalam mobil, lalu berkata pada Clara, “Kau mau ku antar pulang atau masih bergabung ke sana.” “Jadi tujuanmu membawaku ke sini untuk pulang?” “Menurutmu?” Mereka sudah selesai makan, jadi untuk apa berlama-lama di sana. Georgino terlalu malas mendengar pembicaraan mengenai pe