‘Sebastian panjang umurnya,’ pikir Clara.
Orang yang sedang mereka bicarakan akhirnya datang juga.
Sementara Sebastian di dalam mobilnya dengan tatapan heran melihat Clara sedang menunjuk ke arahnya.
“Ngapain lagi nih orang?”
Di sisi lain, Carissa berjalan maju mendekati mobil itu membuat Sebastian jadi menghentikan mobilnya sejengkal tepat di depan mamanya.
Terlihat Carissa langsung mengitari mobilnya menuju pintu tempat Sebastian berada.
Sebastian menoleh ke samping melihat mamanya.
“Ian... keluar mama bilang,” ujar Carissa sambil terus mengetuk kaca jendela mobilnya.
Sebastian di dalam mobil mengabaikan perkataan mamanya, dia justru memalingkan wajah dan melihat ke arah Clara sedang memeletkan lidah ke arahnya, “Gue nggak tau dia sudah ngomong apa sama mama. Awas kau Clara.”
Kemudian Sebastian menoleh ke samping dan melihat wajah mamanya, “Firasat gue nggak enak lagi.”
“Ian buka pintunya,” perintah Carissa, “Atau nggak mama—”
Baru saja ingin mengeluarkan ancaman, pintu mobil sudah terbuka.
Carissa tampak marah dan kesal langsung memberi pukulan di lengan Sebastian. Tak hanya itu, bahkan Sebastian juga mendapat jeweran pedas dari mamanya hingga membuatnya meringis kesakitan
“Ampun ma, sakit,” teriak Sebastian sembari memegang telinga yang kena jeweran dari mamanya sementara tatapannya yang tajam tertuju pada Clara.
Clara ditatap begitu langsung menundukkan kepala karena ditatap penuh dendam oleh Sebastian.
Bukannya takut, hanya saja—you know-lah?
“Kenapa kamu ninggalin Clara? Kan mama menyuruh kamu untuk menjemputnya bukan malah ditinggalin?” omel Carissa setelah membebaskan Sebastian dari jewerannya.
Sebastian mengusap-usap telinganya dengan masih menatap tajam pada Clara, “Habisnya dia ngeselin banget. Terus dia sendiri kok yang bilang nggak mau naik ke mobilku.”
Clara membelalakkan matanya, otaknya buru-buru bekerja untuk membalas ucapan Sebastian, “Kayak mana aku mau naik ke mobil tan, wajah Bastian kayak nggak iklas mau numpangi aku.”
Lalu Clara menoleh ke arah Carissa, “Coba tante bayangkan ada diposisi aku. Kalau misalnya tante mau pergi shopping, terus tante lihat wajah om Reinard kayak nggak ikhlas gitu, tante masih mau naik ke mobil dan pergi shopping nggak?”
Carissa tampak sedang berpikir kemudian menjawab, “Ya enggaklah, udah hilang mood tante untuk shopping,” ucap Carissa sedikit lantang. Jika suaminya cuma bertahan 20 menit untuk menemaninya belanja tetap saja membuat Carissa merasa bete.
Sementara Sebastian masih berdiri tercengang ditempatnya. Dia merasa syok dengan mulut terbuka lebar setelah mendengar apa yang diucapkan oleh Clara barusan. Bisa-bisanya dia membawa papanya ke dalam masalah ini. Clara benar-benar definisi orang berbahaya, pikir Sebastian.
Bisa-bisa membuat papa, mamanya jadi perang gara-gara omongan Clara.
Sebastian jadi berpikir untuk tidak membiarkan abangnya menikah dengan gadis seperti Clara. Bastian memiliki tekad yang bulat untuk memikirkan cara agar Clara jangan sampai masuk dalam anggota Kanigara.
‘Tidak akan aku biarkan kau Clara bergabung di keluarga kami.’
Bola mata Sebastian melirik ke samping saat mendengar gadis itu kembali membuka suaranya.
“Jadi tante, yang terpenting Clara sudah sampai ke sini dalam keadaan baik-baik juga. Jadi Sebastian jangan dimarahin ya, kasihan dia.”
Cih. Sebastian berdecih dalam hati. Kasihan katanya.
Sebastian menatapinya dengan mata bombastic side eyes karena lagi-lagi dia berhasil dibuat tercengang oleh Clara.
Berbeda dengan Clara, dia tidak merasa takut ditatap seperti itu oleh Sebastian.
Clara menarik pelan lengan Carissa hendak mengajaknya untuk pergi masuk.
“Tan, ayo ke rumah. Clara haus tan, mau minum.”
Mendengar ucapan Clara, Carissa buru-buru berjalan menuntun calon menantunya masuk ke kediaman mereka.
Ini pertama kalinya Clara melangkahkan kaki. Jadi Carissa harus menyambutnya dengan baik. Harusnya. Tapi gara-gara ulah Sebastian, Carissa jadi merasa tidak enak hati pada Clara.
Sementara Sebastian menatap Clara bersama mamanya dengan perasaan kesal sembari berkacak pinggang. Dia menendang bebas ke udara untuk meluapkan rasa kekesalannya kepada Clara.
“Awas kau Clara.”
Kalimat ancaman itu keluar lagi dari bibirnya Sebastian, entah apa yang akan Sebastian lakukan untuk membalas gadis itu.
Sebastian masuk ke dalam mobil dengan membanting pintu mobilnya cukup keras lalu membawa mobil itu masuk ke dalam kediaman mereka.
“Baiklah, besok aku akan pergi ke sana.” Clara menutup panggilan telponnya. Clara menoleh ketika pintu kamarnya terbuka. Ada Georgino yang berdiri di sana lalu berjalan pelahan memasuki kamar.Seperti tidak ada niat untuk menyambut kepulangan sang suami, dia melangkah acuh menuju kasur dan duduk ditepi ranjang kemudian memainkan ponselnya.Georgino di dekat meja untuk meletakkan tas kerjanya di sana.“Apa masih sakit?”Clara tidak menjawab, dia sibuk memainkan ponselnya. Georgino mendekat, "Hei", panggil Georgino. "Aku sedang berbicara denganmu.”"Oh. Kau memanggilku— sorry, saking sibuknya dengan ponsel.” Clara berpura-pura seakan-akan tidak mendengarnya tadi.Clara mengalihkan pandangannya dan jadi salah tingkah karena Georgino hanya diam namun terus memandangnya dengan tajam. “Kenapa kau menatapku seperti itu?” Clara tidak tahan lagi saat ditatap seperti itu oleh Georgino.Pria itu mengabaikannya, Georgino masih menatap Clara dengan intens. "Apa masih sakit?" Georgino kembali bert
“Ra, bisa diam napa, gue jadi pusing lihat lo mondar-mandir gitu.”Karina menoleh menghadap Tasya lalu menatap Clara lagi. “Betul tuh. Apa udah nggak sakit lagi. Lo kan baru siap coblos semalam?”Keduanya sedari tadi sibuk memperhatikan Clara yang mondar-mandir seperti setrika sejak mereka memberitaukan bahwa Georgino bersama Kiara diperpustakaan.‘Sial. Udah dapat enaknya aja, berani juga dia asik-asik’an dengan si Kiara itu.’“Kalian tidak berbohong, kan? Mereka nggak ngapa-ngapain, kan?” tanyanya yang tidak tahan lagi karena penasaran di dorong rasa cemburu. Maybe.“Tadi sih nggak ada. Cuma Kiara aja nabrak kak Darian habis itu dia pergi, makanya kami bisa bertemu dengan pak Gino.” sahut Karina.“Tapi bisa aja, kan pas kita pergi dia jumpai pak Gino lagi.” timpal Tasya membuat Karina terlebih Clara menatap heran ke arah gadis itu.“Lo kok gitu sih Sya.” Karina memukul kakinya Tasya.Tasya terkekeh ditempatnya melihat Clara yang sudah meringkuk di sofa panjang di depannya. Dari waj
Clara sudah berada di dalam kamarnya lagi tengah berbaring memeluk gulingnya dengan erat sembari memikirkan sesuatu yang membebani pikirannya.“Kenapa ya? Heran aja gitu, tumben-tumbenan aja dia mau balik ke sini. Biasa juga harus dipaksa dulu, itupun kalau boleh dihitung biasanya cuma setahun sekali, udah kayak anniversary aja.” Clara bergumam pelan.Suara ketukan pintu membuat Clara menoleh ke arah pintu. “Siapa?” Clara bertanya pada dirinya sendiri. “Mama kan baru pergi lagi? Apa bibi? Tapi ngapain?”Meski merasa malas, Clara memaksa dirinya berjalan membuka pintu kamar. Saat pintu terbuka, Clara dengan wajah melongoh terkejut melihat kehadiran kedua sahabatnya.“Hai.” sapa Karina.“Kalian sejak—Maksudku ngapain kalian kesini?”Karina tidak menjawab, dia tersenyum-senyum sendiri karena sikap Clara yang sangat menggemaskan saat ini. Clara terlihat lucu dimatanya kalau sedang dalam mode blo-on“Gila. Rumah suami lo besar juga ya. Rumah orang tua gue nggak ada apa-apanya.” decak Karin
“Semoga tim kak Darian menang. Sayang kita nggak bisa datang, mana si Clara juga ijin nggak masuk lagi.” tutur Karina.“Katanya sih sakit.” timpal Tasya. “Tapi sumpah deh aku jera kalau mau ngajak dia ke bar lagi. Tatapan pak Gino waktu itu seram. Untung si Clara bertingkah, jadi bisa ngalihin perhatian dia.”“Masa sih.” seru Karina tidak percaya.“Kau mah nggak tau. Kan kau lagi mabuk juga waktu itu.”Di kampus, Tasya dan Karina sudah berjalan keluar dari gedung fakultas mereka. Untuk hari ini mereka hanya satu jadwal matkul saja. Jadi setelah tidak memiliki kegiatan lagi.“Kita mau kemana?”“cari makan dulu, siap itu kita pergi lihat Clara.”“Memang kau tau dia tinggal dimana?”“Kan bisa ditanya nanti sama Clara lewat telpon, kalau nggak sharelock.”Langkah keduanya mendadak terhenti ketika melihat sosok pria yang sangat dia kenal.“Pak Gino.”Tasya dan Karina saling tatap-tatapan. Sepertinya pikiran mereka saling terhubung hingga tanpa dikomando terlelebih dahulu, baik Karina dan
“Apa yang kau kau lakukan di dalam sana? Udah lumutan aku gara-gara nungguin kalian.”Georgino malas menanggapinya, dia menatap Haris dengan raut wajah datar. “Berisik.” ucapnya singkat, namun wajahnya tampak begitu kesal. “Kalau kau memang nggak mau kerja samaku lagi mending kembali ke Singapura sana.”Haris mencebikkan bibirnya. “Santai napa bos. Sensi amat.”Georgino mengulurkan tangannya mengambil paper bag yang dipegang sama Haris. Dia membukanya untuk memeriksa barang yang dibawakan oleh asistennya itu.“Pakaian dari rumah, kan?”“Iya. Aku mana tau ukuran baju istrimu, jadi mending ke rumah aja, eh syukurnya ada nyonya besar di rumah. Jadi gampang deh, yang susahnya cuma nungguin kalian di sini.”“Orangtuaku udah pulang?” Georgino mengabaikan ucapan terakhir dari Haris.“Sudah, makanya pakaian nona Clara mamamu yang ngambilin.”“Oke, terima kasih. Kalau begitu kau boleh pulang.”“Tentu saja... eh tapi kalian mau pulang sekarang, kan? Mamamu tadi nanyain. Kau sih orang nelpon ngg
Keesokan harinya Clara terbangun dari tidurnya, dia memegang kepalanya yang serasa mau pecah. Sementara disebelahnya, Georgino merasa masih ngantuk, langsung menarik Clara ke dalam dekapannya. "Jangan bergerak. Lebih baik kau tidur lagi.”Mendengar suara serak Georgino membuat mata Clara melotot sempurna. Dia menoleh dan melihat Georgino dalam keadaan shirtless alias bertelanjang dadanya.Merasakan ada sensasi hangat yang terhantar karena tubuh mereka saling bersentuhan, sontak Clara menyibak selimut dan melihat tubuhnya dalam keadaan polos yang sedang didekap oleh Georgino.“Akkkhhh.”Clara menjerit kala melihat sesuatu tersembunyi di dalam selimut dan sukses membuat Clara kembali menutup selimutnya. Clara segera terduduk membuat tidur Georgino jadi terganggu.“Kenapa kau berisik sekali?!”“Apa yang sudah kau lakukan padaku?” cecar Clara dengan tatapan sinis bercampur marah.“Memangnya apa yang sudah kulakukan padamu?”Clara menggeram tak percaya. Ingin bertanya, justru pria itu ya