Share

Bab 4. Jadi Nikah

Penulis: Siti Aisyah
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-16 12:56:02

Aku mengusap air mata yang terus mengalir dengan jari tangan. 

Aku pasrah dengan takdir ini. 

Sekali lagi kupandang Kak Sitha yang terus menempel di tubuh Arka. 

Melihat Arka yang menggenggam erat tangan Kak Sitha, membuatku semakin yakin untuk menerima Wiji. Dengan begini, aku jadi tahu kalau ternyata Arka adalah orang yang tidak teguh pendirian. 

"Bagaimana kalau pernikahan kalian kita adakan barengan saja." Bapak yang dari tadi diam saja akhirnya angkat bicara. 

"Enggak mau, biarkan Endah menikah lebih dulu sekarang juga agar ia bisa pergi secepatnya dari sini dan aku bisa memiliki Arka seutuhnya. Sudah muak melihatnya setiap hari." Kak Sitha masih menggelayut manja di lengan Arka. 

Tanganku mengepal ke bawah mendengar ucapan Kak Sitha barusan. Bisa-bisanya ia bilang muak melihatku setiap hari. Kalau boleh jujur seharusnya aku yang muak punya kakak kandung perempuan seperti dia yang layak disebut benalu bagiku. Tidak sadarkah ia kalau selama ini akulah yang sudah membuatnya bisa makan dan cantik seperti ini? Bisa apa dia tanpa aku? 

"Sitha, kamu yang usianya lebih tua sebaiknya menikah lebih dulu dari pada adikmu. Anak perempuan tidak baik jika sampai dilangkahi adiknya. Pamali kalau menurut kepercayaan kita." Ibu mengusap pundak Kak Sitha dengan lembut. 

"Enggak apa-apa Endah menikah lebih dulu karena sudah darurat sedangkan aku dan Mas Arka harus merencanakan pernikahan kami sebaik-baiknya. Iya, kan, Mas?" 

Aku melengos saat melihat Kak Sitha menatap lelaki yang pernah berjanji akan menikahiku itu. Jangan ditanya bagaimana perasaanku saat ini? Sudah pasti sangat sakit seperti luka yang ditaburi garam. 

"Bukan masalah itu, Nak, tetapi tidak baik kalau kamu sampai dilangkahi," kata ibu lembut. 

"Kenapa? Ibu takut aku tidak laku jika Endah lebih dulu? Kekhawatiran seperti itu hanya berlaku bagi seorang kakak perempuan yang wajahnya jelek sedangkan aku sudah punya pasangan yaitu Mas Arka," kata Kak Sitha tanpa menjauh dari Arka. "Begini, Bu, aku mau pernikahanku nanti diadakan secara besar-besaran agar lebih berkesan dan dapat dikenang nantinya kalau perlu disiarkan secara langsung di stasiun televisi," ucap Kak Sitha dengan percaya diri. 

"Sudahlah, Bu. Aku siap untuk menikah dengan Wiji sekarang juga," ucapku mantap.

Aku tersenyum getir dan mengusap air mata dengan kasar. Melihat Arka yang tiba-tiba memilih Kak Sitha membuatku semakin mantap untuk lepas darinya. Lelaki plin-plan seperti dia tidak pantas untuk dipertahankan. 

"Nah, gitu dong. Kamu itu memang seharusnya sadar diri kalau perempuan jelek, ya, jodohnya dengan lelaki jelek. Sudah, Pak, ayo nikahkan Endah sekarang juga," ucap Kak Sitha semringah. 

Demi aku segera menikah malam ini, Kak Sitha sampai mendesak Arka agar meminjamkan uang pada Wiji sebagai mahar meski orang tua Wiji tidak meminta. 

"Aku tahu kalian pasti ragu untuk menikahi Endah karena tidak membawa uang untuk membayar mahar, kan?" kata Kak Sitha. "Ya ya ya, meskipun sebenarnya menikah tanpa mahar tetap sah, tetapi kasihan juga kalau adikku satu-satunya yang paling kusayangi harus nikah tanpa mahar." Kak Sitha berkata sambil tertawa lebar. 

Kak Sitha mengulurkan tangan lalu mengusap pipi Arka. "Tenang, kalian tidak perlu khawatir, calon suamiku yang notabebe adalah anak Pak Lurah yang kaya raya akan memberikan pinjaman. Satu juta cukup, kan, ya? Haha, untuk wanita sepertimu tidak perlu mahar yang banyak,"

Aku menelan ludah yang terasa berat, malu aku dengan keluarga Mas Wiji atas ucapan kakakku sendiri. 

"Iya, saya memang tidak membawa uang cash karena tidak tahu kalau akan ada acara seperti ini," ucap calon mertuaku. 

"Alah, bilang saja kalau memang nggak punya uang. Ya, aku tahu mobil kalian memang bagus, tetapi siapa tahu itu hanya mobil rental, kan?" ucap Kak Sitha sinis. 

Astaghfirullah. Aku hanya bisa mengelus dada mendengar hinaan yang dilontarkan Kak Sitha kepada orang yang tidak pernah kami kenal sebelumnya ini. 

Ayah dan ibunya Wiji hanya menanggapi  senyuman dengan hinaan Kak Sitha. Entahlah, dua orang itu sama sekali tidak membalasnya. 

Lalu, ibunya Wiji merangkul pundakku dan memintaku agar tidak menggubris ucapan Kak Sitha dan segera mempersiapkan diri untuk pelaksanaan ijab qabul mendadak ini. 

"Saya terima nikah dan kawinnya Endah Ayuning Tyas binti Marwan dengan Mas kawin uang sebesar satu juta rupiah dibayar tunai,"

Suara sah menggema di ruangan yang  sudah sesak di penuhi orang ini setelah kalimat sakral itu terucap dari mulut Wiji dengan lantang dan hanya satu tarikan napas.Jantungku berdegup kencang saat lelaki itu menjabat tangan bapak sebagai pertanda kalau aku dan dia sudah sah menjadi pasangan suami istri meski hanya nikah sirri, tetapi dalam hati aku bertekad akan menjadikan ia suamiku satu-satunya. 

Aku menoleh dan segera mencium tangan lelaki yang kini sudah halal kusentuh itu. Sengaja kucium tangannya dalam waktu yang lama karena aku sambil berdo'a. Ya, kali ini do'aku tidak muluk-muluk, aku hanya berharap agar aku dapat mencintai dan dicintai sepenuh hati oleh pasangan sendiri. 

Keringat dingin bercucuran di pelipis ketika Wiji mencium keningku usai aku mencium tangannya. Ini seperti mimpi bagiku, malam ini aku sudah berubah status menjadi seorang istri. 

"Jangan lupa uangnya Mas Arka yang digunakan untuk membayar mahar segera dikembalikan!" ucap Kak Sitha setelah acara selesai. 

Darahku mendidih dan tangan ini rasanya ingin membungkam mulut pedasnya itu, tetapi sepertinya Mas Wiji tahu apa yang kurasakan. Ia menggengam erat tanganku seolah-olah mengatakan agar aku bersabar. 

Kuhela napas perlahan dan mengurut dada untuk membuang rasa sesak yang semakin menghimpit. 

"Kalau masalah itu, Mbak tidak usah khawatir, kami pasti akan mengembalikannya," ucap wanita yang kini sudah menjadi ibu mertuaku. 

"Jangan lama-lama, ya."

"Iya, sebenarnya kami bisa saja mengambil uang di ATM, tetapi sepertinya di sini nggak ada ATM, ya?" ucap ayah mertua.

"Bagaimana kalau saya memberikan ini sebagai jaminan." Wanita yang masih terlihat cantik di usianya yang mungkin sudah tidak muda lagi itu melepaskan sebuah gelang yang melingkar di pergelangan tangannya. 

Kak Sitha mengambil benda berkilau itu dan menelitinya dengan seksama. Ia membolak-balik benda bundar itu. 

"Apakah emas ini asli atau hanya imitasi?" tanya Kak Sitha dengan pongah. 

    

    

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Arnie. R
lah, daripada minjem uang sejuta, mending gelang itu dipakai mahar......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   ending

    Sintya sudah tidak pernah datang lagi mengganggu kami. Yang paling menbuatku lega adalah hari ini ia akan melangsungkan pernikahan dengan Irgi. Setelah orang tuanya meninggal, memang hanya Irgi yang selalu datang ke rumahnya. Awalnya hanya karena kasihan, tetapi lama-lama tumbuh benih-benih cinta di antara keduanya. Ya, cinta terkadang datang dengan orang yang tidak pernah kita duga sebelumnya, seperti Irgi yang pada akhirnya berhasil mendapatkan cinta Sintya. "Selamat menempuh hidup baru, Sin. Semoga bahagia selalu," ucapku sambil menjabat tangan Sintya yang mengenakan gaun pengantin berwarna putih itu. Wanita itu terlihat sangat cantik. Sintya dan Irgi baru saja melangsungkan pernikahan yang diadakan secara sederhana. Tamu undangan yang datang juga tidak banyak karena hanya keluarga inti saja. "Aku janji tidak akan pernah mengganggu kalian berdua lagi," ucap Sintya dengan tangan menggelayut manja di lengan lelaki yang baru saja dah menjadi suaminya. Mas Wiji tertawa," Kenapa? S

  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   Do'a Sintya terkabul

    "Mas kamu punya utang padaku," ucapku saat kami baru saja selesai makan malam bersama. "Utang apa?" "Utang penjelasan dari mana saja tadi? Apalagi ditelepon juga susah. Memangnya ke mana dan sedang apa sehingga harus ponselnya dimatikan segala? Kamu nggak ada niat untuk mengkhianati aku, kan, Mas?" tanyaku lirih. Mas Wiji tersenyum, "Enggak usah curiga, aku nggak mungkin akan mengkhianatimu. Tadi aku ke rumah Sintya dan mengenai ponselku yang mati, tadi kehabisan baterai, belum sempat untuk charge.""Apa? Ke rumah Sintya?" Aku tersedak mendengar ucapannya kali ini. Entah apa lagi yang sudah direncanakan dan dilakukan Sintya sehingga dia berhasil membuat suamiku datang ke rumahnya apalagi sampai harus mematikan ponselnya. Bukan hanya aku yang kaget, mama juga." Buat apa lagi kamu ke rumah penipu itu, Ji. Mama sudah peringatkan berulang kali agar tidak berhubungan lagi dengan wanita itu kalau tidak mau terjerat rayuannya. Kamu harus fokus dengan kesehatan Endah yang sedang hamil,"

  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   Wiji Pergi

    Aku baru saja bangun dan kulihat ini sudah siang. Tadi sehabis salat Subuh tidur lagi meskipun aku tahu itu tidak baik bagi kesehatan, tetapi badanku terasa sakit semua. Benar kata mama, meskipun tidak meninggalkan bekas luka, tetapi setelah insiden belajar mengendarai mobil dan menabrak orang itu membuat badanku sakit semua. Ah, seharusnya aku menurut kata mama, badan pegal seperti ini harus dibawa ke tukang urut. Mas Wiji sudah rapi dengan kemeja berwarna krem. Hari ini ia akan ke kampus untuk bertemu dosen pembimbing terkait skripsi yang sedang ia tulis. "Belajar naik mobilnya nanti setelah aku pulang dari kampus, ya." Mas Eiji membungkuk dan mencium keningku. Aku masih berselimut dan enggan untuk bangun. Aku menggeleng, "Aku nggak mau belajar menyetir lagi, Mas. Takut nabrak orang lagi." "Dengar, ya, Sintya itu bukan tertabrak, tetapi memang sengaja menabrakkan diri. Jadi, itu bukan salahmu maupun salahku yang sudah mengajarimu." Mas Wiji menowel hidungku perlahan. "Aku teta

  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   Dia Sintya

    Mas Wiji segera membawa masuk wanita yang sudah tak sadarkan diri setelah beberapa saat itu. Beberapa orang datang membantu kami dan meminta kami untuk membawa korban ke rumah sakit. "Biarkan aku yang menyetir, Ndah," ucap Mas Wiji buru-buru. Aku mengangguk dan menuruti permintaan Mas Wiji agar aku duduk di belakang bersama sang korban yang merupakan mantan kekasih Mas Wiji. Ya, orang yang sudah kutabrak itu adalah Sintya. Entah sedang apa dia berada di sini dan kenapa harus menyeberang saat aku tengah belajar mengemudi. Ini hanyalah kebetulan kah? Mas Wiji mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang menuju rumah sakit terdekat. Untunglah Sintya tidak mengalami luka yang cukup serius karena aku mengemudi dengan cukup pelan. Ia hanya terluka pada bagian pelipis dan tangan serta kaki yang lecet akibat terkena aspal jalanan. Mata Sintya perlahan terbuka, aku segera mendekatinya, "Maafkan aku, Sin." Aku menggengam jari tangannya yang tidak terdapat jarum infus. "Seharusnya aku yang m

  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   Hadiah

    Sintya pulang dengan menghentakkan kaki ke lantai cukup keras. Rasa kesal begitu terlihat dari raut wajahnya. Mas Wiji hanya menggeleng melihat wanita yang pernah ada di hatinya itu. "Kamu kenapa, Ndah? Kenapa mukanya pucat gitu? Jangan bilang kalau takut dengan ucapan Sintya tadi. Hayoo ngaku?" Mas Wiji mengusap kedua pundakku saat kami berdiri berhadapan. Ia cengengesan. "Ucapan yang mana?" "Tentang dia yang akan meminta bantuan dukun agar aku mau kembali padanya. Iya, kan?" Aku mengangguk samar. Tidak munafik jika apa yang dibilang Mas Wiji itu benar. Bukannya aku mau percaya dengan yang begituan di zaman modern seperti sekarang, tetapi kasus meminta bantuan jin agar pikiran seseorang menjadi condong pada target seperti itu memang ada. Mas Wiji tersenyum, lalu mengusap kedua pipiku, "Kamu nggak usah khawatir, sekuat apa pun Sintya mencoba membuatku kembali padanya, cintaku padamu tidak akan pernah goyah. Lagi pula, ia adalah wanita modern yang tidak akan melakukan hal konyol i

  • MENIKAHI PRIA BURUK RUPA   Cemburu

    Mas Wiji menghela napas perlahan lalu mengamati wanita itu dari ujung kepala dari ujung kaki. Cantik, pasti pujian itu yang pantas diucapkan untuknya. Jantungku berdebar tidak karuan menanti kata-kata yang akan keluar dari mulut suamiku. Apakah aku harus pasrah saat cinta pertamanya datang lagi sekarang dan membiarkan cinta lama itu bersemi kembali? Tidak, aku tidak pernah merasa memisahkan mereka karena Mas Wiji datang saat ia sudah tidak punya ikatan lagi dengan wanita itu, bahkan ia bilang semua orang menjauhinya waktu itu. "Endah, dulu, aku sangat mencintai Sintya." Akhirnya kata-kata yang kutakutkan itu keluar juga dari mulut Mas Wiji. "Tentu saja dan aku juga sangat mencintai Wiji. Kami adalah pasangan yang paling serasi waktu itu. Wiji tampan dan aku cantik. Namun, sayang dia harus mengalami kecelakaan sehingga wajahnya rusak. Bukan salahku, kan, kalau aku harus meninggalkannya? Mana ada wanita yang mau punya pasangan jelek," ucap Sintya dengan percaya diri. Aku melirik ma

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status