Share

Rencana

"Kenapa foto ini bisa ada di sini? Ini aku, kan?" Kuambil fotoku yang sedang melayani pelanggan di warung itu dan mengangkatnya ke udara.

"Iya, maaf. Aku sudah mengambil gambar kamu tanpa izin. Ia menggaruk tengkuknya." Kamu marah?" tanya lelaki yang sudah resmi menjadi suamiku itu.

"Marah, tetapi sedikit, toh, aku juga tidak rugi." Kuamati dengan seksama wajah dalam foto yang terlihat lelah itu.

"Terima kasih, ya, berkat foto itu aku jadi bersemangat. Aku merasa seolah-olah kamu menemaniku."

"Seharusnya kamu bilang kalau mau ambil foto sehingga aku bisa dandan dulu dan tersenyum saat difoto, bukan seperti itu. Tuh lihat, mukanya aja kusam dan terlihat berminyak karena berkutat dengan wajan penggorengan dan berhadapan dengan minyak panas seharian. Rambut juga diikat asal serta hanya memakai kaus oblong longgar. Kalau kamu bilang mau ambil gambarku, aku bisa mandi dulu kalau perlu memakai baju paling bagus yang kupunya." Kuletakkan kembali foto itu ke tempat semula.

Mas Wiji tersenyum. "Bagiku, kau adalah wanita paling cantik di dunia ini."

Pipiku menghangat mendengar ucapannya.

"Sekarang kamu mandi dulu dan ganti baju. Setelah ini kita ke bawah untuk menemui papa dan mama yang sudah menunggu," titahnya sambil duduk dan mengusap bahuku pelan.

Wiji menunjukkan sebuah pintu yang terletak di sebelah kiri ruangan. Hm, di dalam kamar saja ada kamar mandi pribadi. Kalau seperti ini tidak akan ada yang namanya antri seperti di rumahku saat masih di desa. Setiap hari pasti ada drama di kamar mandi. Semua minta duluan, apalagi Kak Sitha yang selalu ingin menang sendiri.

Kuputar handle pintu dan mendorongnya, tetapi kututup kembali karena ingat tas yang berisi baju ganti milikku masih ada di mobil.

"Aku ke bawah sebentar, ya, mau ambil baju ganti di mobil."

"Itu." Mas Wiji menunjuk tas ransel milikku.

"Siapa yang membawanya ke sini, Mas?"

"Tadi aku sudah minta bantuan Mbok Sum untuk membawanya ke mari." Lelaki itu tidak melepaskan pandangannya dariku.

"Terima kasih, ya." Segera kuambil tas yang dulu kupakai untuk sekolah itu. Sebuah tas yang warnanya sudah memudar, seharusnya hitam menjadi abu-abu.

Kuguyur tubuhku di bawah shower, segar sekali. Untunglah saat aku pergi study tour saat SMA pernah menginap di hotel sehingga sudah bisa menggunakan kamar mandi yang berbeda dengan saat di desa ini. Bisa malu kalau sampai tidak tahu.

Mandi sudah selesai dan aku lekas ganti baju. Rok model payung di bawah lutut berwarna hijau tua dipadukan dengan kaus oblong berwarna putih sudah melekat di tubuhku. Aku keluar kamar dengan memeluk tubuhku sendiri karena kedinginan.

"Maafkan aku, Ji. Hanya ini pakaian paling bagus yang kupunya." Aku berjalan mendekatinya yang kini sudah duduk di tepi ranjang.

"Cantik." Ia manggut-manggut.

"Yakin gak papa aku menemui Pak Aditya dan Bu Marissa dengan penampilan seperti ini?"

"Panggil mereka papa dan mama, oke. Besok kita beli baju. Yuk." Mas Wiji bangkit dari duduknya seraya menggamit lenganku dan kami berjalan beriringan keluar.

Papa dan mama mertua masih menunggu di bawah. Mereka tersenyum melihat kami yang masih berada di undakan tangga.

"Diminum dulu, nanti keburu dingin," ucap mama mertua setelah kami duduk.

"Panas sekali, Ma. Aku pikir sudah dingin karena sudah dari tadi." Aku mengibaskan tangan saat menyentuh gelas yang terasa seperti membakar kulit.

Mama tertawa." Maaf, tadi sudah kuminta Mbok Sum untuk ganti karena yang tadi sudah dingin. Mana enak minum susu jahe dingin."

"Terima kasih, Bu, eh, Ma." Kuseruput pelan-pelan minuman berwana putih dan seketika rasa hangat menjalar di tenggorokan.

"Wiji, kami sudah berencana untuk mengadakan pesta pernikahan kalian bulan depan." Papa mertua memulai obrolan.

"Apakah itu harus, Pa? Kita sudah menikah tadi?" tanya Mas Wiji masih dengan gelas di tangan.

"Iya, tetapi kalian baru nikah siri, artinya hanya sah di mata agama saja, sedangkan Papa maunya kalian nikah secara negara juga agar pernikahan kalian tercatat. Lagi pula, agar semua orang tahu kalau kalian ini pasangan suami istri agar tidak digunjing masyarakat nantinya." Lelaki berkumis tipis itu berbicara serius.

Aku terharu mendengar ucapan papa mertuaku yang tidak mempermasalahkan punya menantu dari kasta yang berbeda. Aku pikir orang kaya hanya mau punya besan yang sederajat dengan mereka.

"Aku tidak mau nikah secara resmi dulu, Pa." Sanggah Mas Wiji yang membuat kami kaget.

"Kenapa? Bukankah kamu sangat mencintai Endah?" tanya mama mertua dengan nada tinggi.

"Yang penting ia sudah menjadi istriku sekarang."

"Wiji, nikah siri memang boleh dan sah, tapi kasihan Endah karena nikah siri tidak punya kekuatan hukum. Kamu bisa meninggalkannya kapan pun kamu mau tanpa harus repot dan papa tidak mau punya anak yang seperti ini. Kalian harus nikah secara resmi secepatnya!" imbuh papa mertua yang membuatku merasa bersyukur dipertemukan dengan orang baik seperti mereka.

"Pokoknya aku mau kami seperti ini dulu. Nggak perlu buru-buru nikah tercatat apalagi sampai harus mengadakan pesta untuk merayakannya."

Kenapa Mas Wiji harus menolak menikah resmi? Apakah ia mulai ragu untuk menjalani rumah tangga denganku yang hanya bocah ndeso ini? Ya Allah, padahal aku sudah mau menerima dia apa adanya.

Aku menggigit bibir bawah dan melirik Mas Wiji yang sedang terlihat tegang mendengar ucapan papanya tadi.

"Yakin kamu nggak mau menikahi Endah secara resmi?" tanya papa mertua.

"Iya, Pa."

"Kalau begitu, Endah tidak boleh keluar rumah selama di sini karena Papa takut menjadi gunjingan tetangga karena kamu sudah menyimpan seorang perempuan di rumah. Apa kata orang-orang nanti, Wiji? Bagaimana kalau nanti Endah terlanjur hamil?"

Mas Wiji tertawa." Papa nggak perlu khawatir Endah hamil karena aku tidak akan mencampurinya?"

What? Dia bilang tidak akan mencampuriku di saat aku sudah sah menjadi istrinya? Ada apa ini? Jangan-jangan Mas Wiji memang hanya ingin membawaku pergi dari keluargaku yang tidak pernah menyayangiku. Ya, Ia memang tahu kalau bapak selalu pilih kasih padaku. Namun, tadi ia bilang mencintaiku, bahkan sampai mengambil fotoku secara diam-diam? Argh, bingung aku.

Komen (6)
goodnovel comment avatar
asnawati Wati
baru aja seru baca cerita nya...dah minta buka kunci
goodnovel comment avatar
Show Nature
sip kak lanjut
goodnovel comment avatar
Dewi Suminar
buat baca 30 bab terbaru di butuhkan berapa koin ni
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status