Share

Ulah Renita

Sandy menghembuskan napasnya, lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Setelah itu ia memutuskan untuk menjatuhkan bobotnya di sofa. Sandy akan menunggu sampai Sabrina pulang. Ia harus bisa mengambil hati putrinya kembali. Dan semoga saja Renita dan Killa tidak berulah. 

Selang beberapa menit Ayuna datang dengan membawa secangkir kopi. Sandy tersenyum, karena ternyata istrinya masih peduli padanya. Sandy pikir Ayuna akan lupa dengan kewajibannya, tapi ternyata tidak. Justru Renita yang tidak pernah ingat akan kewajibannya sebagai seorang istri. Alasannya, karena hamil.

"Terima kasih," ucap Sandy, sementara Ayuna hanya mengangguk.

"Oya, kapan jadwal kamu kontrol ke dokter kandungan lagi?" tanya Sandy. Mendengar itu Ayuna mengangguk, lantas duduk dengan perlahan.

"Hari senin besok, mas. Memangnya kenapa." Ayuna balik bertanya, mendengar itu Sandy sedikit terkejut. Istrinya yang sekarang sedikit berubah setelah ia menikah lagi.

"Mas temenin ya, mas juga ingin tahu bagaimana perkembangannya. Mas janji akan meluangkan waktu untuk nenenin kamu," kata Sandy dengan penuh semangat. Melihat raut kebagiaan di wajah suaminya, membuat Ayuna tersenyum. Tapi perlahan senyum itu sirna, saat Ayuna sadat jika suaminya bukan lagi miliknya seutuhnya.

"Tidak usah berjanji, mas. Aku juga tidak memintamu untuk menemaniku, lebih baik kamu fokus saja dengan kehamilan Renita," sahut Ayuna dengan begitu tenang, bahkan wanita itu sempat tersenyum. Entah itu senyum apa, Sandy benar-benar heran dengan istrinya yang satu ini.

Sandy menghembuskan napasnya, lalu bangkit dan duduk di sebelah istrinya. "Sayang, mas sangat mencintai kamu. Mas minta maaf karena sudah menghianati pernikahan kita. Tapi perlu kamu tahu, mas hanya mencintai kamu dan di hati mas hanya ada nama kamu."

Ayuna diam, mungkin dulu hatinya akan berbunga-bunga mendengar pernyataan itu. Tapi sekarang, hatinya yang sudah terluka, membuat Ayuna harus berpikir dua kali. Laki-laki yang Ayuna anggap setia, ternyata tidak ada bedanya dengan laki-laki di luaran sana. Ayuna tidak akan luluh lagi, seperti pertama kali Sandy mengutarakan perasaannya dulu.

"Aku tahu kalau kamu memang mencintaiku dan hanya ada namaku di hati kamu, mas. Tapi sekali berhianat, tidak aada jaminan untuk melakukannya lagi. Sekali berbohong, pasti kedepannya akan kembali berbohong. Karena apa yang kamu lakukan itu, merupakan penyakit yang setia waktu akan kambuh lagi," ungkap Ayuna. Sandy yang mendengar itu seketika diam. Ternyata apa yang dilakukannya benar-benar fatal, Ayuna sudah tidak lagi mempercayai dirinya.

"Ya sudah, mas. Aku mau ke belakang dulu." Ayuna hendak bangkit, tapi dengan cepat Sandy menahannya.

"Tunggu, mas ingin mencium perut kamu." Sandy meminta agar istrinya berdiri tepat di hadapannya. Ayuna membiarkan suaminya melakukan keinginannya itu, toh mereka masih sah menjadi sepasang suami-istri.

"Sayang, apa kabar. Papa sudah tidak sabar ingin melihatmu lahir ke dunia ini. Di dalam jangan nakal ya, jangan buat bunda sakit atau lelah." Sandy mengusap perut buncit istrinya, lalu menciumnya dengan penuh kasih sayang.

"Mas, aku mau ke belakang dulu." Ayuna bergegas meninggalkan suaminya yang masih duduk di ruang tengah. Melihat istrinya yang terburu-buru pergi, membuat Sandy merasa heran. Ia merasa jika Ayuna sedang berusaha untuk menghindarinya.

***

Hari telah berganti, hari minggu ini Sandy akan membawa putrinya untuk jalan-jalan. Awalnya Sabrina menolak, bocah perempuan itu benar-benar masih kecewa dengan ayahnya. Tapi setelah Ayuna bujuk, Sabrina akhirnya bersedia, bagaimanapun Sandy ayahnya. Dan Ayuna tidak akan mengajarkan kebencian terhadap putrinya.

Selama Sabrina pergi dengan ayahnya, Ayuna memutuskan untuk mengecek beberapa pekerjaan yang sempat terbengkalai. Ya, meskipun Ayuna tengah hamil, tapi ia tetap bekerja. Sandy pernah melarang istrinya untuk berhenti bekerja, tapi Ayuna menolak, yang terpenting ia bisa membagi waktu antara bekerja dan mengurus suami serta anak.

"Kenapa perasaan aku tiba-tiba tidak enak ya." Ayuna membatin, wanita berjilbab itu tiba-tiba merasakan perasaan tidak enak.

"Ah, mungkin ini hanya perasaan aku saja." Ayuna bergumam, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.

Di lain tempat saat ini Sandy tengah mengajak putrinya untuk berkeliling. Awalnya Killa ingin ikut, tapi Sabrina melarang, beruntung bocah perempuan itu tidak marah. Tapi tetap saja Sandy merasa was-was, khawatir nantinya akan ngambek atau marah.

"Sayang, nanti mampir ke rumah Killa ya. Soalnya papa mau nganterin pesenan tante Renita dulu. Tadi tante Renita pesen rujak," ujar Sandy. Kini mereka tengah berada di sebuah restoran untuk makan siang.

"Iya, pa. Tapi jangan lama-lama, kasihan bunda di rumah nggak ada yang nemenin," sahut Sabrina. Mendengar itu Sandy mengangguk.

Selesai makan, ayah dan anak itu bergegas untuk pulang. Dan sesuai dengan rencana, Sandy akan membawa Sabrina ke rumah Renita terlebih dahulu, setelah itu baru pulang ke rumah. Dalam perjalanan, Sabrina lebih banyak diam, sementara Sandy memilih untuk fokus menyetir.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 45 menit, mereka sampai di tempat tujuan. Sandy segera keluar dari mobil dan tentunya diikuti oleh Sabrina. Bocah perempuan itu melangkah mengikuti ayahnya masuk ke dalam rumah. Setibanya di dalam, terlihat jika Renita tengah duduk di sofa, sementara Killa tengah menonton televisi.

"Renita, ini pesanan kamu." Sandy melangkah mendekat istrinya yang sedang duduk di sofa. Mendengar suara suaminya, Renita lantas mendongak.

"Lama banget sih, mas. Udah pengen banget," kata Renita seraya menyambar kresek berwarna putih yang Sandy bawa.

"Tadi ngantri soalnya. Ya sudah, aku anterin Sabrina dulu ya." Sandy berpamitan. 

"Tunggu dulu, mas. Sebelum kamu nganterin Sabrina pulang, tolong beliin es cendol dulu di pertigaan sana," pinta Renita. Mendengar itu Sandy menghembuskan napasnya. Jika tidak dituruti pasti akan marah.

"Sabrina, papa beliin tante Renita es cendol dulu nggak apa-apa kan." Sandy meminta ijin kepada putrinya, sementara Sabrina hanya mengangguk.

"Ya sudah, kamu bisa duduk dulu," ucap Sandy. Lagi, Sabrina hanya mengangguk, setelah itu Sandy bergegas untuk pergi.

Setelah Sandy pergi, Sabrina memilih untuk duduk di sofa, sementara Renita memutuskan untuk pergi ke dapur karena haus. Selang beberapa menit Killa bangkit dan melangkah mendekat Sabrina. Menyadari akan kedatangan Killa, Sabrina berubah untuk tetap bersikap ramah. Karena kedua anak itu tidak akan pernah akur jika bersama.

"Heh, tadi kamu sengaja ngelarang aku untuk ikut papa ya," ucap Killa yang kini sudah berdiri di depan Sabrina.

"Memangnya kenapa kalau iya, kan kak Killa sudah sering jalan-jalan sama papa," sahut Sabrina. Mendengar itu mata Killa melebar.

"Papa itu cuma milik aku, aku peringatkan, kalau ini hari terakhir kamu jalan-jalan dan ketemu sama papa. Setelah ini aku tidak ijinin kamu untuk ketemu lagi sama papa." Killa mendorong dada Sabrina dengan cukup kasar. Tidak terima, Sabrina bangkit dan ikut mendorong dada Killa.

"Aku juga anak papa, jadi aku juga berhak untuk keterangan sama papa," kata Sabrina.

"Nggak boleh. Kamu nggak boleh ketemu lagi sama papa." Karena kesal, Killa menjambak rambut panjang Sabrina. Tidak mau kalah, Sabrina pun melakukan hal yang sama.

"Lepas, sakit tahu." Dengan sekuat tenaga, Sabrina mendorong tubuh Killa hingga jatuh. Bruk, kepala Killa terbentur kaki meja, melihat itu Sabrina sedikit terkejut.

"Astaga, Killa." Renita berlari menghampiri putrinya yang kini tengah kesakitan seraya memegang kepalanya yang mengeluarkan cairan merah.

"Kamu, dasar anak nakal. Kamu sudah mencelakai anak saya. Kamu harus mendapatkan hukuman." Renita bangkit dan menarik tangan Sabrina. 

"Lepas, anak tante yang duluan. Anak tante yang nakal." Sabrina berusaha memberontak, tapi tenaganya tak sebanding dengan tenaga Renita.

Renita mengikat tangan dan kaki Sabrina, lalu mendudukkan bocah perempuan itu di bawah shower yang airnya mengalir. Setelah itu Renita bergegas keluar untuk mengobati luka putrinya. Sementara Sabrina saat masih di dalam kamar mandi dan duduk di bawah shower dengan kondisi tangan dan kaki terikat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status