Share

Terabaikan

Di lain tempat saat ini Sandy tengah menemani Renita ke dokter kandungan. Entah kenapa jadwalnya harus bersamaan dengan hari ulang tahun Sabrina. Berkali-kali Sandy menghembuskan napasnya, ia kembali mengecewakan putrinya. Sandy khawatir jika nantinya tidak mendapatkan maaf dari Sabrina.

Awalnya Sandy sudah meminta Renita untuk menunda besok, tapi wanita itu tetap kekeh untuk pergi ke dokter kandungan hari ini. Jika sudah seperti ini, Sandy tidak bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah dan mengalah. Dan akhirnya, Sabrina yang kecewa karena dirinya tidak datang. Padahal kado untuk putrinya sudah Sandy siapkan jauh hari.

"Sabrina, maafkan papa. Setelah ini papa langsung ke rumah," ujar Sandy. 

"Mas, kamu lagi mikirin apa sih. Perasaan dari tadi kamu diem terus, kamu nggak seneng ya dengan kondisi calon anak kita." Renita menepuk pundak suaminya, sontak Sandy terkejut. Laki-laki itu menghembuskan napasnya, lalu berusaha untuk tetap bersikap tenang.

"Aku seneng kok," kata Sandy.

"Jenis kelamin calon anak kedua Ayuna cowok apa cewek, mas." Renita mengajukan pertanyaan, wanita hamil itu cukup penasaran dengan jenis kelamin anak yang dikandung oleh Ayuna.

"Laki-laki, itu sebabnya …. "

"Aku tidak mau tahu, walaupun calon anak kedua Ayuna laki-laki. Kamu harus lebih mementingkan anak kita." Renita memotong ucapan suaminya. Mendengar itu Sandy diam, rasanya percuma berdebat dengan Renita, wanita selalu ingin menang.

"Iya, iya, kamu tidak perlu khawatir." Sandy mengusap punggung tangan Renita, bahaya jika istrinya itu sampai marah.

Setelah semuanya selesai, mereka memutuskan untuk pulang. Sandy akan mengantarkan mereka berdua, setelah itu baru akan datang ke rumah Ayuna. Berharap acara ulang tahun putrinya belum selesai. Jika saja Renita bisa diajak kerja sama, mungkin Sandy akan menepati janjinya untuk datang dan ikut merayakan ulang tahun Sabrina.

"Pa, kita mampir jalan-jalan ya, mumpung masih libur," ucap Killa. Ya, karena masih libur sekolah, Killa memutuskan untuk ikut kedua orang tuanya. Sandy yang mendengar permintaan putrinya itu sontak menoleh. 

"Sayang, jalan-jalan besok saja ya. Soalnya hari ini papa mau ke rumah bunda Ayuna. Sabrina hari ini ulang tahun, atau kamu mau ikut," ungkap Sandy. Ia tidak ingin Sabrina kembali kecewa, karena di hari ulang tahunnya tidak bisa datang.

"Ya ampun, mas. Anak minta jalan-jalan saja tidak mau nurutin. Killa anak kamu loh, mas. Dan Killa itu anak pertama kamu, jadi harus kamu utamakan," ujar Renita yang merasa kesal dengan suaminya itu. Renita ingin jika Sandy hanya menuruti keinginan putrinya saja.

"Iya, Ren aku tahu. Tapi Sabrina juga anak aku. Kemarin waktu pembagian raport di sekolah, aku lebih memilih nemenin Killa ketimbang Sabrina. Jadi apa salahnya kalau sekarang aku datang ke acara ulang tahunnya," sahut Sandy. Berharap Renita mau mengerti.

"Pokoknya aku tidak peduli, sejak kamu menikah dengan Ayuna. Kamu lebih sering menghabiskan waktu dengan mereka. Jadi tidak ada salahnya sekarang kamu lebih sering bersama kami." Renita tidak mau kalah, wanita itu tetap melarang suaminya untuk pergi ke acara ulang tahun Sabrina.

"Kalau papa tidak mau, Killa nanti mogok makan." Killa tiba-tiba menimpali. Sandy yang mendengar itu hanya diam seraya menghela napas.

***

Hari telah berganti, Killa dan Renita benar-benar melarang Sandy untuk pulang ke rumah Ayuna. Alhasil pagi ini Sandy baru ada waktu, itupun dengan alasan pergi ke kantor. Padahal ia berencana untuk meminta maaf dan mengajak Sabrina jalan-jalan. Berharap putrinya yang satu ini mau memaafkan kesalahannya.

"Assalamu'alaikum." Sandy melangkah masuk ke dalam rumah seraya membawa kotak hadiah untuk Sabrina.

"Wa'alaikumsalam." Ayuna menjawab seraya menyiapkan sarapan. Ayuna pikir suaminya sudah lupa dengan dirinya dan juga putrinya. Karena lagi, dan lagi, suaminya ingkar janji.

"Sayang, Sabrina mana." Sandy melangkah menghampiri istrinya, lalu mendaratkan ciumannya di kening istrinya.

Selang beberapa menit Sabrina turun dengan penampilan yang sudah rapi. Melihat putrinya datang, Sandy tersenyum lalu menghampirinya. Tak lupa Sandy juga memberikan kotak hadiah yang dibawanya. Sementara Sabrina sendiri sedikit terkejut ketika melihat ayahnya sudah datang. 

"Sayang, selamat ulang tahun ya. Maaf, ya kemarin papa sibuk." Sandy mengusap kepala putrinya, lalu mencium kening dan pipinya.

"Sibuk sama Killa ya, pa. Makanya lupa sama Sabrina," kata Sabrina. Mendengar itu sontak Sandy diam.

"Bukan, sayang. Papa sibuk kerja, papa benar-benar minta maaf." Sandy terpaksa berbohong, ia tidak ingin putrinya semakin marah jika tahu yang sesungguhnya.

"Kata papa bohong itu dosa, tapi papa kok sering bohong," ucap Sabrina. Dan kali ini Sandy mati kutu mendengar ucapan putrinya sendiri.

"Sayang, papa minta maaf karena kemarin tidak datang. Kamu mau kan maafin papa. Nanti kita pergi jalan-jalan bareng sama bunda." Sandy memegang bahu putrinya, laki-laki itu sangat berharap agar Sabrina mau memaafkan kesalahannya.

"Mau, tapi ada syaratnya," ujar Sabrina. Sandy yang mendengar itu sontak tersenyum.

"Apa syaratnya, sayang. Katakan saja," kata Sandy. Apapun akan ia lakukan asalkan Sabrina mau memaafkan kesalahannya itu.

"Selama seminggu papa harus tinggal di sini dan tidak boleh ke rumah tante Renita," pinta Sabrina. Sandy cukup terkejut mendengar syarat yang diajukan oleh putrinya itu.

"Sayang, apa tidak ada syarat lain. Papa tidak bisa, maksudnya papa juga harus adil. Ingat, tante Renita kan sedang hamil," ucap Sandy. 

"Bunda juga sedang hamil, tapi ditinggalin terus sama papa. Minggu kemarin papa kan sudah tinggal sama Renita, jadi sekarang giliran papa tinggal di sini," sahut Sabrina.

"Minggu kemarin papa tidak ke sini kan karena keinginan kamu. Kamu yang ngelarang papa buat datang, jadi kamu jangan nyalahin papa," kata Sandy yang mulai tersulut emosi. Bukankah Sabrina sendiri yang melarang dirinya untuk datang, tapi kenapa sekarang disalahkan.

"Assalamu'alaikum, Sabrina sayang." Tiba-tiba terdengar suara yang tidak asing di telinga. Mendengar itu sontak Sabrina menoleh ke arah sumber suara tersebut.

"Wa'alaikumsalam, om." Sabrina berlari menghampiri om Hans. Ya Hans datang, Sandy yang melihat itu sontak memicingkan mata, untuk apa adik tirinya datang.

"Wah, keponakan om sudah cantik dan wangi. Jadi jalan-jalan nggak." Hans mencium kening Sabrina dengan gemas. Sementara sebelah matanya melirik ke arah Sandy.

"Jadi dong," kata Sabrina dengan penuh semangat.

"Kalau begitu, pamitan dulu sama bunda sama papa." Hans meminta Sabrina untuk berpamitan dengan kedua orang tuanya. Dengan segera Sabrina menghampiri ibunya.

"Bunda, Sabrina pergi dulu ya." Sabrina mencium punggung tangan ibunya.

"Iya, sayang. Eh, nggak sarapan dulu," kata Ayuna.

"Sabrina pengen sarapan sama om Hans di luar. Om mau kan," ujar Sabrina seraya menoleh ke arah Hans.

"Mau dong," sahut Hans. Ia kembali melirik ke arah Sandy yang masih diam, tapi dari raut wajahnya terlihat begitu kesal. Bagaimana tidak kesal, Sabrina begitu dekat dengan Hans. Bahkan Sabrina terlihat sangat bahagia.

"Sayang, salim dulu sama papa," kata Ayuna ketika melihat putrinya melangkah melewati ayahnya begitu saja.

Sabrina tidak menjawab, bocah perempuan itu lantas melangkah mendekati ayahnya dengan malas. Lalu mencium punggung tangan ayahnya dengan sedikit terpaksa. Ya, Sabrina benar-benar kecewa dengan ayahnya. Ayuna tahu bagaimana perasaan putrinya, namun ia tetap mengajarkan Sabrina untuk selalu menghormati ayahnya.

"Hans, titip Sabrina ya. Kalau nakal jewer saja," ujar Ayuna dengan tersenyum.

"Siap, Sabrina anak yang baik. Ya sudah, kami pergi sekarang, assalamu'alaikum." Hans berpamitan, setelah itu ia bergegas pergi bersama dengan Sabrina.

"Sejak kapan Hans dekat dengan Sabrina." Sandy mengajukan pertanyaan dengan perasaan dongkol.

"Sejak ayahnya tidak ada waktu untuk Sabrina, sejak ayahnya ingkar janji dan berbohong," kata Ayuna, lalu memutuskan untuk melangkah menuju ke dapur. Sementara Sandy mati-matian menahan emosinya, jujur rasanya sakit dan kecewa ketika diabaikan. Sabrina sekarang lebih memilih orang lain ketimbang dirinya, ayah kandungnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status