LOGINSuara Karina melengking bercampur dengan suara tangisan Gavin yang terganggu dengan teriakan ibunya sendiri bercampur pula dengan keinginannya yang ingin mendapatkan ASI dari Gina.
Situasi itu begitu kacau hingga membuat Bara datang karena mendengar keributan tersebut. "Ada apa ini? Kenapa ribut sekali? Gina! Kenapa Gavin sampai menangis seperti itu?" Bertubi-tubi, Bara melontarkan pertanyaan pada Gina yang kebingungan harus berbuat apa dengan tekanan yang diberikan oleh istri Bara di hadapannya. "Mas, aku nggak setuju kamu mempekerjakan ibu susu segala di rumah ini! Perempuan seperti dia nggak pantas untuk Gavin, aku nggak setuju!!" Karina tetap menyampaikan rasa keberatannya pada sang suami, dan itu membuat Gina semakin membisu di tempatnya meskipun ia tidak tega mendengar tangisan Gavin atas perbuatan sang ibu kandung bayi tersebut. "Kalau kamu tidak setuju, lakukan tugas itu untuk Gavin!" sahut Bara berusaha tetap tenang walaupun wajahnya menyiratkan kemarahan karena tidak suka hal itu dipermasalahkan. "Aku sudah bilang, aku nggak bisa menyusui Gavin! Ada susu formula terbaik yang bisa diberikan untuk dia, nggak perlu aku yang harus menyusui!" bantah Karina seolah tak mau kalah. "Kalau gitu, pergi dari rumah ini, sekarang!" kata Bara dengan tegas, ia menatap istrinya dengan tajam, seolah telah muak dengannya karena tidak mau mengurus anak mereka. Wajah Karina berubah pucat mendengar ultimatum yang diberikan oleh sang suami kepadanya. Ia memang tahu, Bara tidak pernah suka dengan keputusannya yang tidak mau menyusui anak mereka dengan alasan khawatir dadanya akan rusak jika harus melakukan tugasnya menjadi seorang ibu untuk Gavin. Namun, baru kali ini ia mendengar Bara mengusirnya karena ia melancarkan aksi protesnya itu pada sang suami. "Kamu nggak serius dengan ucapan kamu itu, kan, Sayang? Aku istrimu, aku ibu kandung Gavin!" ucap Karina sembari menatap wajah Bara berharap suaminya itu hanya terlampau emosi sampai mengusirnya seperti tadi. "Aku serius, Karina, aku sudah muak dengan apa yang kamu lakukan selama ini untuk Gavin, aku muak dengan keegoisan kamu itu! Kalau kamu tidak mau menyusui Gavin, lebih baik kamu pergi saja dari rumah ini!” jawab Bara dengan penuh penekanan. Melihat suaminya sepertinya memang serius dengan apa yang diucapkannya, Karina buru-buru mendekati sang suami dengan wajah yang dibuat seolah-olah ia sudah menyesal sudah marah-marah seperti tadi di kamar itu. "Sayang, Maafkan aku, ya? Aku tadi cuma terkejut karena ada wanita asing memegang anak kita, aku janji, akan mengurus Gavin dengan baik, jangan minta aku pergi dari rumah ini, ya? Kamu masih cinta sama aku, kan?" Dengan suara yang dilembutkan, Karina berusaha untuk merayu suaminya agar tidak mengusirnya dari rumah itu. Mendengar apa yang diucapkan oleh Karina, hati Bara yang tadi diliputi perasaan marah jadi merasa bimbang. Sejujurnya, ia sangat mencintai sang istri, tetapi Bara tidak suka Karina yang memilih menomorsatukan karir daripada anak mereka, karena itulah Bara kecewa pada istrinya. Bara menatap mata Karina yang saat itu juga melakukan hal yang sama padanya seolah ingin menegaskan bahwa permintaan maafnya tadi benar-benar tulus dari hatinya. "Kalau begitu, urus Gavin dengan baik. Kalau tidak, aku akan langsung menceraikanmu dan mencabut semua akses modelingmu," kata Bara akhirnya. Karina membelalakkan matanya lebar-lebar. Ia tidak mau jika harus bercerai dengan Bara karena selama ini ia banyak mendapatkan koneksi modeling dari Bara. Karina tidak mau karirnya hancur begitu saja! “Iya, aku janji akan merawat anak kita dengan baik!” jawab Karina segera. Perdebatan antara Bara dan Karina didengar jelas oleh Gina. hal itu membuat Gina merasa semakin was-was. Bara bisa begitu tegas dan kejam pada istrinya sendiri yang berusaha menentangnya. Jika Gina terus menentang Bara dengan dalih ingin memperjuangkan hak anaknya, bukan tidak mungkin Bara akan lebih kejam padanya yang hanya orang lain, bukan? *** Malam itu, Gina membawa Raya ke dalam kamar Gavin ketika ia ingin menyusui anak majikannya. Sejujurnya, kepala Gina masih dipenuhi kebimbangan. Meskipun sudah ada kontrak yang jelas, melihat bagaimana Bara, Gina takut jika pria itu akan tetap memaksanya untuk mengesampingkan anaknya sendiri. Namun, ia juga takut untuk melawan setelah melihat bagaimana Bara yang begitu tega pada istrinya sendiri. Gina menatap Raya dan Gavin yang tertidur bersebelahan. Sejujurnya, Gavin adalah anak yang sangat menggemaskan dan tampan. Ia tidak tega jika harus meninggalkan bayi itu tanpa ada yang merawatnya, bahkan sampai tidak mendapatkan ASI. Namun, Raya juga butuh hal yang sama dengan Gavin. ASI Gina memang sangat banyak, tetapi jika melihat bagaimana Gavin yang menyusu dengan begitu kuat hingga membuat Gina kewalahan, Gina mendadak ragu jika ASInya juga akan cukup untuk Raya. “Tuhan, aku harus bagaimana sekarang?” Gina mendesah pelan. Hidupnya kini benar-benar terasa sangat berat. Setelah diselingkuhi suaminya dan diceraikan begitu saja, kini Gina justru terjebak dalam pekerjaan yang ternyata harus membuat anaknya sendiri mengalah. “Raya, maafkan Mama, Nak,” ucap Gina sambil menatap Raya dengan dalam. Tujuan awalnya adalah untuk bisa menghidupi Raya, tetapi Gina tidak menyangka jika ia justru harus mengorbankan anaknya. Ketika Gina dipenuhi kebingungan, tiba-tiba Gavin menangis dengan begitu kencang. Naluri keibuan Gina langsung tergugah. Ia mengangkat tubuh Gavin ke dalam gendongannya. “Ya ampun, kamu kenapa, Nak?” monolog Gina, ia menepuk-nepuk pelan punggung Gavin sambil terus menimangnya. “Kamu haus lagi, Nak?” Dengan sigap, Gina membuka kancing depan bajunya untuk memberi ASI kepada Gavin. Hal itu langsung disambut sang bayi dengan cepat, membuat tangisan itu seketika berhenti. “Padahal kamu baru saja nyusu, tapi sudah haus lagi ya?” Klek! Tiba-tiba, suara pintu kamar yang terbuka membuat Gina seketika berbalik badan untuk melihat siapa yang membuka pintu. Seketika matanya melotot lebar, tubuhnya kaku dan menegang seketika. Pandangannya menemukan sosok pria bertubuh kekar berdiri di depan pintu sedang menatapnya dengan tatapan sama terkejutnya. Pria itu adalah Bara, bosnya, ayah Gavin! Saat ini, Gina sedang menyusui Gavin, jelas dadanya terlihat dengan begitu jelas, jadi Bara melihatnya dengan jelas! “Tu-Tuan!”Diam. Jessica tidak langsung menjawab pertanyaan yang diajukan oleh sang ibu. Sementara Jeny tetap mengusap rambut panjang anaknya yang sedikit kusut karena selama hamil, Jessica merasa enggan untuk merawat diri. Ia seolah kehilangan daya untuk melakukan apapun karena tidak tahu bagaimana lagi untuk menghadapi situasi yang menjeratnya sekarang ini. "Apa aku bisa, Mi?"Setelah beberapa saat terdiam, Jessica akhirnya bicara, sambil mengusap sisa air mata dengan punggung tangannya.Jeny tersenyum mendengar pertanyaan itu dilontarkan oleh sang anak. "Tentu saja bisa, sekarang kamu bisa memasak, membersihkan rumah, selain merawat diri, meskipun tugas perempuan bukan seputar itu, tapi itu bisa menjadikan kamu menjadi seorang ibu yang baik dan istri yang baik untuk suami kamu nanti.""Suami?" ucap Jessica sembari tersenyum kecut."Aku enggak punya suami, Mi. Buat apa?" lanjut Jessica dengan wajahnya yang suram. "Pikirkan Haris, mungkin sekarang kamu merasa kalah dengan Gina karena dia ma
Jeny masih berusaha untuk membujuk Jessica, mengucapkan kalimat itu agar supaya Jessica menjadi tenang, dengan mengatakan setuju dengan keinginan Jessica yang tidak mau melihat Haris lagi meskipun ia sendiri tidak setuju karena berharap mereka berdua kembali bersama. Akan tetapi, karena memikirkan keadaan Jessica yang masih rentan, Jeny terpaksa mengiyakan saja apa yang dikatakan oleh sang anak.'Yang penting, Jessica tenang dulu, masalah yang lain bisa dipikirkan nanti, khawatir kandungannya terpengaruh.'Hati Jeny bicara demikian sambil mengusap punggung sang anak dengan perasaan prihatin. Jessica yang selama ini tidak pernah demikian sekarang terlihat sangat hancur dibandingkan Gina yang notabene dilukai oleh sang anak di masa lalu. ***Farrel menengok Karina di sel tahanan setelah sekian waktu Farrel menghilang dari keseharian Karina. Perceraian mereka tidak diteruskan lantaran Karina mendapatkan masalah akibat perbuatannya pada Bara dan Gina. Untuk kelanjutannya, Farrel masih
"Ironis bukan? Saat orang ketiga jatuh cinta pada pria yang direbutnya, si pria justru tidak pernah mencintainya dan hanya fokus memikirkan wanita yang dicintainya yang sekarang sudah bahagia dengan pria lain."Telapak tangan Haris mengepal mendengar apa yang dikatakan oleh Jessica. "Mas Haris, kamu memang enggak pernah cinta sama aku, kan? Kamu selingkuh sama aku cuma ingin membuat Gina patuh sama kamu, tapi ternyata Gina lebih memilih pergi darimu, dan kepergian dia justru membuat dia menemukan sebuah istana dengan raja yang siap meratukan dirinya.""Diam!""Kenapa? Tidak terima? Mau bagaimana lagi? Memang kenyataannya demikian, bukan?""Bisakah tidak usah membahas soal Gina dengan suaminya itu?""Ibumu yang bawel itu aja mengakui kalau Bara itu pria yang luar biasa, seorang CEO masih mau turun tangan membantu istrinya melakukan apa saja di rumah, beda kayak kamu, taunya merintah!""Kau-""Mas, sebenarnya caramu mencintai seseorang itu bagaimana? Apakah harus menjadi babu untukmu s
Melihat istrinya kerepotan seperti itu, Bara ingin menarik paksa Gavin, tapi dengan cepat, Gina menahannya dengan isyarat, hingga akhirnya, Bara beralih untuk menggamit Raya untuk membuat Gina tidak terlalu kerepotan.Setelah Raya beralih ke tangan Bara, Gina sedikit lapang hingga ia bisa fokus untuk menangani Gavin."Sayang, kenapa seperti itu? Gavin tidak suka digendong Papi?" tanya Gina dengan usapan di punggung. Gavin merespon dengan gaya bocahnya, ia berkali-kali menunjuk ke arah dada Gina seolah ingin menyampaikan pada Gina bahwa ia tidak setuju jika sang ayah memintanya untuk berhenti menyusu."Apa katanya? Dia protes kalau aku memintanya berhenti menyusu?" tanya Bara sambil mengurus Raya.Namun dengan isyarat, Gina meminta suaminya untuk tenang agar tidak membuat Gavin ketakutan. Terpaksa, Bara patuh, meskipun ia tidak menyangka, Gavin memang melancarkan aksi protes padanya lantaran ia meminta sang anak untuk berhenti menyusu karena memang sudah saatnya sang anak dilatih ber
Didesak sedemikian rupa oleh Arin, membuat Gina mau tidak mau harus menjawab. Meskipun kondisi wajahnya terlihat merah menahan malu, perempuan itu akhirnya mau menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Arin."Dia menyentuh, tapi dia seperti menahan diri.""Nah! Itu jawabannya!""Apa?"Gina seolah berubah menjadi bodoh seketika saat membahas masalah sensitif seperti itu, hingga membuat Arin gemas."Gina, kamu tuh, ya! Penampilan sudah berubah modis tapi ternyata masih aja terlalu polos, ya masalahnya itu di situ, Pak Bara selama ini menahan diri untuk menyentuh dada kamu, karena kamu masih menyusui, kalau udah enggak, mungkin akan lain ceritanya."Gina terdiam mendengar penjelasan Arin, dan otaknya langsung mencerna kalimat itu dengan cepat untuk mencari tahu apakah yang dikatakan oleh Arin itu memang benar adanya.'Kayaknya, apa yang dikatakan sama Arin itu benar, belakangan ini setiap kami berhubungan intim, Bara lebih sering menyentuh bagian dadaku, tapi masih tidak terlalu agresif
"Ada apa? Kamu tidak percaya kalau aku tidak suka melihat Haris selalu mengejar mu?"Suara Bara terdengar membuyarkan Gina dengan hatinya. Gina mengusap wajahnya dengan perlahan, sekedar untuk menenangkan hatinya saja lantaran ia merasa lucu melihat tingkah sang suami."Kamu dan Haris itu berbeda. Meskipun aku pernah mencintai dia dan akhirnya menikah, tapi hanya dengan mu, aku merasa sangat diratukan dan dihargai."Gina akhirnya menjawab pertanyaan sang suami dengan wajah yang serius agar Bara percaya dengan apa yang baru saja dikatakannya."Apakah saat berhubungan dengan ku, kamu merasa puas?" tanya Bara seolah masih tidak yakin dengan apa yang dijelaskan oleh Gina padanya."Ya. Aku sangat puas, kalau enggak, aku enggak mungkin melakukannya berulang sama kamu."Gina menjawab pertanyaan Bara selanjutnya dengan sangat tegas."Kenapa kamu merasa puas?"Jemari tangan Gina saling memilin ketika Bara melontarkan pertanyaan itu. Sebuah pertanyaan yang mana jika ia jawab akan membuat dirin







