"Benar, aku memang menyukai perempuan yang wangi dan fresh, mungkin hampir semua laki-laki seperti itu, namun jika wangi dan fresh saja tapi melupakan kodrat, buat apa?"Bara menanggapi perkataan Gina yang tadi berujung pertanyaan dengan suara yang tegas."Dengan kata lain, menurut kamu tidak melupakan kodrat tapi bisa merawat diri itu bagus?" Gina masih penasaran dengan apa yang mereka bahas sekarang, hingga ia kembali melontarkan pertanyaan."Kalau bisa keduanya juga baik, merawat diri itu artinya bersyukur dengan apa yang diberikan oleh Allah, asalkan tidak merubah, hanya karena ingin menarik, aku tidak suka.""Memangnya, Karina melakukan perubahan?""Ya.""Melakukan apa?""Operasi hidung dan memasang implan.""Apa?""Heeem, aku sudah mencegah karena menurutku dia yang alami itu sudah cukup, tapi dia selalu terobsesi untuk mempercantik diri, meskipun melakukan perubahan pun, dia tidak peduli."'Aku pikir, dadanya itu asli, ternyata tidak, masih memasang implan juga.'Hati Gina bic
"Lalu?"Gina menundukkan kepalanya sesaat, mencoba untuk menetralisir perasaannya yang sekarang tiba-tiba saja membuncah."Aku hanya mengatakan bahwa, laki-laki punya pikiran sendiri untuk menilai wanita, begitu juga perempuan, dia punya pikiran sendiri untuk menyimpulkan sikap laki-laki.""Menyimpulkan sendiri sikap seseorang itu harus berdasarkan pemikiran yang baik, Gina.""Terkadang, perempuan terburu-buru dalam berpikir sampai salah membuat kesimpulan.""Apakah yang kamu maksud itu, Karina?""Iya.""Dengan kata lain, kamu mau bilang Karina itu tidak sepenuhnya salah?""Kecuali perselingkuhan yang dia lakukan.""Heeem."Bara perlahan bangkit dari duduknya lalu melangkah ke arah jendela kamar dan menatap keluar dari tempatnya berdiri.Ia tidak bicara apapun memang, tapi dalam otaknya berkecamuk berbagai macam kata-kata dan yang paling kuat bergolak di otaknya adalah mengapa Gina jadi menilai Karina tidak sepenuhnya bersalah?Menyadari ada yang janggal dari sikap Bara, Gina buru-bur
Melihat Gina terdiam seolah tidak percaya dengan apa yang ia ucapkan, Bara mengerutkan keningnya. "Kenapa rautmu seperti itu?" tanyanya hingga membuat Gina tergagap. Perempuan itu mengusap wajahnya perlahan, sampai kemudian...."Aku cuma terharu. Dulu, apa yang aku lakukan di rumah sama sekali enggak pernah dihargai oleh Haris, dia justru merasa pekerjaan di rumah itu sebuah hal yang sepele, dari subuh ketemu malam, setiap hari aku berkutat di rumah mengurus segalanya, dia tidak peduli aku kelelahan, karena dia berpikir pekerjaan di rumah itu mudah."Dengan nada suara perlahan, Gina bercerita, dan itu membuat Bara langsung mengajak istrinya untuk duduk di tepi tempat tidur."Aku tidak pernah meremehkan wanita yang menjadi ibu rumah tangga. Tapi, bagi Karina, menjadi ibu rumah tangga itu sangat rendah."Bara bicara, menanggapi apa yang dikatakan oleh sang istri.Membuat Gina perlahan mengangkat wajahnya dan ia menemukan Bara menatapnya dengan sorot mata yang lembut."Bagi Karina, mem
"Itu, saya-""Katakan padaku, apakah Gina ingin membeli cream perawatan dada yang sama seperti yang aku beli dulu?" desak Karina dengan wajah yang terlihat masih menyembunyikan kemarahan, hingga Arin menjadi semakin gelisah.Ketika ia sedang dikepung perasaan tidak nyaman antara ingin menjawab jujur dan tidak, sebuah mobil berhenti di tepi jalan di dekat mereka sedang berada.Kaca mobil terbuka dan terdengar klakson mobil membuat Karina dan Arin sama-sama berpaling.Arin terburu-buru menghampiri mobil tersebut.Sementara itu, Karina yang tahu siapa pemilik mobil segera menghampiri mobil itu pula tapi pemilik mobil yang tidak lain adalah Bara itu segera meminta Arin untuk masuk ke dalam mobil saja sebelum Karina sampai di dekat mobil.Arin yang khawatir akan kena marah Bara karena kepergok ke klinik kecantikan segera masuk ke dalam mobil sang majikan.Sebelum Karina tiba di dekat pintu mobil, Bara sudah menstater mobilnya hingga Karina memaki tiada henti sadar Bara tidak mau bertatap m
"Nak, kenapa tidak menyusu? Kamu tadi ingin minum susu, kan? Kenapa tidak mau?" tanya Gina sambil mengelus puncak kepala Raya dengan sangat penuh perasaan.Mendengar ibunya bicara demikian, Raya menatap sang ibu dan menepuk dada Gina yang lain. "Kamu mau menyusu di dada Mama yang sebelah lagi? Bukannya kamu tidak suka ASI yang ini, Sayang?"Gina paham dengan apa yang diisyaratkan oleh sang anak. Tapi ia tidak mengerti, mengapa sang anak justru ingin menyusu pada dadanya yang sebelah kiri, padahal baik Gavin maupun Raya paling senang mendapatkan ASI di sebelah kanan.Meskipun pada akhirnya, Gina berusaha untuk menyusui dari kedua dadanya, tapi tetap saja, jika pertama kali menyusu, Raya maupun Gavin ingin mendapatkan ASI di dada Gina yang sebelah kanan.Gina tidak tahu pasti mengapa kedua bayi itu menyukai dada sebelah kanan jika menyusu padanya, tapi dari hasil penelitiannya, air susu di dada sebelah kanan warnanya lebih pekat dibandingkan dengan air susu di dada sebelah kiri yang ce
"Bi, jangan salahkan Arin, dia hanya terlalu banyak berpikir sampai harus mengucapkan sesuatu yang aneh-aneh, dia hanya tidak mau aku gagal lagi dalam pernikahan, jadi dia sampai bicara yang tidak-tidak."Karena tahu, Arin adalah tulang punggung keluarganya di kampung, Gina memilih untuk tidak terlalu menyudutkan teman satu kampungnya tersebut hingga ia mengucapkan kata-kata itu pada Bi Narsih.'Padahal, dia sudah disudutkan, tapi tetap saja melindungi teman satu kampungnya itu, Arin, Nyonya Gina ini sangat baik padamu, tidak akan aku biarkan kamu meracuni pikirannya.'Hati Bi Narsih bicara seperti itu kala mendengar apa yang dikatakan oleh Gina."Iya, saya tahu, Nyonya, saya hanya bertanya saja, mungkin ada sesuatu yang bisa saya bantu jelaskan?" pancing Bi Narsih yang langsung membatalkan niatnya semula yang tadinya ingin mengatakan bahwa Arin adalah orang yang bicara sembarangan hingga Gina tidak perlu mengambil hati ucapan wanita itu."Ooh, sebenarnya ini masalahku sendiri, Bi Na