"Kamu itu seorang ibu atau bukan, Karina?" tanya Gina dengan nada suara terdengar datar tapi mata yang menatap lurus ke arah Karina. Mendengar pertanyaan yang diberikan oleh Gina, Karina mendelik. Ia kembali tersinggung dengan isi pertanyaan tersebut seolah-olah ingin mengatakan bahwa ia benar-benar tidak becus sebagai ibu meskipun sebenarnya kalimat itu memang juga tidak sepenuhnya salah lantaran banyak sekali hal yang tidak ia ketahui tentang mengurus anak kecil, tapi Karina tidak mau mengakuinya."Jelas-jelas aku sudah melahirkan Gavin, kau masih bertanya apakah aku seorang ibu atau bukan! Pertanyaan bodoh, Gina!" gerutu Karina, hingga membuat Gina menarik napas kembali untuk sesaat."Aku tahu, itu sudah jelas, yang aku maksud, jika memang kamu itu seorang ibu, kamu pasti punya naluri. Naluri itu yang akan membuat kamu merasa mampu menghadapi sikap dan tingkah anak kamu. Enggak harus marah-marah seperti tadi."Telapak tangan Karina mengepal mendengar apa yang diucapkan oleh Gina.
Mendengar bentakan yang diucapkan oleh Karina, tangisan Gavin semakin keras. Ini memancing Raya juga berbuat demikian meskipun tadi ia sedikit jauh lebih tenang dibandingkan dengan Gavin.Sebenarnya, Gina kesal mendengar tuduhan yang diucapkan oleh Karina. Akan tetapi, karena khawatir akan semakin menambah situasi menjadi kacau apalagi ada dua anak yang mentalnya harus dijaga, Gina berusaha untuk menahan diri."Turunkan nada suaramu, Karina. Kalau kamu bersuara dengan nada tinggi seperti itu, khawatir anak-anak ketakutan, apalagi Gavin paling tidak suka situasi seperti itu."Gina mencoba untuk membujuk Karina meskipun itu tidak berhasil, karena Karina justru mendelik ke arahnya."Jadi, kamu mau bilang, kamu lebih tahu Gavin daripada aku?!" katanya masih dengan nada suara yang tinggi dan itu langsung direspon Gavin dengan cara menendang Karina dengan kakinya hingga Karina semakin kesal dibuatnya. Satu tangannya terangkat dan bersiap untuk memukul bokong sang anak. Namun, dengan cepat
Namun, karena tidak mau harga dirinya jatuh, Karina tidak mau memperlihatkan hal itu di hadapan Gina."Apa yang sedang kau pikirkan? Kenapa anak kecil seperti Gavin tidak diizinkan memakai Pampers? Dia masih kecil, jika dia buang air bagaimana?" kata Karina yang menilai tindakan Gina untuk tidak membiarkan Gavin memakai popok itu keterlaluan. "Bukan hanya Gavin, tapi juga Raya, semua sama-sama aku ajarkan untuk tidak lagi memakai Pampers, tapi kalau keluar rumah aku tetap memakaikannya.""Apa maksudnya? Didikan orang desa kamu pakai untuk Gavin?"Nada suara Karina meninggi dan itu membuat Gavin merengek mendengar suaranya. Akan tetapi, Karina yang sudah terlanjur kesal dengan Gina tidak peduli dengan hal itu.Ia mengabaikan perasaan yang dianggap tidak tulus oleh Gina tadi padanya lantaran ia lebih mengutamakan untuk membahas tindakan Gina yang menurutnya tidak masuk akal."Karina, ini bukan masalah didikan dari desa atau semacamnya, aku hanya ingin Gavin dan Raya bisa mandiri."Gin
"Dengan kata lain, kau tidak menganggap aku adalah majikan mu?" katanya seraya menatap wajah Santi dengan sangat tajam."Bukan seperti itu, Tuan. Mana mungkin saya se-lancang itu? Saya hanya ingin berpesan pada Tuan, jika memang Tuan sangat mencintai Nyonya Karina, Tuan harus bisa berusaha lebih keras lagi!" Santi buru-buru mengucapkan kalimat tersebut, agar tidak membuat Farrel marah padanya.Telapak tangan Farrel makin kuat mengepal. Rasanya ia sekarang semakin marah, tapi sulit untuk dilampiaskan, khawatir Karina yang sedang tidak baik-baik saja jadi kembali berprasangka macam-macam padanya."Kau mantan pelayan yang bekerja di rumah Bara, kau pasti tahu, bagaimana cara Bara memperlakukan Karina seperti apa, kurasa, aku dan Bara tidak bisa disamakan, Bara dingin dan tidak peduli, sementara aku? Perhatian dan sangat peka.""Ya, Tuan betul. Pak Bara itu dingin dan arogan, tidak bisa ditentang jika sudah bicara, saya banyak melihat pertengkaran yang terjadi saat dahulu Nyonya Karina d
"Bukan, bukan membersihkan tempat tidur, tapi kewajiban yang ingin kau pelajari itu dimulai dari tempat tidur ini."Farrel berusaha untuk menjelaskan seraya menarik lebih kuat salah satu tangan Karina hingga mereka berdua jatuh ke atas tempat tidur.Tidak hanya sampai di situ, tangan Farrel juga berusaha untuk membuka pakaian yang dikenakan oleh Karina, hingga Karina terkejut menerima perlakuan Farrel yang demikian."Rell! Apa yang kamu lakukan!?" seru Karina sembari melakukan perlawanan tidak mau pakaiannya dibuka oleh Farrel."Kamu bilang ingin menjadi ibu rumah tangga yang baik, melayani suami di atas tempat tidur juga salah satu tugas istri, Rina. Jadi lakukan tugas itu sekarang!" jawab Farrel berujung dengan permintaan. Mendengar apa yang dikatakan oleh Farrel, Karina baru paham. Dengan gerakan penolakan yang semakin gencar dilakukannya, Karina berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman Farrel dan....Plak!Farrel terkejut ketika telapak tangan Karina justru menampar wajahny
Mendengar apa yang dikatakan oleh Farrel, Santi terpaksa bungkam. Padahal, ia ingin sekali mengatakan sebuah kalimat bantahan karena kesimpulan yang dikatakan oleh Farrel itu tidak benar.Namun, Santi khawatir Farrel akan mengadu pada Karina dan resikonya ia akan kehilangan pekerjaan, hingga akhirnya ia terpaksa untuk diam saja.Farrel beranjak meninggalkan Santi dengan wajah yang terlihat menahan kemarahannya, lantaran ucapan Santi cukup membuat ia tertohok juga meskipun ia tadi bersikap seolah tidak percaya dengan perkataan Santi dengan pongahnya.Pria itu menyusul Karina ke kamar, untuk menenangkan istrinya tersebut sekaligus mempelajari bahasa tubuh Karina, apakah perkataan Santi itu memang benar. Di kamar, Farrel melihat Karina sedang duduk di tepi tempat tidur dengan wajah yang terlihat masih kacau seperti tadi.Dengan perlahan, Farrel melangkah mendekati sisi tempat tidur, dan duduk di samping sang isteri masih dengan gerakan yang sangat hati-hati."Sayang, aku minta maaf, aku