"Kalau ada orang yang ngomong sama kamu, hentikan semua kegiatan kamu, Gina! Kamu tidak paham etika?!" bentak Karina sambil terus menginjak telapak tangan Gina untuk memaksa Gina minta maaf. "Maaf, Nyonya. Maafkan saya," rintih Gina karena pijakan yang dilakukan oleh Karina pada tangannya semakin membuat pecahan mangkuk kaca itu menusuk tangan dan jarinya."Bangun!!" perintah Karina masih dengan nada suara yang meninggi.Pertanda kemarahannya tetap sama seperti tadi, tidak berkurang meskipun Gina meminta maaf berulang kali.Santi yang menyaksikan Gina mendapatkan kemarahan dari Karina diam-diam tersenyum puas, sementara Bi Narsih berusaha untuk membuat Karina tidak memperlakukan Gina dengan kejam, tapi Karina adalah perempuan yang tidak mau kalah apalagi dengan orang yang bekerja di rumahnya, ia membentak Bi Narsih untuk diam saja.Perlahan, Gina bangkit, setelah kaki Karina tidak menginjak telapak tangannya lagi.Kepala Gina tertunduk dalam, perasaan Gina tidak bisa dijabarkan lagi
Mendengar penjelasan yang diberikan oleh Bi Narsih, Bara mengarahkan pandangannya pada Gina yang tertunduk dalam di hadapannya lantaran pikirannya sedang berkecamuk.Laki-laki itu menghela napas berat. Seolah ada sesuatu yang tidak ia sukai."Apa benar begitu, Gina?" tanyanya pada Gina seolah ingin membuktikan sesuatu yang ingin dibuktikannya.Ini membuat Karina kesal, karena suaminya masih saja mendengarkan penjelasan orang lain dibandingkan dirinya sendiri."Iya, Tuan. Apa yang dikatakan oleh Bi Narsih itu benar."Dengan susah payah, Gina menjawab pertanyaan Bara, masih dengan kepala yang tertunduk.Wajah Bara masih terlihat tidak puas, apalagi ia paling benci melihat makanan terbuang seperti sekarang. Meskipun ia punya banyak uang, membuang makanan yang sebenarnya bisa dimakan adalah hal yang paling tabu baginya."Benar yang mana? Air susumu yang tidak ada, atau kau yang ingin membuat air susu milikmu tetap terjaga?" Kembali Bara melontarkan pertanyaan, dengan nada suara yang tega
Saat mengucapkan kata-kata ketus tersebut, terasa sekali perasaan benci Santi pada Gina, hingga Gina tidak mengerti, mengapa pegawai Bara yang satu ini sangat tidak suka padanya.Padahal, mereka tidak saling kenal, hanya bertemu di rumah Bara, tapi kebencian Santi seperti sudah pernah kenal Gina sebelumnya."Maaf, aku enggak ngerti, kenapa kamu begitu benci sama aku, Mbak -""Enggak usah manggil pake, Mbak segala! Aku malas mendengarnya!" potong Santi dengan nada yang masih seperti tadi, masih diselimuti perasaan kesal dan kebencian. Gina menghela napas mendengar apa yang diucapkan oleh Santi."Iya. Maaf. Kenapa kamu benci banget sama aku, San?" Gina mengulang pertanyaannya, sambil merubah cara memanggilnya sesuai keinginan Santi.Pertanyaan yang diajukan oleh Gina, membuat Santi menghentikan gerakannya yang membersihkan pecahan mangkuk sayur di lantai. Ia menatap ke arah Gina dengan sorot mata penuh perasaan tidak bersahabat. Dan Gina sangat jelas melihat kebencian itu."Aku benci o
Namun, ternyata langkah itu tidak sampai ke dapur, sepertinya pemilik langkah itu sedang melakukan sesuatu di ruang lainnya, hingga pembicaraan Bi Narsih dengan Gina tidak terganggu. Sementara itu, mendengar apa yang diucapkan oleh Bi Narsih, Gina terdiam untuk sesaat. Ia sudah berusaha untuk melakukan apa yang dikatakan oleh perempuan paruh baya tersebut. Menegaskan pada dirinya sendiri, bahwa ada Raya yang harus dinafkahi, jadi ia tidak boleh lemah dan harus bertahan. Hanya saja, ia tidak bisa melakukan itu dengan mudah, karena disudutkan terus menerus adalah sesuatu yang paling sulit untuk dihadapi, apalagi dianggap mencari perhatian segala oleh Karina, Gina benar-benar sulit untuk mengatasi perasaan tertekannya karena anggapan itu."Mbak. Pikiran perempuan yang sedang menyusui itu tidak boleh tertekan, dahulu saya juga seperti itu, tertekan karena mantan suami saya tidak bertanggung jawab dengan anak-anak, itu terjadi berulang kali, sampai akhirnya saya memilih untuk bercerai. P
Gina seolah kehilangan keberanian. Sekujur tubuhnya seolah kaku, ia tidak bisa bergerak sama sekali bahkan hanya mengambil nasi yang jaraknya sangat dekat di hadapannya saja, ia tidak sanggup."Cepat makan, tunggu apalagi?" Suara Bara membuat Gina tercekat. Karena kalimat itu diperuntukkan padanya, sebab mata sang bos mengarah ke wajahnya. "I-iya, Tuan," sahut Gina terbata-bata. Gina berusaha untuk membuat dirinya tidak kaku dalam bersikap. Berulang kali, ia mencambuk semangatnya agar ia bisa mengatasi aura Karina yang sangat tidak nyaman itu padanya, sampai kemudian, ia berhasil mengambil nasi, tapi dengan tangan yang gemetar dan itu membuat Bara mengerutkan keningnya."Apa yang kau takutkan? Tanganmu sampai gemetar seperti itu?" tanyanya dengan nada yang datar, seolah tidak tertarik dengan apa yang dialami Gina, tapi terganggu hingga ia harus mengomentari."Saya-saya hanya sedikit canggung, Tuan, karena saya-""Ada aku?!" potong Karina dan itu membuat Gina spontan merasa tertoho
Ditinggalkan begitu saja oleh sang suami, membuat Karina benar-benar kesal, apalagi, rencananya untuk membuat Gina buruk di mata Bara tidak berhasil sama sekali.Karina jadi berpikir keras, apalagi yang akan ia lakukan untuk membuat Gina bisa mendapatkan nilai minus di mata suaminya.Sementara itu, Gina sudah di kamar Gavin. Ia tidak henti-hentinya mengucapkan rasa syukur yang tidak terhingga atas apa yang baru saja dialaminya. Setidaknya, ia tidak membuat Bara curiga tentang air susunya yang sekarang ini tersendat, itu yang paling penting untuknya saat ini."Sabar, ya, Sayang. Mama pasti akan membuat kamu tidak kekurangan ASI lagi, Mama akan berusaha keras untuk mengembalikan ASI Mama menjadi banyak lagi seperti semula."Gina mengucapkan kalimat tersebut sambil mengusap puncak kepala Raya yang saat itu masih tertidur di samping Gavin. Bayi mungil itu tidur lelap meskipun ia tidak puas dengan air susu Gina yang tidak bisa ia sedot sampai ia kenyang.Hati Gina menjadi terenyuh melih
Suara keras Karina bercampur aduk dengan tangisan Gavin yang marah dengan apa yang ia alami sekarang. Berulang kali, Gavin menyedot puting susu milik Gina, tapi ia tidak terlihat senang seperti biasanya karena memang ASI yang keluar tidak sebanyak diawal Gina menyusuinya.'Ya, Allah. Kenapa tiba-tiba jadi seperti ini? Padahal biasanya enggak, aku bahkan belum menyusui Raya sama sekali, kenapa ASI milikku jadi tersendat? Seharusnya enggak, kan?'Gina membatin dengan hati yang diselimuti perasaan gelisah.Diabaikannya untuk sejenak dampratan Karina. Ia berusaha keras untuk terus menyusui Gavin agar bayi itu tidak menangis.Bahkan, Gina menekan dadanya untuk membuat air susunya keluar dengan lancar seperti biasanya supaya Gavin tidak marah dan menangis seperti itu, namun tetap saja upaya Gina tidak berhasil. Gavin menangis keras dan tangisannya membuat Raya juga ikut terbangun lalu akhirnya ikut menangis hingga situasi kamar itu jadi kacau.Pusing mendengar semua bayi yang ada di situ
Suara Bara menggema di kamar itu, membuat Gavin yang ada di dalam gendongan Karina menangis semakin kencang. Apalagi sejak ia diambil dari pangkuan Gina, Gavin yang merasa asing dengan ibunya sendiri karena Karina tidak pernah menyusuinya merasa tidak nyaman dalam gendongan Karina, ditambah Karina juga tidak ikhlas menggendong sang anak hingga Gavin semakin berontak di dalam dekapan ibunya sendiri. Akhirnya, karena kerepotan berusaha membuat tangisan Gavin berhenti, Karina memanggil babysitter Gavin, tapi Bara mencegah Karina memberikan Gavin pada sang pengasuh sebab pengasuh Gavin sedang mengatasi bayi Raya yang juga menangis. Dengan hati dongkol, Karina terpaksa tetap menggendong anaknya, sementara Bara tetap mengintrogasi Bi Narsih hingga Gina merasa tidak nyaman pada Bi Narsih. Ia mendekati Bara dengan kepala tertunduk dan berdiri di samping Bi Narsih yang juga menundukkan kepalanya seraya berusaha untuk meyakinkan Bara bahwa ia tidak berniat untuk menyalahgunakan kepercay
Perasaan itu membuat Bara menatap Gina yang saat itu masih menyusui Gavin di antara raut lelahnya. 'Gina sekarang lelah, resepsi pernikahan kami ditambah insiden penculikan yang dilakukan oleh Karina pasti membuat ia jadi tertekan, rasanya tidak etis mengajaknya berhubungan di situasi seperti sekarang.'Hati Bara bicara demikian sambil terus memijit kaki sang istri. "Yank, enggak usah pijit, kamu juga pasti capek, kamu istirahat duluan juga enggak papa, setelah Gavin tidur, aku pindahkan ke kamar dia, dan nanti aku menyusul kamu."Suara Gina terdengar perlahan mengucapkan kalimat tersebut, khawatir mengganggu Gavin yang sudah mulai setengah tertidur.Namun, karena bayi itu masih menghisap puting susunya, Gina yakin Gavin belum benar-benar tidur."Pijitan ku kurang enak?" tanya Bara dengan nada suara perlahan pula. "Eh, enggak gitu. Enak, kamu pinter mijit, tapi kamu, kan capek juga?"Buru-buru Gina menyangkal, tidak mau Bara salah paham.'Apa waktu sama Bu Karina, dia juga seperti
Sontak, Bara memalingkan wajahnya ke arah lain agar matanya tidak melihat hal yang tidak seharusnya ia lihat karena Karina bukan istrinya lagi.Namun, Karina yang memang ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan segera tahu situasi sekarang harus ia manfaatkan.Ia yang kesakitan karena puting susunya digigit oleh Gavin kembali mengeluarkan suara rintihan seraya terhuyung hingga Bara yang tidak mau melihat dadanya segera buru-buru menopang nya agar ia tidak tersungkur di lantai dan membahayakan Gavin.Bara mengabaikan sejenak dada Karina yang terpampang di matanya. Ia mengambil alih Gavin dari gendongan Karina agar Karina bisa membenahi dadanya segera. Namun, yang dilakukan oleh Karina justru sebaliknya. Ia memegang dadanya dan memeriksa puncaknya untuk melihat bagian yang digigit oleh Gavin."Mas, lihat. Gavin membuat puting susuku terluka," keluhnya sambil menunjukkan dadanya pada Bara hingga Bara buru-buru membalikkan badannya agar tidak melihat terus menerus bagian tubuh Karina
"Bu, saya tidak menipulasi, bagaimana mungkin saya mengerti soal itu? Yang saya tahu, kondisi perempuan itu berbeda-beda, mungkin Ibu Karina memiliki kondisi berbeda dengan saya, itu sebabnya ASI Ibu Karina tidak lancar.""Apa kamu juga berpikir akan menggaet Bara dengan cara seperti Gina? Menyusui Gavin hingga Bara suka padamu?""Tidak, Bu, saya-""Karina, apa yang kamu lakukan?"Saat Santi dan Karina berdebat tentang air susu, tiba-tiba saja, Farrel datang dan menerobos masuk ke dalam kamar itu. Santi terpaksa keluar ketika Farrel memintanya keluar. Sedangkan Gavin masih terus menangis karena marah tidak ada ASI yang ia inginkan sejak tadi."Aku enggak punya ASI, Farrel, tapi Santi punya, dia tidak pernah melahirkan sedangkan aku? Kenapa aku bisa tidak punya?" lapor Karina dengan suara yang gemetar."Kamu ingat tidak, waktu itu kamu minum obat khusus hingga ASI kamu kering, kamu bilang dada kamu sakit kalau bengkak akibat ada ASI, mungkin karena itu ASI kamu tidak keluar."Farrel m
Santi langsung melangkah ke tepi tempat tidur hingga Karina mengerutkan keningnya melihat apa yang dilakukannya."Ngapain? Kamu keluar sana! Aku akan berusaha untuk menyusui Gavin!" katanya pada Santi. "Maaf, Bu. Bukankah Ibu tidak mau dada ibu jadi rusak jika Ibu menyusui?" kata Santi dengan keberanian yang ia kumpulkan sedemikian rupa. "Aku bisa melakukan perawatan di klinik kecantikan untuk mengembalikan dadaku kalau rusak.""Tapi-""Sudahlah! Jangan ganggu! Aku akan membuat Bara tahu aku juga bisa seperti Gina, biar dia menceraikan perempuan itu!""Cerai?" ulang Santi tidak paham dengan kalimat itu diucapkan oleh Karina."Ya. Bara menikah dengan Gina, selain si Gina itu pakai pelet sampai Bara suka padanya, kemampuan dia yang menyusui Gavin itu yang disukai oleh Bara, aku juga bisa melakukan hal itu, jadi untuk apa aku menahan diri lagi!"Telapak tangan Santi mengepal mendengar apa yang diucapkan oleh Karina. 'Yang benar saja, Gina menikah dengan Pak Bara? Astaga, ini benar-be
Santi terkejut bukan main lantaran kepergok ingin memberikan ASI pada Gavin. Sementara Karina murka lantaran Santi dinilainya lancang melakukan hal itu tanpa izin darinya. "Kau pikir kau siapa? Ingin memberikan ASI untuk anakku?!" bentak Karina dengan lantang sambil merampas Gavin dari gendongannya Santi."Maaf, Bu. Tapi, Tuan Muda Gavin sepertinya ingin ASI." Terbata-bata, Santi menjelaskan, tapi Karina semakin melotot mendengar apa yang dikatakannya."Bukan berarti harus ASI dari kamu juga, Santi! Makin banyak saja ASI tidak jelas masuk ke dalam tubuh anakku! Menyingkir kamu! Awas kalau kamu berani melakukan hal itu lagi! Aku pecat kamu!" Setelah bicara seperti itu pada Santi, Karina langsung membawa Gavin masuk ke kamarnya, meninggalkan Santi yang hanya menundukkan kepalanya ketakutan melihat kemarahan Karina.Sementara itu, tangisan Gavin semakin menjadi-jadi. Gavin marah berada di dalam gendongan Karina hingga ia meronta-ronta di dalam dekapan sang ibu. Membuat Karina hilang
"Tuan!"Terdengar suara Bi Narsih dari luar disertai ketukan di pintu yang jedanya sangat cepat pertanda orang yang mengetuk tidak sabar untuk cepat dibukakan.Gina dan Bara saling pandang. Namun tanpa berpikir panjang, Gina melepaskan rangkulan Bara pada tubuhnya dan dengan tergesa-gesa ia memungut pakaiannya yang teronggok di lantai kamar usai dilepaskan oleh Bara tadi setelah itu memakainya dengan sangat terburu-buru.Bara juga segera merapikan penampilannya sejenak lalu ia dan Gina bergegas ke pintu untuk tahu apa yang membuat Bi Narsih mengetuk pintu kamar mereka dengan cara terburu-buru seperti itu."Ada apa?" tanya Gina dan Bara bersamaan ketika pintu sudah dibuka oleh Bara. "Tuan Muda Gavin, hilang, Tuan!"Dengan nada suara terbata-bata, Bi Narsih mengatakan hal itu hingga Gina dan Bara terkejut bukan main. "Apa maksudnya dengan hilang?" tanya Bara dengan nada suara yang meninggi. Sementara itu, Gina bergegas menuju kamar Gavin karena ia ingin membuktikan apa yang dikatakan
Jika biasanya mendengar Bara dengan sisi arogannya seperti itu membuat Gina jadi seolah kehilangan cara untuk membujuk, kali ini Gina tidak seperti itu lagi. Selama masa pendekatan, sampai resmi menikah, Gina sudah banyak mempelajari sikap dan karakter Bara lalu mencoba mencari cara untuk menghadapi. Karena ia sudah menerima perasaan ayah Gavin tersebut, jadi penting bagi Gina untuk mempelajari sikap Bara, karena menikah tidak hanya untuk satu dua hari. Jika bisa selamanya, sebab itulah penyesuaian sikap penting untuk dilakukan menurut Gina hingga saat sekarang, ketika sisi arogan Bara kembali muncul, Gina tidak lagi seperti dahulu yang mati kutu tidak bisa berbuat apapun.Ia menatap wajah Bara seperti Bara melakukan hal itu padanya. Tatapan Gina lembut seolah ingin menenangkan Bara lewat sorot matanya.Kedua tangannya memegangi dua lengan kokoh Bara yang masih melingkar di pinggang rampingnya seolah tidak mau Gina lepas dari kuasanya."Kita sudah menikah. Insya Allah semua waktu k
Haris terlihat sangat tegang melihat aksi yang dilakukan oleh Karina. Ia menatap Bara yang saat itu hanya menatap sang mantan istri yang mengancamnya sedemikian rupa."Kau tidak melihat betapa hancur perasaan ibu dari anakmu, Pak Bara? Apakah kau terlalu egois memikirkan syahwat mu sendiri hingga tidak peduli ada yang akan mati jika kau melangsungkan pernikahan itu sekarang?" tanya Haris dan tatapan mata Bara beralih ke arahnya dengan sangat dingin."Syahwat? Kau mengira pernikahan itu hanya diisi dengan adegan ranjang saja? Sepertinya hal itu hanya pantas diberikan oleh pasangan yang berselingkuh Pak Haris, dan aku tidak termasuk. Aku tidak pernah selingkuh, istilah mu tadi kurasa hanya cocok untuk mu dan Karina saja!"Setelah bicara seperti itu pada Haris, Bara berbalik dan ingin beranjak meninggalkan Karina dan juga Haris yang masih ditahan oleh para penjaganya untuk masuk ke dalam masjid.Namun, Karina berteriak ketika Bara tidak terpancing sedikitpun dengan ancaman yang diucapka
Meskipun tahu niat Bara yang ikut dengannya untuk membicarakan tentang keinginan pria itu yang ingin melamarnya, tetap saja Gina merasa berdebar ketika mendengar Bara mengucapkan kalimat tersebut pada kedua orang tuanya. Seperti seorang gadis yang baru pertama kali dilamar, padahal ini bukan yang pertama bagi Gina."Saya tahu, mungkin bagi Bapak dan Ibu akan terkejut atau mengira saya terkesan terburu-buru, tapi saya yakin dengan apa yang saya katakan, saya mencintai putri Bapak dan Ibu dan ingin hidup selamanya dengan dia."Melihat keraguan terpancar di mata ibu dan ayah Gina ketika mendengar apa yang dikatakannya, Bara melanjutkan ucapannya, ini cukup membuat ibu Gina tersenyum mendengarnya."Kalian sudah dewasa, sama-sama pernah gagal dalam pernikahan, Ibu yakin itu bisa kalian jadikan pelajaran. Kalau kamu memang serius dengan Gina, tolong jangan sakiti Gina, asalkan Gina suka dan ikhlas, kami sebagai orang tua hanya bisa memberikan restu."Mendengar apa yang diucapkan oleh ibunya