"Yank, apa ada yang membuat kamu jadi berpikiran seperti ini? Bukannya masalah ini sudah pernah kita bahas? Dan, aku sudah menjawabnya untukmu, itu jawaban yang jujur."Dengan suara yang lembut, Gina mengucapkan kalimat tersebut, seraya menatap tanpa berkedip wajah suaminya."Aku cuma berpikir, sepertinya aku yang terlalu egois ingin punya anak denganmu, sementara anak kita masih kecil-kecil, Raya dan juga Gavin."Bara menanggapi perkataan Gina masih dengan wajahnya yang suram. "Enggak, kok.""Apa?""Aku juga ingin punya anak dari kamu."Gina memperjelas ucapannya, tapi Bara tidak langsung terlihat sumringah mendengar pengakuan yang sebenarnya sudah pernah ia katakan saat mereka pertama kali membahas masalah tersebut, meskipun sebenarnya ia senang mendengarnya."Tapi, sepertinya memang akan merepotkan mu jika dalam waktu dekat, kamu hamil lagi.""Sebenarnya, apa ada yang bicara soal ini sama kamu? Kamu bukan tipe orang yang mudah membahas sesuatu yang sudah dibahas tanpa ada alasan y
Sebenarnya, Haris kesal mendengar itu semua diucapkan oleh Jessica, tapi apa mau dikata, ia juga tidak bisa tanpa Jessica. Pernah mencoba saat mereka bercerai, tapi Haris merasa tanpa wanita hidupnya hampa.Haris juga bukan tipe laki-laki yang mudah berhubungan intim dengan perempuan yang asing, itu sebabnya 'membeli' wanita hanya karena ia sedang ingin bercinta, itu bukan sebuah jalan keluar baginya.Alhasil, Haris mengiyakan saja apa yang dikatakan oleh Jessica, daripada perempuan itu tidak mau lagi diajak bekerjasama. Pria itu berjanji, setelah berhasil mengajak Gina kembali padanya, semua permainannya dengan Jessica akan diakhiri.Haris segera membawa pakaian kotor dan celananya keluar dari kamar. Melangkah ke belakang untuk mencuci pakaian tersebut di mesin cuci, tapi hal itu dilihat oleh sang ibu, dan ibunya itu mencegah. "Kamu mau cuci baju?" katanya sembari menatap tangan Haris yang sudah ingin memasukkan pakaian itu ke dalam mesin cuci."Iya, bagaimana caranya ini?" tanya
"Kalau gitu, ya, udah. Aku enggak peduli baju kamu mau ditaro di mana! Terserah!"Seraya bicara seperti itu pada Haris, Jessica membaringkan lagi tubuhnya di atas ranjang dan kembali fokus pada ponselnya. Ini membuat Haris jadi geram, karena Jessica tidak peduli dengan pakaiannya yang ia lepaskan dan ia letakkan berserakan begitu saja. Dalam sekejap, apa yang dilakukan Gina dahulu terbayang di benak Haris. Dahulu, meskipun ia meletakkan kaos kaki di lantai begitu saja saat melepaskannya, pakaian pun sama, begitu juga handuk yang setelah dipakai, selalu diletakan begitu saja oleh Haris, tapi Gina tidak pernah mengomel walaupun suatu hari hal itu dibahas oleh Gina bahwa ia ingin merubah kebiasaannya tersebut.Tetap saja Haris tidak peduli walaupun Gina memintanya dengan nada perlahan tanpa diselingi perkataan pedas. Berbeda dengan Jessica, perempuan itu selalu menegurnya dengan nada yang meninggi, baik masih dalam pernikahan mereka maupun setelah bercerai seperti sekarang, Jessica ti
Bara mengucapkan kata itu dengan wajah yang terlihat sangat serius. Membuat Gina menarik napas panjang."Lalu Karina?""Karina akan menikah, Haris tidak!""Kalau apa yang aku khawatirkan ternyata menjadi kenyataan, Bagaimana?" sergah Gina seraya menatap mata sang suami."Tidak akan aku biarkan itu menjadi kekhawatiran bagimu.""Caranya?""Gina, kau tahu aku, kan? Aku bukan tipe pria yang mudah menarik lagi kalimat yang sudah aku ucapkan."Sambil berkata demikian, Bara memegang kedua pundak sang istri berharap istrinya percaya dengan apa yang dikatakannya. "Iya. Aku tahu. Kamu bukan tipe pria seperti itu, meskipun manusia kadang sulit ditebak isi pikirannya tapi aku akan percaya padamu.""Lalu masalah Haris bagaimana?"Bara masih belum puas dengan apa yang mereka bahas sebelumnya."Ibu bilang, jangan lupa berdoa sebelum tidur, meskipun yang ibu dengar itu suara dari akibat apa yang kita lakukan, tapi, apa yang ibu khawatirkan itu beralasan.""Suara derit papan?"Gina mengangguk. "Bai
Terdengar ketukan di daun pintu kamar. Membuat Bara dan Gina sama-sama terlonjak dan buru-buru membenahi pakaian mereka masing-masing. Belum lagi mereka berhasil menetralisir perasaan mereka, tiba-tiba saja, suara ibu Gina terdengar dari luar diiringi ketukan di pintu kamar itu beberapa kali kembali. "Ya, Bu. Sebentar!"Terpaksa Gina menyahut, ia menyambar selimut lalu meminta Bara naik ke atas tempat tidur setelah itu terburu-buru ia menyelimuti sang suami agar ibunya tidak tahu bahwa pakaian Bara tidak karuan.Usai melakukan semua itu, Gina segera melangkah ke arah pintu dan membukanya setelah memastikan pakaiannya rapi. "Iya, Bu. Ada apa?" tanyanya ketika pintu kamar sudah ia buka. "Oh, kalian sudah tidur?""Baru mau, Bu. Tapi, kayaknya, Bara sudah tidur.""Ini, obat herbal buat tangan suami kamu, sepertinya saat mencuci piring, tangannya terluka, ada darah di pecahan kaca, hanya suamimu yang di dapur dan mencuci piring. Kamu tidak tahu?""Eh? Benarkah?" kata Gina tidak bisa m
Gina mengerutkan keningnya ketika mendengar Bara bicara seperti itu padanya. Merasa tidak mengerti, apa yang dibicarakan oleh sang suami padanya."Aku pria yang tidak bisa romantis, aku juga tidak bisa melakukan tugas ayah dan suami dengan baik, selama ini aku terkesan dingin, dan tidak peka, aku juga arogan, setiap ada yang membantahku, aku selalu merasa tidak puas. Tapi-""Tidak masalah. Dari semua sifatmu itu, beberapa juga aku suka, kau yang seperti itu sudah aku suka, tampilan mu yang dingin itu juga tidak buruk, dingin pada perempuan lain tapi hangat denganku, aku suka."Gina bicara dengan sungguh-sungguh menanggapi apa yang dikatakan oleh Bara."Kamu serius?""Apakah aku terlihat main-main?"Bara menggeleng. "Sebenarnya, ibu tadi mengatakan sesuatu padaku."Sembari bicara seperti itu, Gina menundukkan kepalanya."Apa yang ibu katakan?"Dengan cemas, Bara melontarkan pertanyaan, dan Gina mengangkat wajahnya lagi hingga pandangan mata mereka bertemu.Sesaat kemudian, mengalir l