Lesti merasa cemas pada Amanda karena sejak tadi dihubungi tidak diangkatnya. Dia seharusnya bisa sedikit berempati pada Amanda karena harus mengalami masalah yang bertubi-tubi ini. Tapi dia punya niat yang baik pada sahabatnya itu. Dia tidak mau sahabat terbaiknya harus menjadi korban pria yang hanya akan mempermainkannya saja. Teringat dirinya-lah yang selama ini berkontribusi membuat Amanda lebih dekat dengan Wisnu, hatinya menyesal.Dia mengambil HP-nya dan menghubungi Dion pacarnya.“Apa benar Pak Wisnu digosipkan dengan wanita yang waktu itu makan malam bersama Pak wisnu?”“Biasa, gossip!”“Jawab saja lah, beb!”“Iya, tapi itu belum tentu benar kan sayang!”“Menurutmu?”“No komen, ga usah ikut campur lah”“Hemm, apa jangan-jangan kamu juga sudah tahu yang sebenarnya tapi tetep bungkam biar gak ada masalah sama Pak Bosmu itu?”“Astaga, kok kamu mikirnya negatif gitu sayang? Bagaimanapun Amanda juga teman aku lho!”“Ya makanya cari info kek!”Lesti dengan kesal menutup telpon paca
Lesti tidak ingin melihat Amanda sedih. Karena itu dia ingin mengajaknya sekedar jalan-jalan keluar agar pikirannya tidak suntuk.“Aku udah dapat gaji pertamaku di MONTV, masa enggak traktir sahabatku sih?!” ujar Lesti membujuk Amanda.“Baiklah, kemana?” ujar Amanda pasrah“Ke mall saja yuk, sekalian nonton ada film bagus, malam ini diputar kayaknya.”Amanda menyetujui tawaran Lesti dan mereka bergegas menuju halte untuk menaiki bus trans-jakarta.“Orang bijak pernah berkata, hidup itu pilihan, jika kau bangun dari tidurmu dan merasa tidak bisa tersenyum, sebaiknya kamu coba pilihan lain,” ucap Lesti saat mereka sudah ada di dalam bus. Amanda hanya tersenyum mencoba menghilangkan resah hatinya.“Sok bijak amat sih, lo!”“Hehe, aku kan sudah bilang kalau aku ini memang bijak lho!”“Iya, iya aku tahu kok!”Amanda memperhatikan sekitar. Dilihatnya ada gadis kecil yang duduk dipangku ayahnya. Dia menjadi teringat masa kecilnya dulu yang selalu ingin dipangku papanya jika keman-mana. Kata-
Amanda berdiri membeku ketika melihat Wisnu sudah ada di hadapannya.“Dari mana?” tanya pria itu dengan tatapan yang menusuk jantung hati Amanda.Setelah apa yang sudah pria kejam ini lakukan masihkah dia punya hak untuk menatapnya seperti itu? seharusnya dirinyalah yang bertanya begitu.“Dari mall” jawab Amanda datar mengabaikan kemarahan yang terbungkus wajah dingin itu.“Siapa tadi?”“Teman”“Hemm, bagus! Aku pikir kau kenapa-kenapa karena HP-mu tidak aktif, ternyata malah asyik jalan-jalan ke mall dengan pria itu!”Pria? Dia tahu di dalam mobil itu pria?Amanda tidak lupa pria ini yang sudah membuat perasaannya kalang kabut. Karena itu dia benci sekali melihat keberadaannya di depan mata sekarang.“Sudah malam, aku mau istirahat!” Amanda berjalan masuk mengabaikan Wisnu. Bahkan saat Wisnu akan meraih lengannya dia justru menampiknya dan tetap meninggalkannya. Tidak peduli! Dia tidak akan peduli lagi! Itu yang kini dirasakan Amanda.“Amanda?!” Panggil Wisnu sekali lagi sebelum meli
Amanda sudah di rumah Wisnu lebih pagi dari biasanya demi bisa bertemu dengannya untuk bicara sebelum dia berangkat ke kantor. Tapi sepertinya Wisnu tidak di rumah.“Mas Wisnu hanya pulang sebentar kemarin sore dan keluar lagi,” jawab Ujang untuk pertanyaan Amanda.“Tidak pulang?” Amanda mengernyitkan keningnya. Jika tidak pulang biasanya dia ke mana?“Den Wisnu kan punya banyak apartemen, Mbak. Mungkin lagi pengen nginep di salah satu apartemennya,” sahut Titik.“Mbak Amanda ada perlu dengan Mas Wisnu?” tanya Ujang.“Eng, iya.” Amanda lupa mereka tidak mengetahui hubungan antara dirinya dan Wisnu.“Ditelpon saja, Mbak!” Titik menyarankan.“Baiklah, nanti aku akan menghubunginya.” Amanda menyudahi pembicaraan tentang Wisnu.Sambil mengiris wortel Amanda melamun. Pikirannya jadi macam-macam. Bisa jadi karena sakit hati atas sikapnya semalam Wisnu mencari pelampiasan di luar sana? Bagaimana kalau dia menghabiskan malam bersama wanita lain? Atau, mereka memang sedang bersama semalaman? A
Wisnu memejamkan matanya sambil menghembuskan napas panjangnya. Dia baru sadar sudah melakukan kesalahan.“Sial!” Umpat Wisnu pada dirinya sendiri. Kenapa dia justru membuat gadis itu terdengar sedih dengan ucapannya.Jemarinya sudah siap menghubungi Amanda namun dia khawatir akan berkata yang dingin lagi pada gadis itu. Akhirnya dia hanya bisa mengirimkan pesan saja.[Baiklah, kau mau kita bicara di mana?]Pesan itu baru di jawab setelah 10 menit kemudian.[Di Kafe Mas Murni saja][Ada satu meeting lagi setelah ini, aku akan menjemputmu sore nanti][Kita ketemu di kafe saja]***Amanda sudah menghabiskan Jus jeruknya segelas, namun Wisnu tidak kunjung datang. Ingin menelponnya namun tidak jadi. Dalam hati terus menyemangati diri sendiri untuk tetap tenang dan sabar. Hatinya yang sedari tadi meradang, berdarah dan diperparah dengan telpon yang ternyata di angkat Annisa membuatnya sangat tidak berdaya.Dia sudah tidak butuh penjelasan apapun lagi. Tekadnya sudah bulat mengakhiri semua
Amanda hanya terdiam di dalam mobil Ardi sembari melihat tetesan air yang mengalir di kaca jendela. Hujan mulai turun dan bertambah lebat. Bahkan cuaca hari ini sama dengan suasana hatinya. “Hujan semakin lebat, kau tidak masalah kan kalau kita berhenti di depan sana?” tanya Ardi pada Amanda yang sejak tadi tidak bergeming.Amanda hanya mengangguk saja. Saat dia turun barulah dia bertanya-tanya di mana ini?“Sepertinya hujannya akan lama, kita tunggu dulu sampai hujan reda. Ikuti aku!” Ardi menggandeng tangan Amanda agar mengikutinya.Amanda sepertinya merasa keberatan digandeng. Karena itu dia menarik tangannya dari Ardi. Pria itu hanya tersenyum memaklumi. Mereka masuk dalam lift dan saat keluar mereka sudah ada di depan pintu apartemen Ardi. Sebenarnya itu apartemen temannya.Kenapa malah ke apartemen?“Masuklah!” tukas Ardi setelah membuka pintu apartemen dengan menekan kode keamanan.“Eng… tapi” Amanda tampak ragu.“Sebentar saja kok, setidaknya sampai hujan reda. Aku akan meng
Ting!Lift terbuka dan Wisnu masih menggandeng lengan Amanda membuka pintu apartemen dan masuk ke dalamnya.“Mas Wisnu mau apa?” Amanda menyentak lengannya hingga terlepas dari Wisnu dan menatapnya dengan panik. Pria itu seolah akan menelannya mentah-mentah.“Kenapa?” Wisnu menjawab dengan dingin sembari melangkah memepet tubuh gadis itu ke dinding.Melihat Amanda semalam diantar Ardi saja sudah membuatnya geram, apalagi tadi dia melihat Ardi mencoba menciuminya. Hatinya panas hingga kalap memukuli pria itu bertubi-tubi. “Kau tidak suka aku menyentuhmu tapi membiarkan pria lain menyentuhmu, hah!?” Wisnu mencengkeram bahu Amanda dan menariknya ke pelukannya.“Mas, sakit!” keluh Amanda berharap pria ini tidak keterlaluan. Amanda benar-benar sangat takut.Wisnu tak bisa menahan dirinya yang masih dikuasai emosi itu. Tangannya yang besar itu mencengkeram rahang tirus Amanda kemudian melumat bibir itu dengan rakus. Menautkan lidahnya dengan lidah Amanda. Dan tak memberinya jedah sedikitpu
Amanda menemani Purwa berjalan-jalan sebentar di sekitar rumah. Sepanjang itu Purwa bercerita namun Amanda sedang banyak pikiran hingga sering tidak nyambung saat membalas obrolan.“Ada apa, Amanda?” tanya Purwa setelah duduk santai.Amanda tahu Purwa pasti melihatnya bimbang, karena itu sekalian saja Amanda mengatakannya sekarang.“Om, Amanda senang Om sudah semakin membaik dan sehat, karena itu mungkin ini saatnya Amanda pamit.”Purwa tercenung. Namun kemudian tersenyum penuh arti pada Amanda.“Emangnya kamu mau kemana?”“Pulang Om, Amanda kangen sama Mama dan Papa”“Bagaimana dengan kuliahmu?”“Masih lama, aku bisa pulang dulu”“Kau sudah mengatakannya pada Wisnu?”Amanda hanya mengangguk. Sebenarnya masih tampak sedih jika teringat pria itu dan cintanya yang harus diakhiri di saat lagi sayang-sayangnya. Tapi sudahlah, dia tidak ingin memikirkannya lagi. Tekadnya sudah bulat dan papanya sudah senang sekali mendengar keputusannya untuk pulang dan bertemu dengan calon suaminya.“Apa