Share

MENJADI ISTRI USTADZ KAMPUNG
MENJADI ISTRI USTADZ KAMPUNG
Penulis: Mastuti Rheny

1. Dipaksa Nikah

“Sial banget, kenapa hidupku jadi kayak gini?!”

Gadis itu terus merutuk sembari memandangi arus sungai di bawah jembatan yang sekarang menjadi tempatnya berdiri.

Wanita muda yang terkenal dengan panggilan ‘Raya’ itu sudah kehilangan kehidupannya yang sempurna. Semua ini karena kasus korupsi yang menimpa ayahnya.

Kemewahan yang sering diperlihatkannya di akun media sosialnya ikut terkena imbas berita buruk.

Banyak yang menganggap apa yang dimilikinya adalah hasil korupsi ayahnya.

Perlahan, dia kehilangan kemewahan, penggemar, juga pengikutnya di media sosial, tempatnya mencari uang.

“Awas saja ya kalau aku udah kaya lagi, aku akan balas mereka semua yang udah meremehkan aku,” tukas Raya geram. “Terutama kamu Reno, bisa-bisanya sih kamu main gila di belakangku!”

Gadis itu sekarang teringat dengan sang mantan kekasih yang sudah berkhianat. Lelaki yang dicintainya itu berselingkuh dengan saudara tirinya sendiri.

Raya masih terus termenung, tidak lama … angin berembus kencang dan menerbangkan syal mahal pemberian mendiang mamanya yang dia kenakan di leher.

Syal itu meluncur ke Sungai, tepat di bawah Raya. Tidak ingin kehilangan satu-satunya barang berharga peninggalan mamanya refleks gadis itu mengejar, hingga tanpa sadar malah melewati pembatas jembatan.

“Argh!”

Dia nyaris saja terjun ke Sungai, jika saja tangannya tidak mampu menggapai pembatas jembatan. Tubuhnya kini menggantung di antara jembatan yang sepi lalu lalang, juga Sungai besar dengan alirannya yang deras.

“Tuhan, aku masih ingin hidup, aku nggak mau mati,” desis Raya sembari meringis ketakutan ketika dia melihat ke bawah.

Sekuat tenaga Raya tetap berusaha mempertahankan pegangannya. Dia tak mau jatuh yang membuat hidupnya bisa berakhir sia-sia.

Raya memilih mengalihkan pandangannya ke atas dengan hatinya terus memendam harapan bahwa akan ada seseorang yang akan menolongnya.

Gadis itu terus memaksa untuk bertahan. Harapannya kian menipis sekarang ditambah rasa lelah sudah mulai menyergapnya saat ini.

Di tengah rasa putus asa yang sudah mulai datang mendadak Raya merasakan adanya pergerakan di atasnya, dan sejurus kemudian Raya melihat sebuah tangan mulai meraihnya.

“Tahan Mbak, ayo sekarang sampean tak tarik ke atas yo!” seru sebuah suara dari atas yang seketika mengembalikan harapan Raya.

Sementara di atas jembatan kini tampak seorang pria yang segera mencampakkan cangkul dan caping bambunya demi bisa memberikan pertolongan pada gadis muda yang tadi sempat dilihatnya dari jauh terjatuh ke sungai.

Dengan sepenuh tenaga pria muda dengan tubuhnya yang kuat disertai tonjolan ototnya yang terlatih itu terus menarik tubuh Raya ke atas.

“Ayo Mbak, bertahan, jangan menyerah, jangan dilepas ya pegangan tanganku,” ucap pria itu lantang berusaha memberi instruksi pada gadis yang tadi sempat dilihatnya terus berdiri terpaku di pinggir jembatan.

Raya merasa sangat lega karena telah mendapatkan pertolongan di saat yang tepat, di saat dirinya nyaris tak bisa mempertahankan pegangan tangannya pada sisi pembatas jembatan.

Raya berusaha keras untuk bisa mencapai ke atas jembatan lagi mengikuti tarikan tangan dari lelaki yang wajahnya bahkan masih belum bisa dia lihat.

Hingga akhirnya usaha Raya dengan bantuan dari pemuda desa yang belum dikenalnya itu mulai membuahkan hasil dan tubuh Raya mulai terangkat.

Tapi mendadak sebelah kaki Raya yang dia jadikan pijakan, terantuk pembatas jalan. Hal itu membuat tubuhnya menubruk sosok lelaki penolongnya dan menyebabkan tubuh mereka saling menempel.

Dari jarak sedekat ini, Raya justru salah fokus pada wajah pria penolongnya. Pria itu ternyata memiliki garis ketampanan meski tersamarkan dengan penampilannya yang kucel dan bahkan agak kotor.

Hanya beberapa saat mata mereka saling beradu karena hanya dalam hitungan detik dengan cepat pria itu kemudian menarik pandangan setelah sempat terlihat tertegun memandangi keindahan wajah Raya.

Namun sebelum mereka saling melepaskan diri, mendadak dari arah barat tampak serombongan petani yang baru beranjak dari sawah mereka melintas di jembatan. Dan mereka melihat apa yang sedang terjadi hingga memunculkan sebuah kesalahpahaman yang menyudutkan.

“Apa-apaan ini, apa yang sedang kalian lakukan?”

Sontak kedua insan yang bahkan tak saling mengenal itu segera berusaha untuk bangkit lalu saling menjauhi agar apa yang terjadi tadi tak memantik dugaan yang terlalu jauh.

Tapi orang-orang desa yang kolot dan sederhana itu sudah terjerat dalam prasangka picik mereka, walau mereka kemudian mencecar dengan mengunggah nada tidak percaya.

“Mas Ustadz Raihan?!” seru salah seorang dari mereka yang segera menarik tatapan Raya ke arah pria yang berpakaian ala petani yang bahkan baju berpotongan sederhana itu menampakkan noda tanah yang ketara.

Raya sama sekali tak menduga kalau pemuda penolongnya adalah seorang ustadz.

“Kalian pasti sedang mesum ya?!” Mendadak salah seorang penduduk desa mulai menuduh mereka yang membuat keduanya tergeragap kaget.

“Kenapa kalian bisa saling tindih tadi?” sambung wanita itu lagi.

Dengan cepat seorang pria yang ikut berjalan bersama rombongan para petani itu mulai menyeruak menghampiri.

“Ya jelas saja mereka pasti sedang mesum tadi!” sergah lelaki berkumis tebal itu.

Raya langsung menggeleng resah saat mendengar tuduhan yang hina itu.

“Nggak-nggak, tadi kami nggak ngapa-ngapain kok,” ucap Raya dengan segera menampik.

“Ini semua salah paham, kami memang tidak ngapa-ngapain kok, Paklek,” sambung Raihan ikut berusaha menjelaskan pada pria bertubuh kekar yang disebutnya Paklek.

Paklek sontak meludah sinis, menampakkan dengan sangat lugas rasa tidak percayanya.

“Hey Raihan, kami semua tadi melihat dengan jelas apa yang kalian lakukan tadi.” Dia menatap sinis kepada kedua anak muda itu, terutama pada Raya yang saat ini memakai sebuah dress pendek yang dipadu dengan jaket jeans belel.

Sangat berbeda dengan gadis kampung kebanyakan di desa ini dengan pakaian yang tertutup dan sederhana. Raya terlihat sangat mencolok terlebih dengan wajah cantiknya yang memang langsung menarik perhatian bagi siapapun yang baru melihatnya.

Dilihat seperti itu, Raya malah menentang balik tatapan lelaki berkumis tebal itu yang terasa sangat menyebalkan.

“Jangan seenaknya menuduh ya, kami nggak ngelakuin apa-apa. Dia itu tadi nolongin aku yang mau jatuh ke jembatan.” Raya berusaha menjelaskan kronologis yang sesungguhnya.

Tapi tetap tak ada yang percaya, bahkan orang-orang itu malah semakin menyudutkan.

“Sudahlah nggak ada maling yang ngaku, sebaiknya kita bawa saja mereka ke balai desa,” sahut salah seorang dari mereka.

Bahkan orang-orang itu mulai menggelendang Raya bersama pria penolongnya yang wajahnya sekarang tampak semakin pucat.

“Lepasin, aku mau diapain?” sergah Raya kesal masih berusaha melawan. Tapi perlawanannya sama sekali tak berati, “buat apa kami dibawa ke balai desa?”

Lagi, pria yang dipanggil Paklek itu menjawab pasti. “Buat apalagi? Ya buat dinikahkan.”

Sontak Raya membeliakkan matanya sangat kaget dengan kalimat yang sudah dia dengar.

“Apa dinikahkan?!”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status