“Kalian berdua, tetaplah di sini. Terutama Saintess, karena Kerajaan Dertaros mengejar Saintess. Jika ada yang membutuhkan bantuan, mereka yang akan datang ke dalam kereta ini. Itu pun hanya jika mereka benar-benar sedang keadaan sekarat.”
Begitu memberikan arahan itu, Raja Edgar langsung mengeluarkan pedang dari sarungnya dan pergi. Steein dan Karl juga segera menyusul Raja Edgar dari belakang.
“KHIEEEE....!!”
BRAK!!
Suara jeritan monster terdengar sangat kuat hingga memekakkan telinga. Bersamaan setelah itu, sebuah tangan dengan kuku-kuku jari yang panjang dan tajam terpental dan membanting kuat ke kereta kuda kami. Kejutan yang berturut-turut itu pun membuat Rissa jadi berteriak.
“KYAAA....!!”
“Sssttttt!!!!” bentakku kepada Rissa sambil menutup mulut Rissa dengan telapak tanganku agar ia berhenti berteriak
“Tenangkan dirimu! Orang-orang dari Kerajaan Dertaros bisa curiga jika me
BRAK!!Suara hentakan pintu yang Rissa buka dengan kasar benar-benar menarik perhatian.“Apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian keluar?! Segera kembali sekarang juga!” perintah Raja Edgar begitu ia melihat Rissa sudah keluar, sementara aku ada tepat di tepi kereta kuda dekat pintunya yang terbuka.Meskipun Raja Edgar sudah memberikan perintah, namun Rissa tidak mengindahkannya sama sekali. Rissa berlari dengan cepat ke daerah kosong, yang cukup jauh dari tempat para kesatria bertempur. Sambil berdiri dan melipatkan kedua tangannya, Rissa sedang berkomat-kamit seolah-olah sedang mengucapkan sesuatu.“Apakah Rissa sudah pernah mempelajari tentang mantra sihir yang digunakan Saintess masa lalu?” batinku karena melihat Rissa yang bertindak dengan tidak ragu sama sekali. Rissa melakukannya dengan waktu yang cukup lama. Sayangnya, tidak ada hal apa pun yang terjadi setelah itu.Rissa berdiri di tempatnya dengan pasrah dan berwajah
Di film yang pernah aku tonton dengan kejadian yang mirip, jika para monster itu dibangkitkan dan dikendalikan oleh seseorang, maka yang harus dilakukan adalah menyerang si pengendali itu.Aku pun kembali menoleh dan melihat sekitar, kali ini dengan saksama. Aku mencari di setiap sudut dan celah untuk mencari orang yang kira-kira mencurigakan.Setelah aku mencari dengan cukup lama, aku menemukan orang yang aku cari. Di atas pohon yang cukup tinggi, ada seseorang yang berdiri dan memandang ke bawah dengan mengenakan jubah hitam. Dengan kacaunya pasukan tempur kami, tidak mungkin ada orang yang santai mengamati dari atas dan tidak memberikan bantuan sama sekali. Maka, jelas sekali bahwa orang itu adalah orang yang mengendalikan para monster dan membuat mereka menjadi zombi. Ya, itu adalah mata-mata dari Kerajaan Dertaros.Setelah menemukan sosok itu, aku segera mencari Raja Edgar, Steein, dan juga Karl, untuk memberitahukan tentang apa yang aku lihat.Dari
"Baik, Pangeran! Siap, laksanakan!” balas puluhan orang itu dengan suara lantang yang memenuhi kamarku.Percakapan mereka membuatku bingung tentang siapa yang mereka sebut sebagai Saintess di sini, dan siapa yang mereka sebut dengan Pangeran.“Apakah kamu adalah Pangeran di sini? Di ... Kerajaan Dertaros?” tanyaku. Aku cukup yakin bahwa pribadi yang ada di hadapanku adalah Pangeran. Akan tetapi, aku hanya menebak bahwa sekarang aku sedang berada di Kerajaan Dertaros. Karena, jika pria berjubah hitam ini dari sebelumnya sudah memata-matai kami, maka ia akan menculik orang yang ia kira sebagai Saintess, dan membawanya ke Kerajaan mereka.“Kamu cepat tanggap,” ucap pria itu. Setelah itu ia membuka tudungnya dan melanjutkan ucapannya dengan berkata, “Kamu benar. Aku adalah Pangeran dari Kerajaan Dertaros.”Begitu tudung kepala itu terbuka, aku melihat rambut kecokelatan menghiasi wajah putih Pangeran dari Kerajaan Der
Pertanyaan Pangeran itu, terlihat bukan seperti pertanyaan, melainkan sebuah pernyataan.“Apa maksudmu?” tanyaku bingung.“Tunggu sebentar,” ucap Pangeran itu karena ia merasa ada sesuatu yang aneh. Pangeran yang tadinya berdiri, kini duduk di tepi tempat tidur dan tenggelam dalam pikirannya. Selagi Pangeran itu berpikir, aku pun juga memanfaatkan kesempatan itu untuk berpikir juga.“Tenanglah, Lissa! Mari kita berpikir pelan-pelan. Apa yang terjadi sebelumnya? Karl pingsan di depanku. Hah! Bagaimana dengan Karl?” batinku panik ketika kilasan peristiwa bagaimana jantung Karl ditusuk oleh zombi monster terlintas di kepalaku.“Saintess! Kamu menangis? Ah, tidak! Bagaimana ini?!” Pangeran itu menjadi salah tingkah, dan berjalan mondar-mandir karena melihat air mataku yang tiba-tiba menetes. Setelah merogoh saku bajunya, ia menemukan sebuah sapu tangan, dan menyeka air mataku dengan sapu tangan itu, sambil berka
Perintah Raja Edgar itu sangat berbahaya. Di tengah-tengah rumorku dengan Raja Edgar yang pasang surut, Raja Edgar malah memberikan perintah dan menyebutkan tentang membawaku ke kamarnya, di hadapan banyak orang. Ini sama saja artinya dengan mengumumkan bahwa rumor tentang aku yang adalah kekasih gelap Raja itu benar.Aku mencengkeram ujung lengan jubah Raja Edgar. Akan tetapi, untuk mempertegas maksudku, aku mencengkeramnya dengan lebih kuat, hingga ikut ke lengannya Raja Edgar.Akhirnya, upayaku berhasil. Raja Edgar memperbaiki perintahnya dengan berkata, “Datang ke kamar Lissa.”“Baik, Yang Mulia,” ucap Steein dan Karl secara bersamaan.Tap, tap, tap.Raja Edgar membawaku ke kamar dengan menggendongku di lengannya. Aku bisa membayangkan apa yang sekarang para pelayan pikirkan ketika melihatku. Namun, sekarang aku tidak bisa memedulikan hal yang rumit seperti itu, karena kepalaku sangat sakit.Aku memegang kepala de
Aku mengedip-ngedipkan mataku karena tidak percaya dengan jarak yang ada antara aku dan Karl. “Apakah itu yang dinamakan dengan jarak yang sedikit?” batinku bingung dengan standar Raja Edgar.“Bagaimana keadaannya?” tanya Raja Edgar kepada dokter yang dari tadi sudah menjauhkan dirinya karena memberi ruang kepada Raja Edgar, Steein, dan Karl.“Kondisi tubuhnya masih lemah, Yang Mulia. Karena kekuatan Saintess baru bangkit, saya tidak bisa prediksi bagaimana ke depannya. Akan tetapi, ada kemungkinan jika Saintess akan demam lagi selama beberapa hari,” ucap Dokter itu dalam memberikan laporan hasil pemeriksaannya.“Baiklah, kerja bagus. Kalau begitu, berikan obat demam untuk dikonsumsinya untuk beberapa hari,” balas Raja Edgar.“Baik, Yang Mulia,” balas dokter itu yang kemudian mulai melakukan tugasnya untuk mempersiapkan beberapa obat.“Kalau kamu, Steein, bagaimana hasil pemeriksaanm
"Kamu adalah Saintessnya, Lissa. Bukan Rissa, tetapi kamu.”“Apa?” balasku spontan karena mendengar kalimat yang sulit dipercaya.“Aku juga tidak paham akan apa yang terjadi. Selama ini, Saintess Rissa memang sudah membuktikan sendiri bahwa ia bisa melakukan penyembuhan. Akan tetapi, dari awal hingga sekarang, tidak ada perkembangan yang berarti, ia hanya bisa menyembuhkan luka ringan. Itu pun, ketika sudah menggunakan kekuatannya terlalu banyak, maka ia akan pingsan, dan kemampuan penyembuhannya menghilang.”SRING....Srakkk!!“Apa yang Yang Mulia lakukan?!” teriakku karena melihat darah kental mengalir deras dari lengan Raja Edgar, sehingga mengotori lantai kamarku.Begitu tadi Raja Edgar selesai berbicara, ia mengambil pedangnya, dan menggoreskan sisi tajam pedang itu ke lengannya tanpa peringatan sama sekali.“Sekarang, sembuhkan ini!” perintah Raja Edgar.“Apa? Ba
Aku bengong seperti orang bodoh. Otakku bahkan berhenti bekerja karena sudah menyerah untuk memikirkan sesuatu hal yang rumit untuk diterima akal.“Jadi, itu benar-benar aku yang melakukannya? Bukan hanya menyembuhkan luka, tetapi aku juga bisa memusnahkan monster, dan membangkitkan yang mati?” ucapku tidak percaya. Setelah itu, aku bengong kembali.Raja Edgar tidak mengatakan apa pun selama beberapa saat. Ia seperti memberikan aku waktu untuk bisa mencerna dan menerima semuanya.Karena aku tidak kunjung waras, dan terus terdiam seperti orang bodoh setelah beberapa saat berlalu, akhirnya Raja Edgar berkata, “Kamu tahu, Lissa. Kamu punya banyak kelebihan, tetapi kamu punya satu kekurangan. Itu adalah perasaan rendah dirimu. Coba terima dan akui kemampuanmu. Bukankah itu cara terbaik agar kamu bisa menggunakan kelebihanmu dengan leluasa? Seperti ucapanmu padaku dulu, ketika kamu mengakui bahwa dirimu adalah orang yang berguna untukku, dan bisa me