**Bab 019 Granthar 2**Setelah melakukan observasi dan menerima laporan dari Kevin dan Saihan, Hugh memutuskan untuk segera merancang langkah-langkah konkret. Ancaman dari musuh yang belum jelas semakin terasa, dan pasukannya harus siap menghadapi segala kemungkinan. Namun, Hugh juga tahu bahwa kecemasan yang mulai melanda para tentara bisa menjadi kelemahan yang tak terduga. Jika itu tidak diatasi, bisa jadi lebih besar dari ancaman luar yang mereka hadapi.Dengan langkah tegap, Hugh menuju ruang komando. Di dalamnya, para komandan tengah berdiskusi dengan suara rendah, membahas kesiapan pasukan dan langkah-langkah pertahanan yang akan diambil. Begitu Hugh memasuki ruangan, suasana seketika berubah. Semua orang berdiri dengan hormat, namun ada ketegangan yang jelas terlihat di wajah mereka."Yang Mulia Duke Griffith," ujar salah seorang komandan, mencoba menyembunyikan kegelisahan yang mulai menyebar di antara mereka. "Kami telah mempersiapkan pertahanan di titik utara, namun ada kekh
**Bab 020 Aldor**Aldor menyambut Alwyn dengan langit kelabu dan udara dingin yang menusuk. Kota benteng ini berdiri dengan konstruksi yang belum selesai, namun suasana di dalamnya terasa jauh dari ketenangan. Penduduk berlalu-lalang dengan langkah cepat, wajah mereka dipenuhi kewaspadaan. Prajurit yang bertugas di gerbang melontarkan hormat dengan kaku, mencerminkan ketegangan yang sudah mengakar di tempat ini.Di aula utama kastil Aldor, seorang pria paruh baya dengan jubah kebesaran yang sedikit terlalu mewah untuk seorang penguasa daerah, berdiri dengan ekspresi gelisah. Edric Valmond, penguasa Aldor, adalah pria dengan wajah aristokrat yang dipenuhi garis-garis kelelahan. Matanya tajam, tetapi ada kegugupan yang sulit disembunyikan dari sorotannya. Dia bukan seorang pemimpin yang biasa menghadapi medan perang; keberaniannya lebih banyak teruji di ruang perjamuan, bukan di garis depan."Selamat datang di Aldor, Tuan Gusev," kata Edric, suaranya terdengar angkuh namun mengandung ke
**Bab 021 Aldor 2**Langit di atas Aldor semakin gelap, angin dingin membawa serta aroma tanah basah dan asap dari obor yang dinyalakan di sepanjang jalanan kota benteng. Di dalam ruang pertemuan yang tertutup rapat, Alwyn duduk di depan meja panjang dengan peta Aldor dan Ironvale terbentang di hadapannya. Marcel dan Wilham berdiri di kedua sisinya, sementara di seberang mereka, Edric Valmond dan Calen tampak diam, masing-masing dengan ekspresi yang sulit diterjemahkan."Laporan terakhir yang kami dapatkan menyebutkan adanya pergerakan kelompok bersenjata di sekitar tambang," ujar Wilham, nada suaranya datar namun tajam. "Tidak banyak, tapi cukup untuk membuat para pekerja resah."Edric menghela napas, tangannya mengepal di atas meja. "Kami sudah mengirim patroli tambahan ke sana. Namun, sejauh ini, tidak ada tanda-tanda perlawanan terbuka.""Karena mereka tidak sebodoh itu," Marcel menyela, matanya menyipit tajam ke arah Edric. "Mereka tahu kapan harus bergerak dan kapan harus bersem
**Bab 022 Tiga Orang Tamu**Sudah dua hari sejak Hugh meninggalkan Manor untuk inspeksi wilayah sekaligus melihat perkembangan pembangunan Kastil Skythia. Awalnya Alwyn ingin mengutamakan membangun jalur kereta dan sebuah stasiun untuk mencapai wilayah terdalam di Skythia. Tapi, Hugh menegaskan untuk mendahulukan pembangunan Kastil di banding dengan jalur kereta. Alasannya adalah karena Skythia baru saja di taklukan dan kemungkinan kelompok kontra masih bergerilya di Skythia. Maka dari itu pertahanan di pusat wilayah Skythia harus diprioritaskan.Perdebatan pembangunan kastil sebagai pusat pertahanan dan rel kereta sebagai akses transportsi untuk memudahkan pendistribusian segala keperluan di Skythia berlangsung cukup alot. Bukan hanya karena Skythia wilayah baru dan sebagian besar hancur akibat perang, tapi dana yang ada masih harus di perhitungkan untuk keperluan di sana sini. Belum lagi Hugh yang selalu absen karena panggilan darurat membuat pengesahan perencanaan pembangunan kasti
**Bab 023 Griffith**Beberapa waktu setelah kejadian dengan trio viscountess, Atthy duduk setengah bersila di kalang jendela sambil memegang buku yang dia tidak tahu apa isinya. Dengan mata yang sedang melihat keluar jendela, menatap pemandangan yang sangat asing baginya, pikirannya sibuk merenungkan banyak hal dengan sebelah kakinya yang menggantung bergoyang-goyang.''Haruskah aku?!''''Tapi, dia pergi begitu saja tanpa mengatakan apa pun padaku...''''Meskipun... itu semua dilakukannya karena ada urusan mendadak.''''Tapi... pernikahan ini juga mendadak untukku. Lalu, sekarang aku harus bagaimana?''''Bagaimana menjelaskannya pada Ayah... pada Kakek... pada Ay...''Atthy bergumam dengan serius, melontarkan berbagai kalimat penuh dengan pertanyaan, saking seriusnya dia lupa kalau saat ini dia memakai gaun dan berada di Manor. Meski tidak ada aturan tertulis, tapi tentunya sebagai seorang lady, postur duduk yang dilakukan Atthy terkesan tidak biasa.''Duchess...''''Duchess...''Bebe
**Bab 024 Integritas**Atthy termenung memikirkan cerita yang sampai kepadanya melalui Ayahnya dan Ay. Dia memikirkan, kenapa cerita yang beredar di kalangan masyarakat Nauruan mengenai Grand Duke Griffith berbeda dengan yang baru saja dia dengar dari Lily.''Duchess!'' panggil Lily yang mulai bingung karena Atthy terdiam dengan wajah serius memikirkan sesuatu.''Hm,'' sahut Atthy dengan alis mata naik menanggapi Lily, ''Tidak, aku... hanya sedang memikirkan beberapa hal.''''Eumh, apa ada lagi yang mau Duchess tanyakan?''Atthy menatap wajah Lily dengan seksama sebelum menjawab pertanyaan Lily.''Lily, apa kau bahagia bekerja di penampungan itu?''Kali ini Lily yang tidak segera menjawab pertanyaan Atthy. Dia sempat terdiam sesaat sebelum dengan serius menjawab pertanyaan Atthy.''Maafkan saya Duchess,'' ujar Lily kemudian.Atthy memiringkan kepalanya dengan wajah bingung mendengar Lily malah meminta maaf kepadanya.Lily, menarik nafas panjang sebelum akhirnya melanjutkan kembali uca
**Bab 025 Mengamamati**Di ruang kerja yang sederhana namun tertata, Cavero duduk di mejanya sambil membaca surat resmi yang baru saja diterima. Surat itu—yang telah melalui saluran komunikasi resmi dan mendapat persetujuan dari Hugh—memberikan kabar singkat mengenai situasi Aldor di Skythia yang berpotensi mempengaruhi kondisi pelabuhan.Di luar, suasana pelabuhan tampak tenang, tetapi Cavero tahu bahwa ketegangan sedang mengendap di bawah permukaannya. Kapal-kapal dagang berlabuh seperti biasa, tetapi ada terlalu banyak pergerakan yang tak wajar. Ia mengetukkan jarinya perlahan di atas meja, berpikir dalam diam sebelum tatapannya kembali ke surat di tangannya.Tak lama kemudian, ajudannya yang paling dipercaya, Dani, masuk dengan langkah tenang dan menyampaikan, "Putra Mahkota, laporan terbaru dari pos pengawasan menunjukkan peningkatan aktivitas penyusupan di dermaga. Semua langkah keamanan telah diperiksa ulang sesuai arahan Duke Griffith."Cavero menatap Dani dengan ketenangan pe
**Bab 026 Pembuktian Diri**Di sebuah sore yang tenang di Manor, cahaya redup dari jendela menyinari ruang tamu yang rapi. Atthy duduk di kursi bergaya klasik, sejenak tenggelam dalam lembaran surat kabar yang tampak usang. Meski tampak santai, pikirannya melayang jauh, seakan setiap baris kata mengusik jiwanya yang baru saja mendapatkan status baru.Tiba-tiba, suara lembut namun penuh keakraban terdengar dari pintu ruang tamu. Helena, kepala pelayan yang selama ini setia mengurus setiap detil kehidupan di Manor, melangkah masuk dengan senyum sopan. Dengan nada ramah, Helena berkata,"Duchess, Anda tampak fokus dengan surat kabar, ada yang menarik?"Atthy mengalihkan pandangan dari surat kabar dan tersenyum tipis sambil menjawab,"Tidak juga... aku membaca untuk menghabiskan waktu..."Helena mengangguk, lalu bertanya lagi,"Apakah Anda bosan?"Atthy merenung sejenak, lalu menghela napas lembut,"Entah... aku tidak tahu."Keheningan sejenak menyelimuti ruangan sebelum Atthy, dengan sua
**Bab 065 Duka Ayah**Hugh tertegun, memahami kemarahan Ashton. Tidak ada ayah yang bisa menerima kenyataan bahwa putrinya menikah tanpa seizinnya, terlebih lagi dalam keadaan yang penuh kekacauan seperti ini.Namun, Hugh juga bukan pria yang akan membela diri dengan alasan rapuh. Ia menegakkan punggungnya, menatap langsung ke mata Ashton."Saya tidak mengambil keputusan ini secara sepihak, Tuan Galina," ujar Hugh, suaranya tegas. "Saya telah menerima surat persetujuan pernikahan dari pihak keluarga jauh sebelum putrimu tiba di sini. Dan pada hari kedatangannya, pernikahan kami telah disahkan oleh kerajaan."Ashton mengepalkan tangannya di atas pahanya, matanya menyipit tajam. "Persetujuan? Dari siapa?""Dari Baron Robert Galina," jawab Hugh tanpa ragu.Ashton terdiam sejenak. Napasnya terdengar lebih berat, dan rahangnya mengeras. Lalu, dengan suara yang lebih dalam dan penuh emosi yang tertahan, ia berkata:"Jadi... Anda menikahi putriku berdasarkan persetujuan dari pria yang bahkan
**Bab 064 Ashton Galina**Di bawah langit mendung, Ashton Galina menarik tali kekang kudanya, menghentikan langkahnya tepat di depan gerbang besar Manor Eldoria. Debu perjalanan masih melekat di mantel panjangnya, tetapi matanya tetap tajam dan penuh tekad."Berhenti di tempat!" seru seorang prajurit, ujung tombaknya terangkat dengan waspada. "Katakan, apa keperluanmu?"Ash menghela napas pelan, lalu menjawab dengan suara dalam dan tenang. "Aku Ashton Galina dari Caihina. Aku ingin bertemu dengan Duke Griffith."Beberapa prajurit saling bertukar pandang. Ashton Galina? Hari ini sudah terlalu banyak kejadian aneh. Pagi tadi, seorang wanita bernama Athaleyah Galina datang dan menimbulkan kegemparan. Sekarang, seorang pria dengan nama keluarga yang sama muncul di hadapan mereka."Siapa kau?" tanya prajurit lain, kali ini suaranya lebih tajam, penuh kewaspadaan."Ayah dari Athaleyah Galina."Kata-kata itu membuat suasana di antara para penjaga semakin tegang. Kini mereka yakin dua orang i
**Bab 063 Penyesalan**Helena mendorong daun pintu dan melangkah ke dalam ruangan yang telah disiapkan untuk tamunya. Tatapannya tetap profesional, tetapi ada sesuatu dalam ekspresinya yang sulit dijelaskan—sebuah ketegangan yang berusaha ia sembunyikan.Di dalam ruangan, Athaleyah Galina berdiri kaku, seolah pikirannya masih tersesat di antara keraguan dan pertanyaan yang berputar di kepalanya."Lady, Anda bisa menggunakan kamar ini selama Anda menjadi tamu di sini," ujar Helena, suaranya terdengar stabil, meskipun hatinya tak tenang.Athaleyah tidak segera merespons. Ia memandang ke sekeliling—ruangan itu luas dan mewah, tetapi baginya terasa begitu menyesakkan.Namun, ada sesuatu yang lebih mendesak dalam benaknya."Lady," panggilnya akhirnya, suaranya lebih rendah dan mengandung kecemasan yang tidak bisa disembunyikan.Helena menatapnya."Bagaimana dengan gadis itu?" lanjut Athaleyah. "Kenapa kalian menyebutnya Duchess?"Ia menggigit bibirnya, ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya me
**Bab 062 Tabir yang Tersingkap**Cahaya matahari masuk melalui jendela besar di sudut ruangan, menyinari perabotan klasik yang megah. Namun, di tengah semua kemewahan itu, ada ketegangan yang menggantung di udara—sesuatu yang tajam, berbahaya, dan tak terlihat.Pintu terbuka, dan Hugh Griffith melangkah masuk dengan langkah mantap. Alwyn menyusul di belakang bersama Helena.Duduk dengan anggun di tengah ruangan, seorang wanita cantik segera berdiri begitu pintu tertutup di belakangnya."Selamat siang, Tuanku Duke."Nada suara Athaleyah terdengar sopan, tetapi ada ketegasan di dalamnya—bukan suara seorang wanita yang tunduk, melainkan seseorang yang siap bertarung."Hentikan basa-basinya, Lady." Hugh tidak membuang waktu. Matanya yang tajam menatap lurus ke arahnya. "Aku tidak punya waktu untuk permainan kata-kata. Katakan yang ingin kau katakan."Athaleyah mengerutkan kening, merasa terganggu dengan kesombongan pria di hadapannya."Sombong sekali dia, dasar tidak beradab!" serunya da
**Bab 061 Kekacauan**Helena dan Alwyn segera bergerak menyambut kedatangan Hugh, Saihan, Kevin, dan tamu tak dikenal yang ikut serta bersama mereka.Begitu mata Helena menangkap sosok wanita itu, alisnya sedikit berkerut. Wanita muda dengan kecantikan luar biasa berdiri di samping Hugh, mengenakan gaun elegan dengan keanggunan alami yang tak terbantahkan. Namun, ada sesuatu yang lebih dari sekadar kecantikan— kepercayaan diri yang kuat, tatapan yang tajam, dan cara berdirinya yang menunjukkan bahwa ia bukan wanita biasa.Alwyn juga menyadari hal yang sama. Siapa dia?Hugh melangkah masuk tanpa banyak bicara. Tatapannya penuh tekanan."Helena, sambut dan jamu tamuku," perintahnya, suaranya tegas tanpa memberi ruang untuk pertanyaan.Helena, meskipun hatinya dipenuhi rasa penasaran, segera menundukkan kepala. "Tentu, Tuanku."Ia melirik sekilas pada wanita itu, lalu dengan anggun mengisyaratkan agar ia mengikutinya. "Silakan, Lady. Saya akan mengantar Anda ke ruang tamu."Wanita itu me
**060 Athaleyah Galina Nauruan**Hugh segera bergegas pulang begitu mendengar kabar tentang kekacauan di Manor. Langkah kudanya tak pernah secepat ini, derapnya menggema di sepanjang jalan berbatu menuju gerbang utama Skythia.Namun, tepat ketika rombongannya tiba, laju kuda mereka terhenti. Sebuah kereta kuda berhenti di depan gerbang, membuat para prajurit penjaga tampak sibuk menahan seseorang yang jelas-jelas bersikeras ingin masuk."Ah, hormat kami, Yang Mulia Duke." Para penjaga segera memberi hormat saat melihat Hugh mendekat dengan ekspresi penuh kewaspadaan."Apa yang terjadi?" tanya Saihan di atas kudanya, menajamkan tatapan pada prajurit yang tampak gelisah.Penjaga itu menghela napas sebelum melapor. "Begini, Tuan. Lady di dalam kereta ini mengaku sebagai Athaleyah Galina.""Apa?!"Sejenak, keheningan menyelimuti rombongan.Saihan menegang. "Athaleyah Galina?!" ulangnya, suara rendahnya mengandung keterkejutan yang tak bisa disembunyikan. Namun, dalam hitungan detik, keter
**Bab 059 Malam Tragedi**Ruangan itu terasa semakin luas bagi Atthy, seolah-olah waktu melambat dan udara menjadi lebih berat. Napasnya masih stabil, tapi denyut nadinya terasa lebih cepat dari biasanya. Ada sesuatu dalam sorot mata Hugh yang membuatnya siaga, namun bukan ketakutan yang menyelimuti dirinya—melainkan naluri bertahan yang muncul secara alami.Hugh masih menggenggam pergelangan tangannya dengan erat, tapi tidak sampai menyakitinya. Ada panas yang menjalar dari telapak tangannya ke kulit Atthy, suhu tubuhnya lebih hangat dari biasanya, seolah ada api yang membara di dalam dirinya.Atthy menatap matanya. Mata yang biasanya tajam dan penuh kendali itu kini diselimuti kabut gelap, campuran antara kemarahan, gairah, dan sesuatu yang bahkan Hugh sendiri tampaknya tak bisa pahami sepenuhnya."Duke... tolong lepaskan saya," ujar Atthy dengan suara tenang, meskipun dadanya berdebar.Hugh tidak menjawab. Dia hanya menatapnya, seakan menimbang sesuatu dalam pikirannya yang berkabu
**Bab 058 Kendali Diri**''Apa ini? Ini belum waktunya. Dia bilang akan bicara setelah makan malam..." gumam Atthy sambil berjalan keluar dari ruang kerja Helena. Keningnya sedikit berkerut saat merenung. "Sangat tidak biasa dari dirinya. Ada apa?"Belum sempat ia melangkah lebih jauh, Stela terlihat aneh dengan ekspresi yang sulit dibaca. Wajahnya tampak pucat dan ada kilatan gugup dalam matanya."Maaf, Duchess... bukan ke sana..." ujar Stela terbata-bata tapi dia terus mengiringi Atthy berjalan.Atthy menghentikan langkahnya. "Stela, kau kenapa?" Matanya menyipit, meneliti pelayan itu. Keringat dingin tampak mengalir di pelipisnya, dan tubuhnya sedikit gemetar."Tidak apa-apa, Duchess. Saya sepertinya sedikit tidak enak badan..." jawab Stela cepat, suaranya bergetar, seolah sedang menutupi sesuatu.Atthy mengernyit. "Kalau begitu, beristirahatlah. Wajahmu tampak sangat buruk. Kau membuatku khawatir, Stela.""Saya akan, Duchess. Segera setelah Anda beristirahat..."Atthy menghela nap
**Bab 057 Konspirasi Tiga Pelayan**---Di dalam kamar pelayan yang sempit, suasana terasa panas meskipun udara dingin pagi masih menyusup melalui celah-celah jendela kayu. Tiga sosok wanita duduk melingkar di atas lantai, masing-masing dengan ekspresi berbeda—Rosa yang frustrasi, Bela yang gelisah, dan Stela yang tampak berpikir dalam-dalam."Aku ingin pulang," ujar Rosa tiba-tiba, suaranya datar tetapi penuh kepasrahan.Bela mendesah keras sebelum melotot padanya. "Apa kau tidak lelah terus-menerus merengek seperti itu?!" bentaknya kasar.Rosa membalas tatapan Bela dengan mata penuh kebencian. "Bisakah kalian tenang?!" sela Stela tajam, suaranya nyaris berbisik. "Bagaimana jika ada telinga yang mendengar?"Namun, Rosa tak peduli. Dia menatap keduanya dengan mata membara. "Stela, kau juga tahu ini! Tiga bulan... bicara berbisik, berhati-hati... Kita bertiga tahu kalau kita tidak disukai di manor ini!"Bela mencibir. "Itu karena kebodohanmu... kalau saja kau tidak ceroboh saat itu..."