Share

Bab.5 Tak Mau Belajar Agama Fadilitas Ditarik

"Benar memang saya terjatuh dari motor karena hampir ditabrak sedan yang ngebut. Tebeng motor saya penyok dan box cateringan yang mau saya antar ke sini terjatuh dan sebagian tumpah. " Anisa menjelaskan secara rinci. Tapi sungguh, Pak, Demi Allah saya langsung menelepon Ibu saya meminta dikirim dengan ojek online makanan yang baru, jadi itu bukan makanan yang terjatuh tadi. Bisa saya buktikan, Pak ..."

Anisa membuka box satu persatu yang semuanya tampak rapih isinya, tak ada tanda tanda jika makanan itu sempat terjatuh.

"Ya sudah maafkan tadi anakku sudah marah marah padamu. Dia salah sangkah,"

"Ya, Pak, " angguk Anisa."

"Sekali lagi aku minta maaf, dan aku tetap mau berlangganan Nurani Catering, ya, " ujar Jadmiko menatap Anisa dengan tersenyum. Ia suka pada sikap gadis itu.

"Terima kasih Pak Jatmiko telah berlangganan catering Nurani yang sudah belasan tahun dirintis Ibu saya. Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih, Pak, "

"Sama sama Anisa, " angguk Jadmiko, "Kamu membantu ibumu apa sudah bekerja atau kuliah?"

"Saya kurirnya Ibu, Pak, dan masih kuliah semester 3, "

"Wow hebat kamu Nisa, jurusan apa, Nduk?"

"Psikologi, Pak, "

"Wah calon Psikolog, ya?" Jatmiko menatap Anisa dengan tatap suka.

"InsyaAllah, Pak, " tersenyum Anisa.

"Semoga cita citamu berhasil, Nisa, "

"Aamiin ..."

"Oh ya Nisa apakah pemilik mobil yang hampir menabrakmu itu bertanggung jawab?"

"Ya, Pak dia memberikan biaya pembetulan tebeng motor saya dan juga ganti makanan yang terjatuh tadi. Jumlahnya lebih besar, saya mau kembalikan sebagian dia nggak mau."

"Apakah Rico yang hampir menabrakmu?"

Anisa terkejut. "Sudah diganti kerugian saya jadi tidak ada masalah lagi, Pak. Saya pamit, Pak. Assalamu'alaikum ..." tampaknya Anisa tak mau mengadukan kebrutalan Rico bawa mobil pada Jadmiko papanya.

"Wa'alaikum salam ..." balas Jadmiko, "Gadis yang santun ..." guman hatinya.

Segera bibik membawa susunan box makanan itu kembali ke dalam.

Jadmiko pun masuk ke dalam rumahnya dan langsung mencari Rico.

"Rico duduk Papa mau bicara," pinta Jadmiko pada Rico yang langsung duduk di sofa di seberang tempat duduk papanya.

"Ada apa, ya, gimana udah Papa putuskan berhenti langganan catering sama kang catering curang itu?"

"Dia memang mengaku bahwa makanan untuk kita jatuh dari motornya, sebagian ada yang tumpah. Tapi dia langsung menghubungi ibunya minta dikirim yang baru via ojek online, jadi kamu sudah menuduhnya. Anisa gadis rajin. Kuliah nyambi jadi kurir catering ibunya. Hebat Papa suka gadis yang bersemangat seperti Anisa, "

"Ya syukur deh kalau memang beneran diganti. Kita, kan nggak makan makanan yang tidak higenis, "

"Ya tapi kamu sudah menuduh itu namanya memfitnah. Nah kamu Papa minta besok harus minta maaf pada Anisa, "

Ah Papa nih ada ada ajah, noh. Entar gadis itu besar kepala lagi kalau aku minta maaf, dumel hatinya.

"Minta maaf itu perbuatan jantan. Sifat ksatria. Salah harus minta maaf. "

"Ya, Pa, " pada akhirnya Rico mengangguk.

"Oh ya kamu kok tahu secara detail makanan catering kita tumpah?" Jadmiko menatap Rico penuh selidik.

Rico menghindar dari tatapan papanya. Sial, gerutunya, tuh cewek ngaduh lagi sama Papa aku yang nyerempet. Awas ajah besok kalau nganter catering ke sini!

"Walau Nisa nggak lapor Papa, tapi dari caramu marah sama gadis itu tadi menandakan kamu tahu persis peristiwa yang menimpa Anisa. Intinya senjata makan tuan ..."

"Tapi aku sudah minta maaf, dan kasih duit dia lebih, kok Pa, " membela diri di depan papanya jelas langsung dilakukan Rico.

"Jadi benar kamu yang nyerempet motor gadis itu. Oh Rico kalau mau kebut kebutan jangan di jalan raya, kan bahaya untuk keselamatan orang?!" Jadmiko mulai tinggi nada suaranya.

"Ya maaf, Pa ..." Rico menunduk.

"Nasi sudah jadi bubur. Sekarang begini saja. Besok kamu jangan kemana mana. Besok malam ada tamu khusus untukmu, "

Rico menatap Jadmiko, "Untuk aku, Pa?!"

"Ya, untukmu Papa mengundang Ustadz muda Sofyan putranya Kyai Haji Imran, "

Rico menatap Jadimiko dengan pandangan bingung.

"Pasti kamu nggak ngikuti kan siapa Ustadz Sofyan?"

Rico menggeleng.

"Ya Tuhan maafkan hamba Ya Allah. Hamba ini orang tua tak berguna hingga anak hamba jauh dari perintahmu ..." menunduk Jadmiko dengan perasaan penuh rasa bersalah tak bisa mengasuh Rico untuk dekat dengan Penciptanya.

Rico terdiam. Melihat keadaan papanya ia tak berani bersuara atau menggerakkan badannya. Tampak papanya marah dalam diammya

Jadmiko berdiri, "Papa sudah putuskan kamu belajar memperdalam ilmu agama. Ustadz Sofyan hanya selisih lima tahun darimu. Kalian bisa kolaborasi. Papa harap kamu tekun. Tinggalkan duniamu yang tak jelas itu. Atau mobil dan semua fasilitas Papa cabut ..."

"Pa ...!" Rico terkejut.

Jadmiko sudah berjalan ke kamarnya.

Rico tegang.

Menolak berarti mobil dan atm dicabut. Itu adalah deritanya.

Wah Rico tak bisa membayangkan jika papanya menarik mobil. Lalu memblokir nomer atm dan kartu debitnya? Huh rasanya sepergi kiamat saja.

Lalu bagaimana?

Mau tak mau harus patuh pada peraturan baru papanya. Demi fasilitas jangan ditarik..

"Apa Ric, belajar memperdalam agama?!" Melinda memekik di ujung sana lewat hape. Lalu gadis itu tertawa mrngejek atas laporan Rico itu.

"Jangan asal ketawa kamu!" Sergah Rico kesal.

"Lucu ajah tuh papa kamu. Masa udah tua suruh belajar agama. Waktu kecil kemana ajah lucu ih papa kamu ..."

"Waktu kecil juga ngaji. Ya belajar agamalah, tahu nih Papa. Mungkin gara gara aku nyerempet gadis tadi tuh jadi tahu deh Papa kalau aku ngebut ..."

"Gadis mana?"

"Kamu pikun, ya?" Rico tertawa tapu kesal, "Itu yang cewek bawa makanan ternyata kang cateringnya papaku, nah ketahuan deh aku yang numpahin cateringannya. Yaudah ultimatum Papa nggak bisa ditolak, "

"Oh cewek tadi gara garanya awas ajah kalau ketemu aku habis pokoknya!" Geram Melinda pada Anisa.

*

Anisa baru saja sampai di rumah saat ibunya memberi kabar.

"Nak Ustadz nanti malam katamya mau telepon kamu, Nisa,"

"Mau telepon Nisa?" Anisa menatap ibunya.

"Ya tadi dia telepon ke hape Ibu minta ijin mau telepon Nisa , " angguk Nurani.

"Oh , " diam diam Anisa bingung juga bagaimana kalau ustadz muda itu langsung melamarnya. Atau menyatakan isi hatinya?

Iiih

Berdebar dada Anisa.

Bukan berdebar karena jatuh hati. Tapi karena bingung. Tiba tiba saja mau ditelepon lelaki yang menjadikan tunangannya.

Bagaimana ini?

Anisa kebingungan harus menjawab apa kalau ustadz muda itu langsung menanyakan isi hatinya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status