Beranda / Romansa / METAMORFOSA-2 (DWILOGI) / 4 - Sosial Media Membawa Petaka

Share

4 - Sosial Media Membawa Petaka

Penulis: Jezlyn
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-12 20:01:29

Jakarta, Indonesia.

Setelah waktu malamnya dibuat untuk menangis, kini Jelita tampak lebih tenang saat duduk bersama Prita yang kini sedang galau karena akan dijodohkan oleh kedua orangtuanya. Ternyata yang mengalami masalah hidup yang terasa berat ini ternyata bukan dirinya saja melainkan semua orang—termasuk Prita.

“Sumpah, ya, nggak habis pikir sama Bokap yang jodohin gue sama sugar Daddy,” adu Prita, mengesah.

Jelita yang mendengar cerita Prita pun langsung merasa kasihan sendiri. Tak lupa tangannya menepuk pundak Prita pelan sebagai wujud kalau ia akan selalu ada di saat Prita membutuhkan.

“Gue nggak mau kawin, Ta. Tolongin gue …,” rengek Prita.

Mereka berdua pun langsung berpelukan. Lebih tepatnya Jelita memeluk Prita yang sedang bimbang dengan masa depannya.

Sapuan lembut tangan Jelita mampu membuat perasaan Prita mulai tenang. “Emang udah ketemu sama calon suami lo?”

Prita langsung melepaskan pelukannya dan menatap Jelita kesal. Bibirnya memberenggut ke depan. “Belum lha, lagian gue ogah ketemu sama dia. Pasti tua.”

“Eh, siapa tahu masih muda.”

“Gue nggak mau dijodohin, Ta, nggak mau,” rengek Prita sambil menangis. “Gue pengin nikah sama laki-laki yang gue cintai,” tekan Prita tegas.

“Yaudah lo bilang gitu sama Bokap.”

“Percuma, Ta, percuma. Bokap gue idealisme banget. Apapun yang menurutnya baik dan bagus itu dianggap benar, dan pendapat gue sama Nyokap itu macam angin lalu. Nggak penting!”

Jelita pun bingung harus merespon apa. Dan yang dilakukannya hanya menepuk-nepuk pundak Prita pelan. “Coba sering-sering ngobrol dari hati ke hati, Prit.”

Prita mendengkus. Rasa-rasanya akan percuma juga berbicara dari hati ke hati kepada orangtua yang memiliki sikap idealisme tinggi.

“Gue juga lagi ada masalah sama Mamat,” ceplos Jelita kemudian.

Prita menoleh dan menatap sendu ke arah sahabatnya itu. Tampak wajah yang ditampilkan Jelita saat ini mendadak berubah menjadi muram.

“Lo ribut lagi?”

Jelita mengangguk lemah.

“Masalah apa? Pacaran kalau LDR gitu. Suka banyak ributnya dibanding senangnya. Lo kudu kuatin mental aja, Ta.”

“Semalam gue minta putus.”

“HEEEEEEEEEE.” Prita tampak terkejut. Apalagi mendengar Jelita yang berani meminta putus terlebih dulu. Pasalnya Prita tahu betul jika Matheo merupakan pacar pertama sekaligus cinta pertama dari Jelita. “Taaaaa …,” lirih Prita, ia menyadari jika sahabatnya itu tengah menangis tergugu saat ini.

Prita pun membiarkan Jelita menangis sepuasnya. Yang dilakukan Prita hanya menepuk-nepuk kecil pundak milik Jelita.

“Nangis aja gapapa. Apalagi kalau nangis bisa bikin lo lega. Keluarin. Jangan suka nahan-nahan sesuatu yang membuat lo sesak kayak gini. Luapin aja gapapa. Kita juga punya hak untuk menangis. Bukan bayi aja yang punya hak menangis.”

Prita terus mengoceh agar sahabatnya tak perlu sungkan untuk menangis. Mengeluarkan perasaan yang dirasa saat ini.

“Mungkin gue terlalu jahat minta putus duluan sama Mamat, sampai gue ngebuat dia marah banget kemarin dan tetap mempertahankan hubungan ini.”

“Lo enggak jahat, Ta. Enggak sama sekali,” tekan Prita yang memang tahu kondisi hubungan Matheo—Jelita. “Hati lo berhak bahagia juga. Enggak semestinya lo ngalah terus. Apa perlu gue sembur itu orang?”

Jelita langsung menggeleng tidak setuju. Ini urusan dirinya dengan Matheo. Tidak seharusnya Prita ikut terlibat permasalahan ini.

“Yaudah kalau emang lo nggak setuju. Gue cuma bisa berdoa aja buat kebaikan lo dan Matheo.” Prita mengusap rambut panjang Jelita dengan lembut. Perempuan itu langsung mengambil tisu di dalam tasnya untuk mengusap hidung yang keluar cairan akibat menangis tadi.

Jelita langsung melihat arlojinya, dan segera bergegas menuju kelas karena ada mata kuliah satu lagi. Prita yang sudah selesai pun pamit pulang. Mereka berdua langsung pelukan sebelum benar-benar berpisah. Saling menguatkan satu sama lain untuk menghadapi masalah yang tengah dihadapinya.

***

Los Angeles, California, Amerika Serikat.

Seharian penuh Matheo menghabiskan waktu di luar bersama Jessie dan teman-temannya. Lebih tepatnya mereka membooking tempat karaoke hingga tengah malam seperti ini. Yang dilakukan hanya nyanyi bersama dan saling gantian serta saling minum alkohol sebelum akhirnya Jessie mengusulkan permainan truth or dare.

Awalnya Matheo menolak permainan konyol ini karena menganggap jika permainan ini seperti permainan anak-anak. Namun, dengan bujuk rayu yang Jessie lakukan membuat Matheo tidak bisa menolak.

Mereka berempat akhirnya bermain menggunakan botol berwarna putih bekas sisa minuman yang sudah habis itu.

Tepat saat botol itu sudah diputar oleh Jessie, tepat pula botol itu berhenti tepat di depan Matheo. Jessie tersenyum senang.

“Truth or dare?” tanya Jessie menatap mata Matheo lekat-lekat. Mengunci bola mata lelaki itu. Lelaki yang membuatnya penasaran.

“Truth.”

Jessie berpikir keras. Tak lama bibirnya menyunggingkan senyuman. “When did you first get laid?”

Wajah Matheo langsung pias ditanya seperti itu oleh Jessie. Pasalnya sampai detik ini ia masih perjaka. Niatnya akan melepaskan ini bersama Jelita, tapi entahlah.

“Kenapa kau diam saja? Apa kau masih perjaka?” tebak Jessie, penasaran dan antusias menanti jawaban dari Matheo.

Matheo diam saja. Apalagi jika ketahuan masih perjaka bisa dibully habis-habisan nanti. Lagipula di sini usia remaja sudah sering melakukan seks bebas.

“Dare,” ujar Matheo selanjutnya.

Teman-teman Jessie hanya tersenyum miring melihat sikap Matheo yang tampak segan ditanya seperti itu. Lain hal dengan Jessie yang justru semakin senang mendengar Matheo mengganti truth ke dare.

“Oke, kalau gitu kiss me.” Jessie tersenyum manis menatap Matheo yang tampak ragu. “Setelah itu kau posting di sosial mediamu,” tambahnya tersenyum senang.

Lagi dan lagi, Matheo merasa seperti makan buah simalakama. Pilihan yang diajukan Jessie terasa sulit dijawab.

Apalagi pertanyaan itu mengenai harga dirinya sebagai seorang laki-laki. “Oke,” jawab Matheo setuju.

Dan kini para teman-teman Jessie langsung mengeluarkan ponsel untuk memotret adegan ciuman Matheo dan Jessie itu. Mereka pun mengabadikan dari sudut yang sangat epik hingga tampak keduanya saling menikmati ciuman.

Selesai memotret, salah satu teman Jessie langsung memperlihatkan hasil jepretannya. Jessie tersenyum puas melihat foto itu karena tampak terlihat Matheo sangat menikmati ciuman ini.

“Posting sekarang.” Jessie langsung mengirimkan foto tersebut ke pesan whatsapp Matheo. Dan tak menunggu lama, Matheo langsung saja menuruti perintah Jessie untuk memposting di instagram pribadinya.

Selesai melakukannya, Matheo merasa akan terjadi peperangan dengan Jelita nantinya. Tapi, Matheo akan jelaskan dengan jujur jika yang dilakukannya dengan Jessie hanya karena sebuah permainan saja dan tidak lebih.

Mereka pun akhirnya melanjutkan permainan itu hingga larut, Matheo tentu saja mengantar Jessie pulang ke apartemennya karena keadaan perempuan itu sudah mabuk parah.

“Matheo, aku mencintaimu,” gumam Jessie, ucapannya tidak terlalu dianggap penting oleh Matheo. Apalagi keadaan Jessie yang mabuk seperti ini. “Putuskan kekasihmu itu, dan berbahagialah denganku honey,” ocehnya menggeruyam.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Atik Sairoh
aduhh🤦‍♀ tomat lo polos apa goblok sihh🔥
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • METAMORFOSA-2 (DWILOGI)   Hello, Los Angeles

    Setelah mengalami perdebatan sengit dengan Bagus minggu lalu, hari ini Jelita mendatangi rumah keluarga Azekiel untuk memberikan kabar jika dirinya akan ikut ke Los Angeles. Apalagi setiap hari Shasa selalu menelepon dan membujuknya terus-terusan yang membuat Jelita merasa tidak enak sendiri.Hubungan dengan Bagus pun sedikit renggang akibat laki-laki itu yang melarang Jelita pulang ke kampung. Jika pun pulang, Bagus ingin ikut. Tapi, Jelita memberikan alasan yang begitu logis. Terlebih mereka belum memiliki ikatan tali pernikahan hingga sikap Bagus dianggap berlebihan oleh Jelita.Ting nong! Ting nong! Ting nong!Ceklek!“Eh Non Lita. Ayo masuk, Non,” sapa Bibi begitu ramah. “Ke sini sendirian aja, Non?”“Iya, Bi.”“Lama enggak pernah ketemu sama Non Lita semenjak Tuan Matheo ke Amerika. Gimana kabarnya?”“Baik kok, Bi. Tante Kaila ada?”“Ada dong. Beliau lagi di teras samping duduk sama Shasa lagi ngobrol. Ke sana saja langsung, Non.”Jelita mengangguk pelan dan berjalan menuju ke t

  • METAMORFOSA-2 (DWILOGI)   Maaf Gue Emang Bodoh!

    Saat ini Jelita sudah memutuskan apa yang akan dilakukannya nanti. Sepertinya ia akan memilih berbohong kepada Bagus. Entahlah apa yang dilakukan ini sudah benar atau belum. Yang pasti saat ini logikanya lebih kalah dari perasaan hatinya yang selalu teringat akan kondisi Matheo.“Lo yakin, Ta?” tanya Prita, mencoba menyakinkan.“Entah. Tapi hati gue menginginkan begitu, Prit. Maaf kalau sebagai sahabat gue bikin lo kecewa.” Jelita menatap Prita tidak enak hati karena memilih berbohong dan menerima ajakan dari keluarga Azekiel untuk pergi ke Amerika sana.Prita yang tidak tega melihat Jelita langsung memeluk sahabatnya itu. Bahkan Prita yang anti dipegang-pegang kini mengelus kepala Jelita lembut penuh kasih sayang.“Gapapa kok. Gue sebagai sahabat akan dukung lo apa adanya. Semisal memang ini keputusan yang membuat lo bahagia pasti akan gue dukung.”“Makasih banget.” Jelita kini semakin mengeratkan pelukannya dan menangis di bahu sahabatnya. “Pokoknya lo benar-benar sahabat terbaik gu

  • METAMORFOSA-2 (DWILOGI)   Mulai Muncul Kebohongan

    Setelah kepergian Melviano dari kos-an miliknya, Jelita merasa bimbang sendiri. Ia bergelut dengan pikirannya yang ruwet dan kusut.Pikirannya teringat akan janji-nya kepada Bagus untuk tidak berinteraksi dengan Bagus. Hingga Jelita merasa stress sendiri saat ini.“Harus gimana?” tanya Jelita kepada dirinya sendiri. “Om Melviano meminta secara langsung dan gue bingung cara menolaknya,” lanjutnya bergumam.Sampai akhirnya Jelita bergegas segera menuju ke dalam kamar kos-an miliknya. Jelita mencari ponsel untuk menghubungi Prita. Mencoba meminta pendapat dari sahabatnya itu.Untungnya sambungan telepon dari Jelita langsung diangkat oleh Prita hingga tidak membutuhkan waktu lama.“Hm, ada apa?”“Gue galau. Gue bingung. Gue keder!” cerocos Jelita to the point.“Galau kenapa, sih?!”“Tadi Om Melviano datang ke kos-an gue, Prit. Dia ngajakin ke Los Angeles liburan semester ini. Gue kudu gimana?” Jelita menggigit bibir bawahnya sendiri karena merasa resah juga stress.“Lah gitu aja lo keder.

  • METAMORFOSA-2 (DWILOGI)   Permintaan Keluarga Matheo Kepada Jelita

    Pagi-pagi sekali keluarga Azekiel semuanya sedang kumpul di ruang makan untuk melakukan sarapan bersama. Shasa seperti biasanya. Heboh dengan masalah kehidupan remajanya yang begitu penuh warna.Sedangkan untuk pasangan suami istri itu lebih banyak saling diam. Mendengarkan semua celotehan anak gadisnya.“Kenapa nomor Shasa centang satu doang kirim pesan sama Kak Lita, ya?” celetuk Shasa tiba-tiba membahas Jelita.Baik Melviano dan Kaila sama-sama saling menoleh dan bertatapan. Akan tetapi kedua orang itu memilih tetap diam karena sudah pasti Jelita menghindari keluarga Azekiel karena status hubungan yang dijalani dengan putranya tidak sebaik dulu.Namun melihat putranya yang tampak galau dan selalu membuat masalah di Los Angeles sana membuat sisi hati Melviano tergerak untuk mencoba menuruti keinginan dari putranya. Apalagi Matheo mengancam tidak akan meneruskan kuliah jika keinginannya tidak ditururi.“Kamu kapan mulai ujian semester, Sha?” tanya Melviano, mencoba membuka obrolan so

  • METAMORFOSA-2 (DWILOGI)   Menuruti Keinginan Matheo

    Mendapat kabar jika putranya di Amerika sana membuat masalah, tentu saja sebagai orangtua membuat Melviano bersikap cepat tanggap. Melviano meminta kepada Mikaila untuk mengurusi semua permasalahan soal putranya itu dengan pihak kampus.“Makanya kamu jangan terlalu kaku jadi orangtua, Mel!” omel Kaila kepada Melviano yang begitu otoriter.“Aku melakukan itu supaya anak kita bisa menjadi mandiri sekaligus memimpin perusahaan sayang.”“Halah! Tapi justru membuat Mamat depresi, ‘kan?” Kaila tidak mau kalah berdebat dengan sang suami. “Lagian nanti juga dia mikir kalau sudah dewasa. Maklumi saja jika dia memang lagi kasmaran. Kayak kamu enggak bucin aja dulu sama aku,” lanjut Kaila, menyindir Melviano dulu-nya.Tentu saja pria paruh baya itu hanya berdeham kecil saja. Lagipula sikap gengsi dari dulu sampai sekarang tidak pernah pudar. Justru semakin tinggi.Sampai akhirnya Melviano mengalah ketika dua perempuan yang sangat disayangi-nya ini bersatu. Kaila dan Mikaila. Kedua-nya sama-sama

  • METAMORFOSA-2 (DWILOGI)   Surat Panggilan Dari Kampus

    Mikaila merasa jika aksi membolos Matheo selama satu minggu ini benar-benar akan berdampak buruk. Pasalnya anak itu sudah mendapat surat peringatan. Jika besok masih dilakukan sudah pasti Matheo akan di D.O dari kampusnya.Merasa pusing dengan masalah yang dilakukan sang keponakan membuat Mikaila memutuskan untuk kembali mengomeli sang kakak melalui email. Bahkan surat panggilan dari kampus pun tidak lupa ikut dikirimkan ke alamat email Melviano.Lagipula salah siapa terlalu keras kepada anak. Alhasil begini jadinya. Bukannya semakin semangat belajar justru semakin amburadul.Drrt! Drrt! Drrt!Mikaila yang mendengar ponsel milik Matheo bergetar langsung mencari benda pipih itu. Tanpa sengaja Mikaila membaca isi pesan chat yang dikirimkan oleh Jessie.Jessie: Bagaimana kalau aku hamil, Matheo? Kau mau bertanggung jawab menikahiku, ‘kan?Satu masalah saja belum selesai. Ini bertambah satu masalah lagi yang membuat kepala Mikaila terasa ingin pecah. Padahal ia bukan orangtua kandungnya m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status