Share

9 - Berpisah

Dan pada akhirnya kini Jelita memutuskan untuk periksa di sebuah klinik 24 jam. Prita yang memang teman dekat sejak SMA pun tak segan-segan mengantar. Bahkan ia rela keluar rumah di jam 2 pagi seperti ini demi mendatangi kos-an Jelita yang memang berada di kawasan Kebayoran. Untung saja dekat dengan lokasi rumahnya yang terletak di Gandaria. Kalau jauh juga Prita akan pikir-pikir kembali.

Saat selesai diperiksa, ternyata Jelita mengalami gejala typus. Sukurnya masih gejala hingga tidak perlu sampai dirawat segala, namun tetap harus istirahat total di rumah agar cepat sembuh.

Sambil menunggu obat, kedua perempuan itu duduk termenung dengan isi pikiran masing-masing. Prita memikirkan cara melabrak Shelka besok di sekolah. Lain hal dengan Jelita yang masih tidak percaya jika hubungan dengan Matheo benar-benar sudah berakhir.

“Nona Cahaya Jelita Pramana.”

Dengan cepat Prita langsung berdiri dan berjalan menuju ke bagian farmasi untuk mengambil obat milik Jelita. Prita pun membayarkan semua biaya berobat Jelita.

Saat selesai, mereka langsung berjalan keluar klinik menuju mobil honda jazz merah milik Prita. Jelita yang masih diam membisu membuat Prita mengesah dalam.

“Ta, lo masih mikirin cowok enggak tahu diri itu? lupain, Ta. Lupain.” Lama-lama Prita geram sendiri melihat sahabatnya menjadi perempuan tak berdaya seperti ini. Apalagi Prita baru pertama kali melihat Jelita segalau dan sehancur ini. “Tahu lo bakalan disakitin begini, enggak bakalan gue restuin hubungan lo sama Matheo.”

Prita terus menerocos sambil memutar kunci mobil hingga terdengar suara mesin yang menyala. Jelita sendiri hanya diam membisu.

“Pokoknya lo harus bisa cepat move on. Gue enggak mau lihat lo sedih-sedih terus. Sekarang tugas lo sembuhin diri. Ingatkan tadi kata dokter? Jaga pola makan dan istirahat. Jangan terlalu capek.”

Kini Prita terus mengomeli dan menerocos seperti sedang memarahi anaknya. Apalagi Jelita sampai detik ini masih bungkam terus.

Selama perjalanan menuju ke kos-an, Prita terus mencari-cari pedagang bubur sepanjang jalan. Namun, belum ada sama sekali. Meski adapun harus ke pasar tradisional yang jam segini sudah rame.

“Kita mampir mini market sebentar, ya. Beli roti buat lo minum obat nanti,” ucap Prita, pamit.

Kini Jelita sendirian di dalam mobil sambil diam termenung. Pikirannya terbayang dengan semua kata-kata yang diucapkan Matheo melalui pesan chatnya itu. Jelita benar-benar terluka ketika dibanding-bandingkan dengan Shelka.

Tak membutuhkan waktu lama, Prita sudah kembali sambil membawa satu kantung plastik berlogo mini market. “Nih, makan tuh roti,” titah Prita, tegas.

Merasa ucapannya tidak direspon membuat Prita merasa kesal dan naik pitam kepada Jelita. “Lo kenapa, sih, Ta? Masih mikirin Matheo? Cowok enggak ada akhlak itu?” Prita merasa lama-lama akan terserang hipertensi menghadapi Jelita yang susah move on ini.

“Memang, sih, lo baru beberapa jam putusnya. Tapi, setidaknya jangan galau-galau amat lah. Lagipula cowok modelan Matheo banyak di Tanah Abang!”

Selesai menggerutu Prita langsung tancap gas mobilnya menuju kos-an Jelita. Mengantar sahabatnya yang sedang putus cinta ini.

Tak membutuhkan waktu lama, mereka sampai dan Prita selalu mengarahkan untuk Jelita makan, minum obat dan tidur.

“Lama-lama gue mirip jadi emak-emak deh,” ujar Prita sambil terkekeh kecil.

“Thanks banget pokoknya, Prit. Entar duitnya gue ganti yang tadi.”

Prita langsung mengibaskan tangannya ke depan. “Enggak usah. Gue iklas nolong temen. Yang penting lo sembuh. Gue kangen kita seru-seruan lagi kayak dulu. Mana Siena sekarang kuliah di luar kota pula.” Prita tersenyum tipis membayangkan masa SMA-nya dulu dengan para genk-nya.

Jelita ikut tersenyum dan mengingat momen bahagia saat masa putih abu-abunya itu. “Lo enggak balik? Entar orangtua lo nyariin gimana?”

“Lo ngusir gue setelah jam dua pagi telepon buat buru-buru ke sini,” sindir Prita, pura-pura merajuk.

Jelita terkekeh kembali. “Enggak, dih. Gue ingatin aja soalnya ada jam mata kuliah, kan, nanti jam 7.”

Prita langsung mendongak dan menatap ke arah jam dinding. Bibirnya langsung mendengkus saat melihat sudah waktu subuh.

Buru-buru Prita mendekat ke arah Jelita, menatap manik mata perempuan itu. “Jaga diri baik-baik. Kalau ada apa-apa enggak usah sungkan buat telepon gue. Pokoknya gue ada buat lo 24 jam, Ta.”

“Thanks banget, ya, Prit.” Jelita merasa tersentuh kala memiliki sahabat seperti Prita ini. Perempuan itu benar-benar sangat baik kepadanya tanpa pamrih. “Lo hati-hati di jalan. Kalau ada semut jangan ditabrak,” ledek Jelita yang membuat Prita berdecak sebal.

“Yaudah gue balik.”

Akhirnya Jelita kini sendirian lagi setelah tadi sudah mengganggu Prita di pagi buta. Jelita mendesah dalam dan mulai memejamkan mata karena merasa sangat ngantuk. Entah karena terlalu lelah menangis atau efek minum obat barusan. Pokoknya Jelita sudah tidak bisa menahan matanya lagi untuk melek.

***

Los Angeles, California, Amerika Serikat.

Saat ini yang dilakukan Matheo hanya mondar mandir di dalam apartemennya. Sejak mengatakan putus dengan Jelita tadi, ia merasa sesak sendiri—apalagi perkataannya yang sangat kasar—Matheo menyesal.

“Aaaaarrrg!” Matheo mengerang frustasi. Ia menjambak rambutnya sendiri dengan sangat kasar. Kenapa bisa ia mengatakan Jelita seorang jalang. Kenapa!

Sungguh rasa-rasanya Matheo ingin mengiris lidahnya sendiri saat ini karena sudah berucap demikian yang membuat gadis itu pasti akan sangat terluka.

Matheo langsung mengambil ponselnya dan melihat isi chat room dirinya dengan Jelita. Matanya menatap nanar dan penuh penyesalan karena sudah mengetikan itu semua barusan.

Merasa kesal membuat Matheo melempar ponselnya ke arah sembarang. “Maafin gue, Ta. Maafin gue.”

***

Kelab Malam.

Matheo merasa penat juga stress karena memikirkan hubungannya yang sudah berakhir itu. Ia pun akhirnya memutuskan pergi ke salah satu kelab malam untuk melampiaskan kondisinya yang bisa dikatakan sedang tidak baik-baik saja.

“Kau sudah terlalu banyak minum honey,” tegur Jessie.

Matheo hanya mengesah. Ia tetap meminta gelasnya untuk terus diisi oleh pramutama bar. “Lagi,” katanya sambil memegang gelas sloki yang sudah kosong—mengulurkan ke pramutama bar untuk diisi kembali.

Saat sudah diisi, Matheo langsung menenggak hingga tandas. Bibirnya tersenyum lebar kemudian terkekeh dan lama-lama mengoceh tidak jelas.

“Kau harus tahu sekarang diriku tidak memiliki kekasih lagi. Hahaha—Ah shit! Dia selingkuh dengan sahabatku dan aku sakit hati,” oceh Matheo sambil memukul-mukul dadanya sendiri—memberitahu jika hatinya saat ini sangat sakit dan terluka akibat Jelita yang sudah mengkhianati cintanya.

Lain hal dengan Jessie yang tampak terkejut dan tersenyum senang mendengar berita ini. “Jadi sekarang kau single?”

Matheo mengangguk-angguk dan tak lama kepalanya jatuh ke meja bar tender. “Ayo isi lagi,” rancaunya. Tangan yang memegang gelas sloki sudah diangkat tinggi agar pramutama bar mengisikan minumannya lagi.

“Kalau begitu aku mau jadi kekasihmu,” bisik Jessie, lembut—tepat di samping telinga Matheo.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status