"Wow! Kau terlihat luar biasa! Jadi kau akan pergi ke pesta apa?" tanya Donna yang tak sengaja bertemu dengan Abigail di toilet kantor, saat Abigail baru saja selesai mengganti pakaiannya dengan gaun Versace yang dibelinya di 5th Avenue tadi siang."Aku harus menemani Mr. Zimmerman ke acara peluncuran produk kolaborasi kita dengan Goodtech di The Plaza," kata Abigail sambil mengoleskan lip cream berwarna merah cerah di bibirnya."Kurasa ia melakukan hal itu untuk membuat Beatrice Miller cemburu," kata Donna setengah mencibir lalu berlari ke toilet dan menutup pintu dengan cepat."Menurutmu begitu? Tapi kurasa dia sudah selesai dengan wanita itu," kata Abigail, dia sangat yakin Noah tidak akan kembali ke Beatrice Miller lagi, apalagi setelah Noah tahu bahwa secara tidak langsung hubungan Beatrice dan John Cain telah merusak citranya, dituduh menjadi seorang pelaku pelecehan seksual bukanlah hal yang baik sama sekali.Donna mendengus, tiba-tiba ia sudah berdiri di samping Abigail, mencu
Abigail sangat terkejut ketika bibir Noah tiba-tiba mendarat di bibirnya, dia baru saja akan membalas ciumannya ketika tiba-tiba Noah menarik bibirnya darinya. "Maaf, aku..." dia tidak menyelesaikan kata-katanya, dia berbalik, badan, berdiri di depan bar dengan kepala tertunduk memijat dahi.Abigail menggigit bibirnya, dia harus mendapatkan perhatian Noah, dia tidak peduli apa yang akan dilakukan Noah padanya, dia hanya ingin membuat Noah tergila-gila padanya. Dia bahkan telah menyiapkan sesuatu yang akan membuat Noah terkejut jika mereka memiliki kesempatan untuk berhubungan seks malam itu.Saat Abigail sedang sibuk berpikir, tiba-tiba ponselnya berbunyi, "Ya Paul? Oke, kami akan ke lobi sekarang," katanya seraya memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. "Tuan, Paul sudah ada di sini," ujar Abigail sambil berjalan ke arah Noah dan berbicara dengannya dengan santai seolah-olah tidak ada yang terjadi di antara mereka sebelumnya.Dengan sedikit terhuyung-huyung, Abigail berjalan di bel
"Tadi sangat luar biasa..." kata Noah, saat itu ia sedang berbaring di tempat tidur, di samping Abigail yang sedang sibuk bersembunyi di bawah selimut. Dia mulai membenci dirinya sendiri karena dia menikmati setiap jengkal sentuhan Noah di kulitnya.'Yah Aby, kamu boleh menikmati seks tapi jangan biarkan dirimu jatuh cinta padanya! Dia tidak layak! Balas dendammu untuk orang tuamu adalah hal terpenting di dunia ini!' ia bisa mendengar Bee mendengung di telinganya."Nona Scott?" Noah mengerutkan kening ke arah Abigail, berharap Abigail membuka selimutnya."Panggil saja Aby, kita kan sedang tidak di kantor," jawab Abigail mengulangi ucapan Noah padanya tadi. Dia membuka selimut yang menutupi wajahnya. "Aku akan membersihkan diri dan pulang," tambahnya sebelum berdiri.Noah terdiam, dia tidak mengatakan apa-apa dan hanya mengawasi Abigail sampai dia menghilang dari balik pintu kamar mandi.Sementara itu di kamar mandi,Abigail merendam tubuhnya di dalam bak mandi, dia memejamkan mata, be
"Apa yang kau lakukan? Kau membuat dapurku berantakan! Apa yang tadi aku katakan tentang kebersihan? Kau benar-benar tuli ya!" bentak Noah. Abigail yang terkejut langsung berdiri, namun ia tersandung kursi dan membuat ember es krim di tangannya terjatuh ke atas karpet, meninggalkan noda yang sangat mencolok di sana. Ia memekik, menutup mulutnya dengan satu tangan. "Ya Tuhan, mati aku!"Noah memelototinya dengan marah, dadanya naik-turun karena kesal. "Kau!" desisnya dengan mata menyipit. Abigail memasang wajah ketakutan, dia berjongkok dan menutupi kepala dengan tangannya."Apa yang kau lakukan? Kau pikir aku akan memukulmu?" bentak Noah, seraya bergegas menyeka noda es krim dengan serbet. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kau tetap di sini, kurasa aku akan menjadi gila!" Noah terus mengoceh tanpa melihat ke arah Abigail yang masih menutupi wajahnya dengan tangannya."Bersihkan noda ini sampai tidak ada warna coklat yang tersisa! Pakai cairan ini!" ucapnya sambil melemparkan
"Oh, berhenti bicara omong kosong! Kau tidak hamil!" ucap Noah seraya bangkit berdiri, meninggalkan tangan Beatrice yang berusaha menahannya. Abigail masih mengawasi mereka secara diam-diam dari balik pintu."Aku tidak berbohong! Di mana ponselku," Beatrice merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya. "Ini, lihat!" dia menunjukkan padanya sebuah gambar. Abigail menyipitkan mata, menebak apa yang ada di gambar itu. Noah menggelengkan kepalanya, “Kau bisa saja menyuruh wanita hamil manapun untuk buang air kecil, gambar test pack itu tidak ada artinya bagiku,” ucapnya dingin, sambil membalikkan pandangannya dan secara tidak sengaja matanya bertemu dengan Abigail dengan cepat menarik diri, bersembunyi di balik dinding. Lagi pula dengan pintu terbuka dia masih bisa. mendengar obrolan mereka berdua dengan jelas."Kau meragukanku? Fine! Aku bawa cadangan test pack,, ayo ke toilet dan aku akan buktikan padamu bahwa aku tidak berbohong soal kehamilan ini!" kata Beatrice dengan terengah-engah.
Abigail mengangguk, setengah tersenyum,“Maaf, aku hanya penasaran saja. Baiklah kalau begitu, sampai jumpa besok!" ucapnya buru-buru. Ia mengambil tas tangannya dan bersiap untuk pergi namun suara Noah menghentikannya.“Aku dan Beatrice tidak sedang menjalin hubungan, maksudku, aku akan berada di sisinya kapan pun dia membutuhkanku untuk urusan kehamilan, tapi kami…” dia berhenti sejenak untuk menarik napas dalam-dalam membuat Abigail menunggu dengan tidak sabar. “Maksudku semuanya tidak lagi sama antara aku dan dia,” dia menyelesaikan perkataannya lalu merasa bodoh setelah itu karena dia tidak tahu kenapa dia merasa perlu menjelaskannya kepada Abigail.Abigail hanya mengangguk dua kali, dia harus tetap tenang agar Noah tetap penasaran padanya. "Menurutku itu keputusan yang sangat bagus," jawabnya memberi semangat kemudian melanjutkan langkahnya berjalan menuju lift."Tentang kesepakatan kita!" teriak Noah yang kembali menghentikan langkah Abigail dan membuatnya berbalik. "Ya?"Belum
Mereka berjalan beriringan di lorong, menuju ke dalam lift yang akan membawa mereka ke kamar presiden suite. Abigail menelan ludahnya dengan gugup. Walaupun semuanya adalah bagian dari rencana tapi kenapa dia merasakan perutnya mual dan jantungnya berdebar kencang, bahkan telapak tangannya berkeringat dan dia yakin Noah juga bisa merasakan kegugupannya.Noah tidak mengatakan apa pun tetapi rahangnya yang mengeras mengatakan segalanya, dia pasti sangat marah pada Beatrice karena dia tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Mereka telah sampai di kamar, Noah membuka pintu dan mengajak Abigail masuk. Saat pintu tertutup, Noah menyudutkannya ke dinding membuatnya semakin gugup. Abigail tahu seharusnya ia tidak gugup, kata orang bijak, gugup berarti peduli. "Untuk apa kau peduli? Jangan bilang kau menganggap serius hubungan tanpa status yang sedang kalian jalani? Itu kan hanya alat untuk memuluskan rencana balas dendammu! Ayolah, jangan terbawa suasana!" Abigail menggelengkan kepalanya,
"Karena hidup terkadang tidak adil! Kau tahu apa? Aku tidak ingin membicarakannya lagi," ucap Abigail, dia tidak ingin Noah menggali lebih dalam kehidupannya. Dia mengambil pakaiannya dan membawanya ke kamar mandi, beberapa menit kemudian dia kembali ke kamar dan sudah berpakaian lengkap.“Kita harus kembali ke kantor, banyak sekali yang harus diselesaikan,” ucapnya tegas, dia ingin Noah melihat bahwa dia bisa melakukan semuanya dengan profesional.Noah mengangguk, tidak membantah sama sekali. Dia mengambil pakaiannya lalu berganti pakaian dengan cepat. Dia bahkan tidak repot-repot bersembunyi dari Abigail yang berpura-pura fokus menatap ponselnya. "Panggil Paul!" ucap Noah sambil memakai sepatunya."Ya Tuan!" ucap Abigail yang membuat Noah mendengus, "Sudah kubilang panggil aku Noah kalau kita berada di luar kantor," ucapnya, intonasi bicaranya yang lembut entah mengapa membuat Abigail merasa nyaman. Sebelumnya dia meremehkan kemampuan Noah untuk membuatnya jatuh cinta padanya. Tern