Tepat pukul delapan malam, Alona tiba di Kualanamu International Airport. Sebelum kembali melanjutkan perjalanan, Ilyas menyarankan mereka untuk makan malam terlebih dahulu sekaligus istirahat sejenak mengingat Alona yang terlihat kelelahan. Tak masalah, toh perut Alona juga memang sudah keroncongan. Entah kenapa beberapa hari ini nafsu makannya sedikit meningkat sehingga ia merasa tubuhnya semakin membulat saja.
Meman
Jalan hidup seseorang benar-benar rahasia pemilik takdir, tak ada satu pun dari kita yang tahu masa depan seperti apa yang akan seseorang jalani kelak. Seperti udara, yang terbang melayang mengikuti tiupan angin. Dulu, Wickley belum sepercaya diri ini. Dia hanya seorang lelaki pendiam yang sering di bully karena berasal dari keluarga broken home. Mereka memandang rendah ibunya karena diceraikan seorang pejabat negeri, banyak isu tanpa bukti yang menyudutkan sang ibu bermain di belakang dengan pria lain, padahal mereka tak tahu apa
Wickley duduk tenang di dalam mobil hitamnya, sudah tiga jam lebih dia berdiam di sana. Mengintai seperti detektif pencari kebenaran. Matanya begitu jeli saat mengamati sedikit saja pergerakan di depan sana. Pria itu melirik jam tangannya, sudah pukul enam sore, tapi kenapa orang yang ditunggunya belum kelihatan juga. Wickley mulai gusar, stok sabarnya mulai menipis, sudah jelas dia bukanlah pria penyabar, hanya demi wanita itu dia rela menjadi seperti ini.Tepat pukul dua siang tadi, dia tiba di kota yang sama dengan wanita pujaan
Alona diam, masih tak sanggup berbuat apa-apa, perasaannya begitu membenci, bahkan bibir rasanya ingin mencaci maki, menumpahkan semua rasa luka yang diakibatkan sikap brengsek dari pria ini. Ya, sekarang Alona sangat yakin bahwa yang berada di dekatnya ini adalah Wickley Watson. Si pembuat onar di hatinya."Apa maumu?" Suara Alona terdengar serak dan bergetar, meski sudah berusaha kuat dan tenang, tapi tetap saja air mata yang mengalir di pipi tak terelakkan.Pria itu tak bersuara, tapi
Alona duduk santai dengan pemandangan asri di halaman belakang. Dia baru saja selesai olahraga pagi, berjalan keliling pekarangan rumah ini.Saat ini kandungannya sudah memasuki bulan ke tujuh, tak lama lagi ia akan resmi menjadi seorang ibu. Alona tersenyum senang membayangkan hal itu. Tapi, wajah cantik itu berubah murung ketika ingat percakapan terakhirnya dengan Wickley."Aku mau anak ini. Jika kau ingin, kita bisa membuat satu lagi untukmu!" ujar pria itu santai.Alona berang bukan main, seorang anak bukanlah benda tak berarti yang bisa Wickley mainkan sesuka hati
Merry duduk gelisah di hadapan laki-laki itu, jemarinya bertautan saling meremas tak beraturan. Ia ingin berbicara, akan tetapi lidahnya seakan kaku."Ada apa, Merry?" tanya pria itu tak sabar.Wanita itu mendongak, menatap wajah pria di depannya dengan bibir bergetar. "Apa ... apa kau bisa mempertemukan aku dengan Wickley?” lirihnya.
Alona menggerutu kesal, sedangkan pria di sebelahnya malah bersiul santai. "Kau sebenarnya ingin ke mana?" tanya wanita itu jengkel.Wickley yang hari ini terlihat tengah gembira tak menggubris ucapan wanita itu, membuat Alona yang duduk di sebelahnya mendesah frustasi. Satu jam yang lalu, Wickley dengan gilanya datang dengan jet pribadi yang mendarat di lapangan luas, menggemparkan seluruh warga desa yang mengira bahwa mereka kedatangan tamu yang sangat penting seperti presiden.Meski perkiraan mereka meleset, para warga tak merasa kecewa ketika melihat rupa tampan seorang pria yang turun dari burung besi it
Wickley mengetuk pintu kamar mandi dengan tak sabaran, sudah lebih dari setengah jam Alona berada di dalam sana, membuat pria itu merasa khawatir yang tak menentu. "Buka pintunya, Alona!" teriak pria itu geram karena tak ada tanda-tanda wanita itu merespon ketukannya."Baik, aku akan mendobrak dan kau akan mendapatkan hukumanmu!" geram pria itu.Alona yang mendengar ancaman pria itu segera menghapus airmatanya dengan tisu dan bergegas membuka pintu.
Flashback OnWickley baru saja menerima telepon dari Joe, satu jam yang lalu bawahannya itu mengabarkan bahwa Merry telah tiba di Jakarta hari ini dan sekarang sedang menuju ke rumah yang baru dibelinya untuk Alona. Pria itu menggeram jengkel, tak habis pikir oleh kemauan wanita itu yang selalu mengusiknya. Pria itu segera menghubungi Josh, tangan kanan Drage. Ia yakin pasti