Di sebuah sekolah dasar, Jakarta Pusat.
Seluruh sekolah sedang heboh saat ini. Bagaimana tidak, salah satu siswi telah menghilang. Siswi itu adalah Paula Anderson. Tim keamanan sekolah segera memeriksa cctv dan menemukan jika Paula ke luar dari pagar sekolah, disaat jam pulang tiba. Begitu banyak kendaraan yang lalu lalang, ke luar dan masuk area sekolah. Sehingga keamanan sekolah tidak menyadari jika Paula menyelinap diantara kendaraan itu dan berhasil ke luar dari lingkungan sekolah. Nyonya Dela Anderson, ibunda dari Paula. Tidak dapat menahan tangisnya saat ini. "Bagaimana dengan putri saya? Kenapa tidak ditemukan juga! Sudah satu jam telah berlalu! Mana tanggung jawab sekolah ini!" isaknya tak tertahankan. Kepala sekolah dan beberapa guru berusaha untuk menghibur hati Nyonya Dela. Namun kegelisahan hatinya tak kunjung hilang juga. "Nyonya Dela. Saya mengerti dengan perasaan Anda saat ini. Akan tetapi kita juga harus menunggu hasil pihak keamanan yang sedang mencari keberadaan Paula saat ini. Saya harap Anda bisa bersabar. Saya selaku kepala sekolah juga sangar khawatir dengan Paula, saat ini." serunya dari dalam hatinya. "Nyonya, saya juga ikut merasa bersalah tidak dapat menjaga Paula dengan baik. Sehingga dia bisa ke luar dari lingkungan sekolah." Wali kelas Paula juga ikut menangis. Merasakan kesedihan Nyonya Dela. Keduanya pun saling berpelukan dan saling menguatkan saat ini. Di mata wali kelasnya, Paula adalah anak yang pintar, baik dan penurut. Sang wali kelas tak habis pikir kenapa bisa, Paula ke luar dari lingkungan sekolah. Pasti ada seseorang yang membujuknya," curiga Bu Ajeng dalam hatinya. Namun dirinya belum memiliki bukti apa pun saat ini. Tak berapa lama Tuan Amos Anderson, ayah dari Paula. Baru saja tiba di sekolah itu. Dia segera menemui istrinya yang sedang berada di dalam kantor kepala sekolah. Tuan Amos agak telat datangnya. Karena pesawatnya baru saja tiba di jakarta. Beliau baru pulang dari perjalanan di luar kota. Beliau mendengar kabar jika putrinya menghilang dari sang asisten Akri. Mendengar hal itu, Tuan Amos segera berangkat menuju ke sekolah putri bungsunya. "Papi ... Paula menghilang, Pi!" isak Nyonya Dela saat melihat suaminya baru saja tiba di tempat itu. Tuan Amos segera membalas pelukan istrinya, dan mencoba untuk menenangkannya. Namun bukannya tenang, tangisan Nyonya Dela semakin pecah. "Mami, tolong berhentilah menangis. Paula pasti akan baik-baik saja," serunya kepada istrinya. "Tapi mau sampai kapan aku bisa tenang, Pi. Paula telah hilang lebih dari dua jam." "Mi, kita tunggu sebentar lagi. Papi telah bekerja sama dengan pihak berwajib untuk ikut membantu mencari Paula. Asisten Aksa juga telah mengerahkan banyak orang untuk menemukan Paula dengan cepat. "Bagaimana dengan Samuel, Mi? Apakah anak itu sudah tahu jika adiknya menghilang?" tanya Tuan Amos kepada istrinya. "Sam sedang les matematika, Pi. Aku belum menghubunginya. Takutnya dia akan terganggu dengan berita kehilangan Paula," tutur sang istri lagi. "Ya sudah kalau begitu. Setelah selesai lesnya saja, kita baru mengabarinya," ucap suaminya. Kepala sekolah dan beberapa guru turut prihatin dengan kehilangan Paula. Pihak sekolah pun berjanji untuk tetap ikut mengawal sampai Paula ditemukan. Di suatu tempat rahasia Asisten Akri sedang membagi tugas para anak buahnya untuk mulai mencari keberadaan Paula. "Grup A, menyusuri lokasi di dekat danau yang ada di dekat sekolah Nona Paula. Kalian berpencar mencarinya dan pakailah anjing pelacak. Setiap sudut di tempat itu kalian harus susuri jangan sampai ada yang terlewatkan," serunya panjang lebar. "Siap, Asisten Akri!" Lalu orang-orang itu segera berlalu dan melakukan tugas mereka. Lalu sang asisten berkata lagi, "Untuk tim B. Saya tugaskan kalian untuk memeriksa setiap rumah sakit di daerah Jakarta pusat. Tanyakan data-data pasien yang baru saja dirawat di rumah sakit. Baik yang sakit maupun korban kecelakaan. Segera laksanakan!" perintahnya kepada anak buahnya. "Siap! Laksanakan," seru para orang itu. Asisten Akri juga sedikit was-was mengenai keberadaan putri atasannya. Pasalnya baik Paula maupun Samuel telah dirinya anggap seperti keponakannya sendiri. Akri baru saja mendapatkan panggilan telepon dari Tuan Anderson yang menyuruhnya untuk menemui Tuan Muda Samuel di tempat lesnya. Kembali ke kesekolahan, "Tuan, Nyonya. Hari sudah hampir malam. Bagaimana jika Anda berdua pulang ke rumah dulu. Hal-hal apa pun nantinya yang terkait dengan hilangnya anak kita, Paula. Tuan dan Nyonya adalah orang pertama yang akan kami kabari," ucap kepala tim pencarian Paula kepada kedua orang tuanya. "Bagaimana kami bisa pulang, Pak! Anak kami masih belum ditemukan! Apakah Anda pikir kami bisa tenang sekarang?" isak tangis Nyonya Dela kembali pecah dalam ruangan itu. "Mami tenangkan dirimu. Kita memang harus pulang. Ada baiknya kita menunggu di rumah. Dari tadi siang kita berada di tempat ini. Mungkin gedung sekolah juga akan tutup," ucap Tuan Amos kepada istrinya. Di sebuah restoran ayam cepat saji, seorang anak kelas enam SD sedang menikmati makan malamnya bersama Asisten Akri. Samuel mulai curiga dengan situasi saat ini. Karena dari tadi dia melihat wajah Asisten Akri terlihat tegang dan sibuk dengan telepon genggamnya. Setelah selesai makan. Samuel pun mulai bertanya kepada Asisten Aksa. "Uncle ... apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Uncle terlihat sangat gelisah dari tadi?" cecar Samuel ingin tahu. "Tidak ada hal apa pun yang terjadi, Sam. Apakah kamu ingin menambah makanmu? Uncle bisa memesannya lagi untukmu." "Aku sudah sangat kenyang, Uncle! Aku hanya ingin Uncle jujur kepadaku! Apa yang sebenarnya terjadi, Uncle? Tolong katakan semua dengan jujur." Samuel tidak peduli dengan semua penjelasan Asisten Akri saat ini karena dia tahu jika sang asisten sedang berbohong kepadanya saat ini. "Sam ... Uncle mohon tenanglah dulu. Uncle bingung harus memulai dari mana untuk bicara saat ini." Asisten Akri merasa tidak tega untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Samuel. Akan tetapi Akri ternyata tidak pintar berbohong. Samuel langsung tahu jika dia sedang menyembunyikan sesuatu. "Uncle, Paula mana? Kenapa Uncle tidak membawanya serta untuk makan di sini? Biasanya Uncle selalu membawa Paula ke mana pun. Kenapa sekarang tidak? Terus ... aku dari tadi berada di restoran ini. Apakah Papi dan Mami tidak marah? Besok kan aku sekolah. Sedangkan sekarang sudah pukul delapan malam!" tutur Samuel panjang lebar, ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Akan tetapi sungguh sulit meminta Asisten Akri untuk berkata jujur saat ini. Sang uncle terlihat diam saja dan tidak mengatakan apa pun. Akan tetapi raut wajahnya dipenuhi dengan ketegangan. Lalu tiba-tiba dering ponsel Asisten Akri mulai terdengar. Dia pun segera mengangkat panggilan itu. Seketika saja wajahnya berubah menjadi pucat pasi karena kabar yang diterimanya dari anak buahnya.Langit biru di luar jendela tampak membentang luas, awan putih menggumpal bagai kapas, mengiringi perjalanan udara keluarga kecil Samuel dan Mikha menuju Jepang. Di dalam jet pribadi yang elegan dan nyaman milik ayah Samuel, suasana penuh kehangatan dan canda tawa anak-anak terdengar meramaikan kabin utama.Jeremias yang kini berusia lima tahun tampak antusias melihat pemandangan dari balik jendela. Dia duduk di kursi kulit yang empuk, mengenakan jaket hoodie bergambar dinosaurus dan memegang mainan robot favoritnya."Papi, kita sudah sampai Jepang belum?" tanyanya sambil menempelkan wajah ke jendela bulat itu.Samuel tersenyum dan duduk di sebelah putranya."Belum, Nak. Kita masih terbang, mungkin satu jam lagi kita akan mendarat di Osaka.""Aku mau naik roller coaster! Dan lihat dinosaurus kayak di film!" seru Jeremias penuh semangat.Sementara itu, Carol yang baru berusia dua tahun sedang duduk di pangkuan Mikha. Gadis kecil itu mengenakan dress bunga-bunga berwarna pastel dan seda
Mikha merasakan kebahagiaan yang luar biasa mendengar semua ucapan penuh kasih sayang dari orang-orang yang sangat berarti baginya. Dia tersenyum bahagia, merasa sangat diberkati memiliki keluarga yang begitu mendukung.Acara dilanjutkan dengan makan bersama dan permainan baby shower yang menyenangkan. Tamu-tamu menikmati hidangan lezat yang disediakan, dan Mikha merasa sangat puas melihat semua orang tertawa dan bahagia. Dia sungguh tak sabar untuk segera menyambut kehadiran Jeremias, bayinya yang sudah sangat mereka nantikan.Selama acara, Mikha merasa begitu penuh cinta. Tidak hanya dari Samuel, tapi juga dari keluarganya dan keluarga Samuel yang begitu mendukung. Dia tahu jika perjalanan mereka sebagai orang tua baru akan penuh tantangan, namun dengan dukungan dan kasih sayang yang diterima keduanya, yakin jika mereka akan melewati semuanya bersama.Setelah acara selesai, Mikha dan Samuel duduk di teras rumah, menikmati malam yang tenang. Mikha bersandar pada Samuel, menatap langi
Setelah satu bulan kembali dari bulan madu mereka di Mauritius, kehidupan Mikha dan Samuel terasa kembali normal. Namun, hari-hari terakhir ini Mikha merasa ada yang berbeda. Pagi-pagi, dia mulai merasakan mual dan kadang muntah tanpa sebab yang jelas. Awalnya, Mikha mengira itu hanya karena kelelahan atau pola makan yang tidak teratur setelah perjalanan panjang mereka. Tapi seiring berjalannya waktu, rasa mual itu semakin intens dan tak kunjung hilang.Pada suatu pagi, setelah terbangun dan merasakan mual yang cukup parah, Mikha memutuskan untuk memberi tahu Samuel. Dia duduk di tepi tempat tidur, menggenggam perutnya yang terasa tidak nyaman. Samuel yang baru saja selesai mandi keluar dari kamar mandi, terkejut melihat istrinya tampak begitu pucat.“Kamu kenapa, Sayang?” tanya Samuel dengan cemas, menghampiri Mikha.“Aku ... aku merasa sangat mual,” jawab Mikha lemah, mencoba tersenyum meski wajahnya tampak jelas tidak nyaman.Samuel duduk di samping istrinya, menggenggam tangannya
Hari terakhir di Mauritius terasa seperti lembaran terakhir dalam buku cerita penuh warna. Mikha dan Samuel bangun lebih awal dari biasanya, menikmati kopi hangat sambil duduk berdua di teras vila, menatap matahari terbit yang perlahan mengintip dari balik horizon timur.“Gila sih, waktu di sini cepet banget berlalu ya,” ujar Mikha pelan sambil menyandarkan kepala di bahu suaminya.Samuel membalas dengan mengecup pelan kening istrinya. “Tapi semua momen yang tercipta di sini bakal abadi di ingatan kita. Dan hari ini, kita simpan yang paling manis untuk penutup.”Mikha menoleh dengan senyum penasaran. “Jadi kita ke mana?”Samuel hanya tersenyum penuh rahasia. “Pulau kecil. Di lepas pantai timur. Ada kejutan buat kamu.”Beberapa jam kemudian, mereka tiba di dermaga kecil, naik perahu motor yang membawa keduanya ke destinasi terakhir bulan madu mereka yaitu Île aux Cerfs, pulau eksotis yang seolah tercipta untuk cinta dan ketenangan.Begitu perahu merapat, Mikha terpukau. Pasir putih se
Hari masih pagi cahaya matahari menyelinap masuk melalui celah tirai besar vila yang menghadap langsung ke hamparan danau tenang. Udara masih sejuk, aroma pohon pinus dan embun pagi merasuk hingga ke dalam kamar. Pasangan suami istri itu tadinya memutuskan melanjutkan tidur mereka. Tapi beberapa saat kemudian,Mikha membuka matanya perlahan dan mendapati Samuel masih tertidur di sebelahnya, tangan lelaki itu melingkar di pinggangnya dengan lembut. Dia pun tersenyum tipis, menatap wajah suaminya yang tampak damai.“Sayang,” bisiknya pelan, membelai rambut Samuel.Samuel mengerjap pelan, lalu tersenyum melihat Mikha di hadapannya. “Pagi, Cinta,” ucapnya serak karena baru bangun. Dia menarik Mikha mendekat, mencium keningnya perlahan.“Pagi juga,” jawab Mikha sambil menyandarkan kepalanya di dada Samuel. “Aku suka bangun seperti ini, dengan suasana yang tenang dan bersamamu.”“He-he-he.”Samuel tertawa pelan. “Aku juga. Rasanya seperti dunia hanya milik kita berdua di sini.”Mereka
Pagi berikutnya,Mentari pagi menyambut hangat di vila yang tinggali selama bulan madu di Mauritius, oleh Samuel dan Mikha. Aroma laut masih tercium samar, bercampur dengan harum teh hangat yang diseduh Mikha di dapur kecil vila. Hari ini mereka mengenakan pakaian yang sedikit lebih nyaman, Samuel dengan kemeja linen putih dan celana khaki, Mikha dalam gaun panjang pastel dan selendang tipis menutupi bahunya.“Siap ke Grand Bassin?” tanya Samuel sambil menyandarkan diri di ambang pintu, menatap Mikha yang tengah memakai anting kecil berwarna emas.Mikha mengangguk sambil tersenyum. “Aku udah penasaran sejak kamu cerita itu danau sakral.”Perjalanan menuju Grand Bassin atau Ganga Talao, danau suci di dataran tinggi Mauritius, memakan waktu sekitar satu jam. Jalannya menanjak, berkelok, dan penuh hutan hijau yang meneduhkan. Udara menjadi lebih sejuk begitu mobil mereka melewati gerbang masuk kawasan religius itu.Samuel menghentikan mobil perlahan. Di depan mereka, berdiri patung raks