.Malam hari, di sebuah apartemen mewah di pusat Jakarta,Jarot duduk di depan meja kayu besar dengan ekspresi tegang. Di sekelilingnya, beberapa pria berkacamata duduk dengan laptop masing-masing, jari-jemari mereka menari di atas keyboard dengan kecepatan luar biasa. Cahaya biru dari layar komputer menyinari wajah mereka, menambah kesan misterius di ruangan itu.Di layar utama, deretan kode berjalan cepat, akan tetapi setiap kali mereka mencoba masuk ke dalam sistem SPAD Corp, mereka selalu terhalang oleh firewall yang tak bisa ditembus.Salah satu pria, seorang peretas bernama Kevin, menghembuskan napas panjang. “Ini gila. Aku sudah mencoba lima metode berbeda, tapi sistem mereka seperti benteng yang tak tertembus.”Pria lain, Aryo, menggeleng frustasi. “Setiap kali kita hampir masuk, sistem mereka otomatis memblokir dan melacak keberadaan kita. Ini bukan sistem biasa.”Asisten Jarot mengetuk meja dengan jarinya, wajahnya terlihat semakin gelap. “Kalian ini profesional atau amati
Setelah makan siang bersama Mikha, Samuel melirik jam tangan mewah miliknya dan menghela napas. Sebenarnya sang pria ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama gadis itu, akan tetapi tanggung jawabnya sebagai CEO SPAD Corp memanggilnya.Samuel lalu berdiri dari kursinya dan merapikan jasnya. “Aku harus pergi sekarang, Mikha.”Mikha mengangguk pelan, sedikit kecewa, tapi dia juga mengerti kesibukan pria itu. “Terima kasih untuk pizzanya, Samuel. Dan juga untuk waktunya.”Samuel tersenyum hangat. “Kapan pun kamu ingin makan siang lagi, bilang saja. Aku pasti akan datang.”Mikha tersipu, dan Samuel merasa puas melihat ekspresi itu sebelum akhirnya berbalik dan keluar dari minimarket.Di luar, mobil sedan hitamnya sudah menunggu. Eki, asisten pribadinya, segera keluar dan membukakan pintu. “Selamat siang, Tuan Samuel.”Samuel masuk ke dalam mobil dengan satu tarikan napas panjang. “Siang, Eki.”Asisten Eki masuk ke kursi pengemudi dan mulai menyalakan mesin. “Kita langsung ke pertem
Beberapa waktu yang lalu,Pantai Indah Kapuk kala itu disinari cahaya keemasan saat Mikha duduk di tepi pantai, menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa wajahnya. Tidak jauh darinya, Samuel dan Feivel berdiri, masing-masing memandang gadis itu dengan perasaan yang sulit dijelaskan.Pertemuan mereka bertiga terjadi lagi secara kebetulan beberapa minggu yang lalu, ketika Mikha, yang bekerja di sebuah minimarket, secara tidak sengaja bertemu dengan kedua pria muda itu dalam sebuah acara komunitas bisnis. Samuel, CEO muda yang supel dan mudah bergaul, sepertinya mulai tertarik pada Mikha karena keramahan dan senyum manisnya. Sementara Feivel, yang ternyata adalah pemilik jaringan minimarket tempat Mikha bekerja, merasakan sesuatu yang berbeda setiap kali melihat gadis itu.Sejak pertemuan itu, baik Feivel maupun Samuel seakan berlomba-lomba untuk mendekati Mikha. Mereka bahkan sering mengunjungi minimarket tempat Mikha bekerja, meskipun dengan alasan yang berbeda.Di sebuah minimarket,Mi
Setelah pertemuan yang tak terduga di tepi pantai, Feivel akhirnya mengajak Mikha dan Samuel untuk makan malam di kawasan Pecinan yang ada di Pantai Indah Kapuk.“Pasti kalian belum pernah coba restoran ini. Masakannya khas Indonesia banget,” ucapnya Feivel, mencoba bersikap santai, meskipun dalam hatinya ada pergolakan emosi yang sulit dijelaskan.Mikha mengangguk antusias. “Wah, aku suka makanan Indonesia! Samuel, kamu suka makanan Indonesia juga, kan?”Samuel hanya melirik Feivel sekilas sebelum menjawab, “Tentu saja.”Mereka pun masuk ke dalam sebuah restoran bergaya klasik dengan lampion merah menggantung di langit-langit. Aroma rempah yang menggoda langsung menyambut mereka.Ketiganya duduk di meja dekat jendela, dengan pemandangan ke arah jalan yang dipenuhi cahaya lampu kota. Pelayan datang membawakan buku menu, dan Mikha langsung membukanya dengan penuh semangat.Namun, sesuatu yang aneh terjadi.Feivel dan Samuel yang duduk berhadapan mulai saling menatap tajam, seperti dua
Setelah beberapa saat berlalu, tangisan Mikha akhirnya reda. Dia menghela napas panjang, berusaha menenangkan dirinya. Samuel masih membiarkan gadis itu bersandar di bahunya, tanpa mengatakan apa pun. Pria itu hanya membelai rambut Mikha dengan lembut, memberikan ketenangan dalam diam.Mikha perlahan menjauh, menyeka sisa air mata di pipinya, lalu menatap Samuel dengan mata yang masih sedikit memerah. "Maaf ya, aku jadi cengeng."Samuel tersenyum tipis. "Nggak apa-apa, kok. Kadang, menangis itu perlu."Mikha mengangguk pelan. "Terima kasih, Samuel."Untuk membuat suasana lebih baik, Samuel tiba-tiba berkata, "Ayo kita jalan-jalan di tepian pantai. Udara sore di pantai ini cukup menyegarkan."Mata Mikha berbinar mendengar ajakan itu. "Serius? Apakah boleh?"Samuel tertawa lagi melihat antusiasmenya. "Tentu saja. Ayo."Mikha dengan cepat berdiri, lalu berjalan menuju bibir pantai. Tanpa diduga, dia langsung melepas sepatunya dan mulai berjalan tanpa alas kaki di atas hamparan pasir p
Setelah Mikha sepenuhnya sadar dan dokter memastikan kondisinya stabil, Samuel segera mengurus administrasi rumah sakit. Dia tidak ingin Mikha terlalu lama di sana. Begitu semua urusan selesai, pria itu kembali ke kamar rawat dan melihat Mikha sudah duduk di tepi ranjang, bersiap untuk pergi."Kamu sudah siap, Mikha? Kita akan keluar dari rumah sakit sebentar lagi," ucap Samuel lembut.Mikha menoleh dan tersenyum tipis. "Ya, aku siap kok. Terima kasih, Samuel. Kalau bukan karena kamu, aku nggak tahu apa yang terjadi tadi."Samuel menggeleng. "Aku cuma kebetulan ada di sana. Lagi pula, aku nggak bisa diam saja melihat seseorang dalam bahaya. Tapi ku sarankan lain kali jangan melewati jalan yang sepi, itu bisa menimbulkan kejadian yang tak terduga. Seperti yang kamu alami tadi."Mikha menatapnya sejenak, lalu berdiri. "Iya, Sam. Lain kali aku akan lebih berhati-hati lagi. Kalau begitu, ayo kita keluar dari sini."“Baiklah, Mikha.”Samuel pun menuntun Mikha keluar dari rumah sakit. Be