"Siapa perempuan itu, Mas? Siapa?" tanyaku dalam Isak tangis memekik. Tak ada jawaban dari lelaki itu, dia masih memelukku dan terus membanjiriku dengan ciuman di kepala dan kening. Aku semakin heran dan penasaran. Siapa perempuan itu?Mas Raditya malah menarik tubuhku dan memeluk begitu erat hingga tangisku kian menjadi. Mas Raditya bergeming, dia tak menjawab apapun, suaranya tak terdengar hingga membuatku kian larut dalam tanya yang tak bertemu jawabnya. Hening sejenak, hingga perlahan tangisku mereda. Tubuh kami pun entah kenapa menjadi lemas dan sudah terduduk saling memeluk. Setelah reda dan keadaan jauh lebih baik setelah aku menangis menumpahkan semua perasaan yang ada, Mas Raditya melepas pelukannya lalu ia mengangkat dagu dan menatapku."Maaf," lirihnya. Hanya kalimat itu yang meluncur dari bibirnya, satu kalimat yang lagi-lagi dapat membuatku kembali menangis. Kesalahan yang sudah dilakukannya sungguh fatal dan membuatku sangat begitu marah tak pernah menyangka Mas Radit
"Ada perlu apa?" tanya Raditya pada Aksan."Saya hanya ingin menyampaikan pada istri Anda, kalau Mama saya ingin sekali bertemu dengannya.""Untuk apa?" tanyanya lagi. "Namira, Mama ingin sekali bertemu denganmu. Jika kamu bersedia datanglah, bawa suami pun tak apa." Aksan berteriak, hingga Namira pun dapat mendengarnya. Raditya memperingatkan Aksan untuk tidak berteriak lalu memintanya pulang. Aksan tak melakukan perlawanan apapun, ia kembali menuju mobilnya dan meninggalkan rumah itu. Sepanjang perjalanan Aksan entah kenapa malah memikirkan Namira dengan suaminya itu, ada ketidak harmonisan yang dibaca Aksan, tapi melihat lelaki itu membuat Aksan mencoba sebisa mungkin harus menjauh. Hari ini cukup berat untuk Aksan. Dia mengetahui kabar buruk tentang Jelita, lalu bertemu Nilam dan Namira semua kenapa begitu datang bersamaan. Aksan menghela napas berat lalu mengusap wajahnya. Ia melihat sudah pukul satu siang, pantas saja sejak tadi perutnya berbunyi sepertinya cacing-cacing di
"Argh, sial." Aksan memukul setir berulang, meluapkan semua kekesalan yang dirasakannya, dia kini merasa lelaki paling bodoh di muka bumi. Bisa-bisanya begitu mudah tertipu dengan sikap perempuan yang hanya karena dia cantik lalu lupa kalau dia pun bisa licik. "Iya, mas. Aku sudah menikah. Dan ini adalah suamiku."Kalimat itu kembali terngiang jelas di telinganya, seketika hati Aksan hancur mendengar semua itu. Terjawab sudah kenapa Jelita tak mau dibawa ke rumah, selalu menolak diajak menikah ternyata memang benar dia sudah menikah dengan lelaki itu. Aksan terus meluapkan emosinya dengan kecepatan tinggi ia melajukan kendaraan hingga beberapa kali nyaris tabrakan tapi kelihaian Aksan dalam membawa kendaraan berulang kali membuatnya terhindar dari hal itu. Bayangan pertemuan dengan Jelita masih sangat terekam jelas. "Siapa lelaki ini?" tanya Aksan. Jelita belum menjawab, lelaki itu terus menggenggam tangan Jelita seolah memberikan kekuatan pada perempuan yang duduk di sampingnya
"Ma, Jelita sudah menikah diam-diam.""Apa?" Mama Aksan terlihat sangat terkejut mendengar ucapan Aksan, siapa yang akan menyangka hal itu bahkan Mama Aksan berharap Jelita bisa membahagiakan anaknya yang sudah menjelang kepala empat hidup sendirian meski memang sejak awal Mama kurang sreg tapi melihat Aksan bahagia saat menceritakan soal Jelita tentu saja membuat seorang ibu manapun akan mengusir egoisme dalam dirinya demi kebahagiaan sang anak. Selain itu Mama Aksan tak mau keliru lagi, dulu Aksan menikah dengan Nilam karena dijodohkan, karena Mama Aksan merasa Nilam perempuan tepat untuk menjadi istrinya, memang tak salah kehidupan mereka berjalan bahagia tapi ternyata Aksan memendam rasa pada adik iparnya, perempuan yang dinikahi kembarannya hingga penyekapan dan pernikahan sembunyi itu terjadi. Itu semua membuat Mama Aksan kian tersiksa. "Kamu sudah memastikannya?" tanya Mama. "Jelita sendiri yang bicara, Ma."Hancur sudah hati Mama Aksan kini, dia bisa membayangkan betapa sa
"Kemana Ma?" tanya Aksan saat melihat Mamanya tampak pergi buru-buru setelah terlihat menerima panggilan."Kamu masih di situ?" tanya Mama. "Aku lihat Mama angkat telepon lalu setelah kuperhatikan wajah mama kayaknya cemas banget, siapa ma?" tanya Aksan kembali. "Qonita bilang anaknya sakit, suaminya masih di luar kota. Mama akan bantu dia membawa anaknya ke rumah sakit," ucap Mama. "Biar aku antar Ma."Mama tak menolak lalu mereka pun pergi, sepanjang perjalanan mama Aksan terlihat kian cemas. Hubungan antara Mertua dan Menantu itu memang tak ada bekasnya, itu disadari oleh Qonita dan Mama Aksan keduanya masih saling berkomunikasi dan saling berkunjung, beruntung suami Qonita pengerti hingga paham akan hal itu apalagi Qonita itu ditinggalkan meninggal bukan cerai hidup. Tapi ada hal yang tak diketahui oleh suami Qonita bahwa Aksan pernah menikahi Qonita dengan sirih dan diam-diam, sengaja hal itu disembunyikan dari suaminya karena Mama Aksan gak mau suaminya Qonita nanti menjauhka
Perempuan itu segera menunduk dan pergi begitu saja, sementara Aksan masih terpaku pada perempuan yang barusan bertabrakan dengannya, tak terlihat jelas wajahnya tapi sepertinya Aksan begitu mengenali perempuan itu. Aksan segera menyadarkan diri dan menuju ruang pendaftaran, bagaimanapun Raja adalah anak Qonita mantan adik ipar sekaligus mantan istri sirinya. Lagipula mama Aksan masih sangat menyayangi Qonita dan masih menganggapnya seperti anak, hubungan keduanya masih dekat apalagi karena Qonita tak punya keluarga lain, selain Mama dan keluarga suaminya yang jauh di luar kota sana.Selesai melakukan pendaftaran, Aksan kembali ke IGD memberikan bukti pendaftaran lalu kembali menunggu Mama yang masih menemani Qonita bersama Raja. Suster melewati Aksan dan Aksan segera menghentikan langkah suster itu. "Sus, bagaimana kondisi keponakan saya?" tanya Aksan terpaksa mengakui Raja sebagai keponakannya kalau tidak dia bisa disangka bapaknya lagi. "Sejauh ini sudah ditangani dengan baik, p
"Qonita itu dari dulu memang istri yang sangat baik, bagaimana pun kondisi suaminya ia tetap bisa menerima semua kekurangan itu. Dulu adik kamu sangat bahagia bisa menikah dengan dia, sejak bercerita saat masih sekolah dulu Mama bisa melihat kebaikan dalam diri anak itu makanya Mama setuju ketika Ikhsan ingin menikahi Qonita."Aksan terdiam, selera makannya tiba-tiba hilang entah kemana mendengar cerita Mamanya, entah kenapa harus bagian itu yang Mama ceritakan, sejak dulu Aksan selalu tak suka mendengar soal kedekatan Qonita dan adik kembarnya, karena Aksan pun memiliki perasaan yang sama pada perempuan itu bahkan dia pernah berbuat gila dan nekat bukan? "Ma, kalau Mama sayang sama Qonita seharusnya Mama biarkan dia tetap jadi menantu Mama, lagi pula kemana suaminya itu. Selalu saja gak ada," ucap Aksan ketus. Mama terlihat menghela napas, lalu ia menatap dalam pada putra yang tinggal Aksan yang dimilikinya. "Mama bisa saja melakukan itu, tapi kamu tahu setelah sembuh dari masa tr
"Kenapa masih mencari dia? Bukankah sudah cukup jelas, dia sudah menikah dan membohongi kamu?" Aksan terdiam dengan pertanyaan Sesil, setelah menemui Sesil dan Sesil menerima dengan baik kedatangan Aksan. Aksan menceritakan semuanya, terlihat Sesil tak terkejut mendengar semua cerita tentang Jelita. Hingga Aksan mengira Sesil tahu semuanya. "Kamu tahu semua ini?" tanya Aksan. Sesil menghela napas, lalu membuang pandangannya. "Kamu itu sudah jadi pacarnya satu tahun tapi belum mengenal dia dengan baik, jadi selama ini ngapain aja? Cuma datang untuk berkencan saja dengan dia, cuma datang ketika kamu kesepian atau cuma berpikir dia butuh duit kamu saja?" Sesil menjeda kalimatnya, Aksan semakin terasa sesak, ya memang selama berpacaran dengan Jelita, Aksan selalu memberikan apapun yang dia mau, Aksan selalu berusaha meluangkan waktu tapi memang ia mengakui Aksan tak pernah bertanya apapun soal kehidupan Jelita. Dan jelita pun tak pernah bertanya apapun atau bercerita apapun. "Tidak