"Qonita? Qonita istrinya Ikhsan?" tanya Mama Aksan dengan mata terbelalak, Mama Aksna terkejut dan benar-benar terperangah mendengar nama yang disebut oleh Nilam. Nilam hanya menganggukan kepalanya, Mama Aksan membungkam mulutnya, menggeleng-gelengkan kepalanya seakan tak percaya dengan apa yang didengarnya, tak percaya dengan ucapan Nilam."Nggak mungkin Nilam, Aksan gak mungkin melakukan itu. Dia nggak mungkin mengingkari syarat yang kamu berikan, mama tahu pasti siapa Aksan."Mama Aksan menepis ucapan Nilam tentang Aksan yang telah mengkhianatinya, Nilam kembali menegaskan agar Mama Aksan lebih percaya. "Ma, mana mungkin aku menuduh Mas Aksan begitu saja. Mas Aksan menjemput Qonita di rumah sakit lalu ia menikahinya dan menyembunyikan Qonita di ruangan rahasia yang ada di ruang kerjanya. Qonita mengalami trauma berat yang mengakibatkan psikisnya terganggu dan hanya dekat Aksan ia merasa tenang dan aman. Karena itulah katanya Mas Aksan menikahinya."Mama Aksan semakin terperangah,
Selepas dari kantor polisi akhirnya Aksan tahu keberadaan Qonita, Qonita dibawa oleh Mama Indri ke rumah sakit jiwa hal yang sama sekali tak diinginkan oleh Aksan, dia tak mau perempuan yang membuat hatinya bergejolak dari masa SMA itu masuk di sebuah tempat seperti itu bagi Aksan, Qonita tidak gila, dia hanya perlu perhatian khusus dari orang yang dicintainya dan saat ini itu dirinya. Aksan tak memperdulikan kelak dia akan berstatus sebagai tersangka atau tidak, keputusannya untuk menemui Qonita adalah hal yang harus dia lakukan. Dia ingin mengetahui kondisi Qonita, kekhawatirannya sudah memuncak sejak Bi Jum mengabarkan soal Qonita bahkan ia tega melepas Mamanya yang sudah di depan mata.Sepanjang perjalanan Aksan memikirkan strategi untuk bisa membawa Qonita keluar dari rumah sakit jiwa itu. Akal sehatnya sudah terhalang oleh perasaan yang bergejolak kembali, Aksan pun lupa akan statusnya sebagai seorang suami, ia tak berusaha mencari hati Nilam lagi, seakan semua hanya tertuju pa
Mama Aksan mengamati kondisi Qonita, hatinya sangat sakit melihat keadaan Qonita yang begitu menyedihkan. Bagaimana tidak trauma hingga depresi, kehilangan suami yang dicintainya beserta bayi yang tinggal menunggu hari kelahiran tentulah sangat menghenyakkan jiwa, memporakporandakan jiwa, terlebih bagi Qonita, Ikhsan adalah tumpuan hidupnya. Mama Aksan adalah saksi dari perjalanan cinta mereka berdua. Qonita yang hanya tinggal dengan paman dan neneknya merasa memiliki keluarga ketika dekat dengan Ikhsan, bagi Mama Aksan, Qonita sudah seperti anaknya sendiri. Hidup Qonita yang memprihatinkan membawa Ikhsan pada cinta yang tulus, perjalanan cinta mereka terjalin dari persahabatan yang saling membutuhkan. Meski Ikhsan punya saudara kembar tapi perbedaan karakter membuat mereka tak pernah saling akur terlebih Aksan memeliki ego yang lebih besar dan Ikhsan lebih sering mengalah. Mama Aksan mengelus rambut Qonita, Qonita menatap terus wajah Mama Aksan, dahinya mengernyit mungkin dia teng
"Dari mana Nilam tahu soal perasaanku pada Qonita?" gumam Aksan.Ya, semenjak mendengar ucapan Nilam yang memojokkannya dengan pertanyaan soal perasaannya pada Qonita membuat Aksan berpikir keras dari mana Nilam tahu hal itu padahal itu adalah hal yang sangat dijaga kerahasiaannya oleh Aksan. Tak ada yang tahu soal itu, Aksan menutup rapat soal perasaannya pada Qonita tak pernah ia ungkapkan pada siapapun, kecuali pada teman-teman genk nya ketika di SMA itu pun dia bilang hanya bercanda dan tak tahu apa mereka menanggapinya serius atau bercanda. Mendadak Aksan menjadi sangat takut dengan Nilam, kini ia tak bisa menjadikan apapun sebagai alasan karena Nilam pasti menyangka itu bohong dan ia lebih percaya pada perasaannya kalau Aksan mempertahankan Qonita karena dia mencintainya. Mungkin Aksan adalah lelaki jahat, mencintai dua perempuan tapi Aksan tak bisa menolak itu, ketika pertama kali melihat foto Nilam desiran itu hadir dan Aksan menerima perjodohan itu dengan hati senang, terle
"Ada apa?" tanya Nilam ketus. "Di suruh masuk dulu nak, gak baik di luar gini."Ibu menengahi dan berlalu dengan sikap yang ia hadirkan untuk menutupi perasaannya, Nilam mempersilahkan Aksan masuk."To the point aja, ada perlu apa? Kalau kamu bermaksud buat membujukku untuk tidak menggugat cerai, maaf aku tidak bisa. Keputusanku sudah bulat. Aku baru pulang dari rumah mengambil semua persyaratan untuk pengajuan gugatan ke pengadilan. Jadi sebaiknya kamu siapkan diri untuk menerima surat panggilan dari pengadilan dan berusahalah untuk bersikap kooperatif agar mudah, kalau kita cepat cerai kamu kan bisa dengan cepat berbahagia sama cinta pertama kamu itu." Nilam tanpa jeda berbicara dengan tegas dan lugas pada Aksan, hingga membuat Aksan terdiam tak berkutik. "Oh ya, jangan menuntut soal harta gono gini karena aku tak akan menuntut soal rumah yang sudah kamu berikan padaku itu, aku menghibahkannya, mobil yang kamu pakaipun silahkan kamu pakai saja khawatir pacar kamu itu kepanasan, s
Bi Jum mulai bercerita bagaimana ia bisa tahu soal rencana pembunuhan tante Indri pada Papa dan Ikhsan, sayang Bi Jum tak memiliki bukti yang kuat soal itu tapi Aksan tentu memilIiki banyak cara untuk bisa membuat tante Indri mendapatkan balasan atas perbuatannya."Kenapa bibi merahasiakannya?" tanya Aksan."Bibi takut den, saat kepergok Bibi langsung ditarik masuk kamarnya dan diancam dengan pisau buah yang ada di atas meja di kamarmya den, bibi benar-benar takut saat itu."Aksan cukup paham kondisi itu, dia terduduk lalu mengusap wajahnya kasar, pikirannya betul-betul rumit. Mana yang harus dia lalukan saat ini, mamanya meminta untuk mengurus rumah tangganya sedangkan Ibu Nilam menyuruh mengurus kematian papa dan kembarannya. "Argh ...."Aksan berteriak meluapkan semya emosi yang mengendap dalam jiwanya, tetiba dia teringat atas kejadian yang baru saja ia alami, dimana melihat mama Indri memberikan sesuatu pada seorang lelaki. Pantas saja ia ingin mengrjar kedua lelaki itu. Pikira
"Mama tenang saja, aku akan mengusut tuntas kasus ini, lihat saja perempuan itu tak akan kubuat hidup tenang." Aksan mengepalkan tangannya, memukul-mukulkan pada telapak tangan yang satunya, tatapan matanya seolah menggambarkan emosi yang tertahan dan siap untuk membongkar semua kejahatan mama Indri."Ibu mau beristirahat dulu," ucap Mama Aksan.Mama Aksan pun bangkit dari duduknya dan meninggalkan Aksan bersama Namira, tentu saja kesempatan itu Aksna gunakan untuk mengenal perempuan yang sudah menolong mamanya itu. Aksan sempat canggung tapi dia berusaha mengkondisikan dirinya, berdehem hingga Namira pun menyadari keberadaan Aksan yang memang sejak tadi memperhatikannya."Mas Aksan masih ada perlu?" tanya Namira."Ehmm ... Nggak cuma saya mau ngobrol sebentar, boleh?" tanya Aksan."Oh, silahkan. Ada apa ya?" tanya Namira."Begini, dari sejak bertemu saya belum mengucapkan terima kasih karena kamu sudah menolong mama saya, kalau bukan karena kamu mungkin entah apa yang akan terjadi
"Kenapa sih?" tanya Sesil melihat tingkah Nilam yang aneh.Belum sempat Nilam menjawab lelaki itu sudah berdiri di hadapannya. "Nilam ...," bisik Sesil.Nilam mengarahkan pandangannya ke arah Sesil dan Sesil memberi tanda jika orang yang ditunggunya sudah datang. Perlahan Nilam mengangkat kepalanya dan menyapa lelaki yang tepat di duduk di depannya."Nilam???" Lelaki itu menyembut nama Nilam, terlihat sangat terkejut, telunjuknya menunjuk ke arah Nilam dan Nilam pun tersenyum memperlihatkan barisan giginya. "Bapak kenal?" tanya Sesil."Kalau gak salah orang ini sih adik tingkat saya, dulu di ospek sama saya dan dia ini ...."Lelaki itu menghentikan ucapannya, Nilam merasa tak enak hati."Gak nyangka bisa bertemu lagi ya Kak," ucap Nilam cengengesan. "Iya, apesnya kita ketemu sebagai bos dan karyawan. Eh, tunggu-tunggu ... Kamu ngapain kerja di perusahaan orang, bukannya mertua kamu punya perusahaan dengan banyak cabang, ayah kamu pun seorang pengusaha yang bergerak di bidang logis