Sehingga dengan cepat Nayla pun langsung masuk ke dalam mencari keberadaan Angel. Ia mengedarkan pandangannya sampai ia melihat Angel yang sedang berusaha meletakkan koper di bagasi atas.
"Kamu kok lama sih, Nay?" tanya Angel saat Nayla tiba.
"Anu ... tadi antri di pintu masuk gerbong kereta, Ngel," jawab Nayla sengaja berbohong.
"Oh ... ini tempat duduk kita. Nomer 6A dan 6B. Kamu mau duduk di dekat jendela atau di pinggir?"
"Di pinggir aja deh, biar cepet kalau kebelet mau ke toilet."
"Okey. Aku di dekat jendela ya. Koper kamu sini, biar aku taruh atas sekalian."
Nayla memberikan kopernya pada Angel. Dengan dibantu Angel, akhirnya koper miliknya sudah berada di bagasi atas.
"Wah ... keretanya enak ya, Nay. Ber-AC terus ada TV lagi, Nay."
"Iya, kan ini kereta bisnis."
"Oh ya, ini uang tiketnya, Nay." Angel memberikan amplop putih pada Nayla yang ia ambil dari dalam tas selempang yang dipakainya.
"Makasih ya, Ngel
Dewi dan Rahma berjalan bersama menuju mobilnya yang di parkir di bawah pohon mangga. "Ma, makan bakso, yuk," ujar Rahma saat akan membuka pintu mobil. "Bakso? Memangnya kamu udah lapar lagi?" "Iya, Ma. Makan bakso enak ini, Ma." "Ya udah ayo. Emang mau makan bakso di mana, Nak?" tanya Dewi yang masuk ke dalam mobil dan mulai menghidupkan mesin mobil. "Hmm ... warung bakso Pakde Roso aja, Ma." "Okey, ayo." Dewi pun mulai melajukan mobilnya keluar dari parkiran stasiun. Mobil merah itu melaju sedang di jalan raya. Sekitar hampir setengah jam perjalanan, Dewi dan Rahma tiba di sebuah warung bakso yang cukup ramai. Dewi pun bingung mencari tempat parkir, karena semua tempat sudah penuh dengan mobil-mobil lainnya. Seorang anak muda yang tampaknya juru parkir di warung bakso itu membantu Dewi mencarikan tempat parkir. Tak membutuhkan waktu lama, akhirnya Dewi berhasil mendapatkan tempat parkir mob
"Menurutku, pemilik tusuk konde itu menyimpan sintrennya di dalam benda ini," ucap Rasti seraya pandangan matanya melihat ke tusuk konde."Aku tetap mau mencoba mengembalikan ini ke tempatnya.""Silahkan! Tapi jangan kaget kalau benda itu bakal balik lagi ke kamu, Nay."Nayla tak mengindahkan ucapan Rasti. Gadis itu langsung berjalan masuk meninggalkan Rasti di depan pintu toilet.Nayla menghampiri Angel yang masih memandang keluar jendela."Kok lama sih?""Iya maaf tadi masih ada orang di toilet. Jadi nunggu deh.""Nay, ini aku bawa biskuit. Ayo makan!""Wah, enak nih."Nayla pun mengambil satu biskuit milik Angel. Terdengar suara pintu gerbong kereta yang di tarik.Tampak dua orang petugas kereta yang bertugas memeriksa tiket. Rasti langsung berjalan masuk dan duduk di tempatnya.Sebelumnya, Nayla dan Rasti pun saling beradu pandang."Perempuan aneh!" gumamnya lirih."Siapa perem
"Sinden itu selalu mengikutinya. Tapi dia enggak percaya apa yang aku bilang," kata Rasti dalam hati. Sambil kedua manik matanya melihat ke arah Nayla.Ting!Terdengar suara pesan yang masuk di HPnya. Segera ia merogoh saku celana dan membuka pesan tersebut yang ternyata dari saudaranya.'Udah sampai mana, Mbak? Mbah Waci tanya terus ini.' Tertulis pesan di hp Rasti.Setelah membalas pesan yang ia terima, buru-buru ia naik ke dalam kereta.Saat pandangannya melihat ke kedai roti, ternyata Nayla sudah tak berada di sana."Dia sudah naik rupanya," ujarnya pada dirinya sendiri.Terdengar kembali suara peluit panjang, tanda kereta api akan kembali berangkat. Semua penumpang yang berada di luar, segera masuk ke dalam gerbong.Rasti tampak santai. Setelah pintu gerbong sepi, langkah kakinya berjalan masuk ke dalam dengan kepala yang menunduk. Sampai Rasti seperti menabrak seseorang.Bugh ...."Maaf, saya ...."
Ketika Nayla dan Angel berjalan menuju pintu keluar stasiun, Nayla menghentikan langkahnya. Tatap matanya melihat lurus ke depan dengan wajah yang terlihat seperti ingin menangis.Angel yang sudah jalan terlebih dahulu di depan, menyadari jika Nayla tak ada di belakangnya. Gadis itu pun berbalik dan menghampiri Nayla yang masih berdiri di dekat pintu keluar."Nay, kok berhenti? Ada apa?""Aku ingat Mas Wisnu pas nganter aku. Ternyata, itu pertemuan terakhir kami." Suara Nayla terdengar sendu berusaha untuk menahan tangisnya.Angel merangkul pundak Nayla. Ia mengelus-elus lengan Nayla untuk membuatnya tenang dan tidak bersedih.Namun, tiba-tiba air matanya kembali menetes. Dengan cepat Angel mengambil tisu di dalam tas. Ia memberikannya pada Nayla."Makasih, Ngel."Angel hanya manggut-manggut sambil telapak tangannya mengusap punggung Nayla."Sekarang kamu jangan sedih lagi. Kamu harus cari tau semua penyebab kematian Mas Wisnu
"Sudah selesai, tapi tetap kamu harus rajin mengobatinya. Biar cepat sembuh.""Ma-makasih," balasnya."Kamu kenapa? Kok kelihatan tegang dan ketakutan gitu?" tanya Nayla yang penasaran."Enggak apa-apa kok. Mungkin tadi pas kamu obatin sedikit perih. Hehehe," kata lelaki itu berbohong."Makasih ya, sudah menyelamatkan aku tadi. Sekarang aku mau pergi. Takut kemalaman nanti sampai rumah.""Tunggu! Boleh enggak aku tau nama kamu dan minta nomer HP kamu?"Sesaat Nayla menjadi diam. Matanya saling berpandangan dengan Angel.Angel pun hanya mengangkat bahunya sambil tersenyum nyengir."Namaku Nayla.""Aku Dano. Aku boleh minta nomer kamu?""Sini biar aku yang tulis di HP kamu."Dengan senang hati, lelaki yang bernama Dano itu memberikan HPnya pada Nayla. Setelah menuliskan nomer HPnya, Nayla mengembalikan HP tersebut pada Dano."Sudah aku save, nama Nayla. Ya sudah, aku mau p
"Kapan kecelakaan itu terjadi, Pak?""Sekitar tiga hari yang lalu, Mbak. Pokoknya kemarin teman saya mendapat penumpang ke desa Watuagung, kemarinnya lagi, kecelakaan itu terjadi," jawab Pak Soleh panjang lebar.'Kenapa kejadiannya sama persis di hari kecelakaan Mas Wisnu. Jangan-jangan yang diceritakannya dari tadi adalah kecelakaan Mas Wisnu,' batin Nayla.Raut wajahnya tampak cemas dan gelisah. Sementara Angel masih asyik berbincang dengan Pak Soleh.Hingga terdengar dering telepon HP Nayla. Membuat Angel dan Pak Soleh menghentikan perbincangan mereka."Halo, assalamualaikum.""Halo, waalaikum salam, Nak. Kamu sudah sampai mana?" Terdengar suara seorang perempuan yang lembut."Ini lagi di jalan kok, Bun, menuju ke desa.""Ya sudah kalau begitu hati-hati ya."Setelah telepon tertutup, Angel bertanya pada Nayla."Siapa, Nay?""Bundaku, Ngel. Tanya kita sudah sampai mana.""Sebentar lagi kita s
Setelah beberapa detik mencari, namun tak ada apa pun yang aneh .Hingga saat kedua mata Nayla menangkap seseorang yang berada di seberang jalan raya.Lampu neon kecil yang terpasang di depan gapura desa tak mampu membantu Nayla untuk mengenali sosok seseorang tersebut dalam kegelapan.'Siapa itu ya?' batin Nayla.Perlahan sosok yang berdiri di seberang jalan mulai berjalan mendekat. Langkahnya sangat pelan. Hingga sosok tersebut sudah berdiri tepat di tengah jalan raya.Pantulan lampu neon kuning di tengah gapura sedikit membantu memberikan cahaya pada Nayla untuk melihat sosok di tengah jalan tersebut."Ngel, Ngel! Lihat itu!" ucap Nayla yang terbata-bata."Apa, Nay?"Angel melihat ke arah yang ditunjuk Nayla. Seketika kedua matanya terbuka lebar, bibirnya bergetar tatkala melihat sesosok laki-laki yang berdiri di tengah jalan dan menatap ke arah mereka."I-itu orang bukan, Nay?" Suara Angel tampak lirih da
"Wes ayo melbu disek, engkok Bunda ceritani ndek njero. (Sudah ayo masuk dulu, nanti Bunda ceritakan di dalam)"Tanpa membantah lagi, Nayla menuruti apa yang dikatakan oleh bundanya.Angel yang masih kebingungan, hanya mengikuti Nayla di belakangnya.Walaupun sejak tiba di desa Nayla, Angel sudah merasa ada sesuatu yang tak beres di desa tersebut.Setelah mereka masuk ke dalam rumah, dengan cepat, wanita itu menutup pintu dan menguncinya. Sejenak ia mengintip keadaan di luar dari balik korden berwarna merah.Tiba-tiba, dari ruang tengah muncul seseorang menghampiri mereka. Seorang nenek dengan rambut putih yang digulung masih tampak sehat walaupun saat berjalan agak membungkuk."Nayla, cucuku!""Nenek!" seru Nayla yang langsung memeluknya."Kapan teko, Nduk? (Kapan datang, Nduk?)" tanyanya masih memeluk Nayla."Baru saja, Nek. Nenek sehat?""Alhamdulillah. Ayo masuk. Kamu pasti capek toh, ayo kam