Di Indonesia, Dae Song masih setia menunggu hasil pemeriksaan dari dokter, Zura mulai membaik secra kesehatan, namun secara psikis butuh waktu yang panjang untuk menerima kenyataan bahwa dia telah kehilangan kesuciannya secara sadis. Zura bahkan seringkali terpikirkan untuk mengakhiri hidupnya, Dae Song yang selalu diliputi rasa bersalah, selalu saja Dae Song menyudutkan diirnya dengan peristiwa yang menimpa Zura. Dae Ssong tetap disamping Zura, memberi dukungan moril,selain itu Zura juga tidak memiliki keluarga lagi di Indonesia.Dae Song menganggap dirinya sebagai kakak bagi Zura saat ini . "Kamu akan baik-baik saja, Zura.. Ada aku disini," ucap Dae Song menenangkan Zura."Aku sudah tidak berharga lagi, aku suda hina.." Zura tetap mencaci-maki dirinya sendiri."Tidak begitu, Zura.Kamu tetap berharga, kok. Zura yang dulu dan yang sekarang tetaplah sama, tidak ada yang berubah, kesucian seperti itu hanya kiasan sema
Dae Song dan anak buahnya menuju tempat tinggal Rini, dengan bantuan manajer di perusahaanya, Dae Song dapat mengetahui tempat tinggal Rini yang sebenarnya. Selama ini Rini hanya mencantumkan alamat kontrakannya menjadi riwayat pribadi untuk kantornya. Setiba di gang yang sulit di akses oleh kendaraan roda empat, salah seorang anak buah Dae Song keluar dari mobil untuk mencari cara, tetapi tak ada jalan lain selain jalan yang di depan mereka."Tidak ada jalan lain, Tuan. Hanya ini akses satu-satunya," ucapnya."Kalau begitu kita jalan kaki saja, kata kamu kamu rumahnya sudah tidak jauh lagi 'kan?""Iya Tuan, hanya jarak seratus meter lagi.""Kalau begitu kita turun, kita jalan kaki saja," usul Dae Song yang keluar dari mobilnya.Anak buahnya mengelilingi Dae Song agar tuan mereka tetap terjaga. Masyarakat disekitar gang itu mulai grasak-grusuk, mereka terheran dengan kedatangan pria yang amat menonjol sebagai bos besar. Dae Song dan anak buahnya tetap berjalan, tidak menanggapi sapaa
Lima tahun kemudian di Pyoengchamdong, Kota Seoul.Anak laki-laki itu melemparkan sepatunya. Dia menunjukkan kemarahannya. Mengamuk karena ibunya memaksa ke Seoul Central Mosque."A-aku tidak ingin ke mosque!" Bentak Haneul pada ibunya.Bocah berusia lima tahun itu malah berlari ke kamar. Meninggalkan ibu dan saudari kembarnya. Melihat anaknya tantrum, Anna berusaha sabar. Dia mengikuti Haneul kembali kamar."Haneul, ibu tidak suka kamu seperti ini, Micha sudah menunggumu, ayo bangun," ujar Anna pada putranya."Tidak mau .." rengek Haneul."Kenapa? hari ini kamu ada les mengaji.""Mereka mengejekku, dia bilang ayahku robot," papar Haneul yang sering mendapat ejekan dari teman-temannya perihal ayahnya koma sekian lama.Anna menghela nafas. Lakon ini setiap pagi harus ia jalani, membujuk anaknya agar tidak mendengar ocehan temannya tentang Dae Jung.
Keduanya masih memainkan bibirnya yang saling menempel. Anna sungguh mabuk, penglihatannya buram, berkunang-berkunang, dia lupa dengan apa yang terjadi. Anna mulai melepas satu per satu kancing baju Dae Song. Pria itu membantunya hingga tubuh kekarnya terpampang, Anna begitu bringas menyesap aroma tubuh Dae Song.Dia luar kesadaran, Dae Song melepas kerudung Anna, melepas kemeja juga celana. Hanya tersisa bra dan celana kain segitiga. Dari bibir hingga ke leher, iramanya lembut turun ke bawah di gundukan gempal itu. Dae Song berhenti sejenak lalu berbisik.."Aku sangat mencintaimu, bahkan aku rela mati demi kebahagiaanmu."Anna tak menjawab. Otaknya tak mampu menyusun kalimat karena efek dari obat yang terlalu banyak ia teguk. Di pikirannya hanya Dae Jung semata. Karena hasrat mulai membara, Anna malah menarik wajah Dae Song lalu menenggelamkan di dadanya. Pria itu sudah melahap keduanya silih berganti, meracau tak jelas. Mengiggit.
Anna terbangun. Dia sudah kembali rapi dengan style formal sebelumnya. Kepalanya masing agak pusing. Mata menyorot Dae Song dan Minzi duduk mematung. Kembaran Dae Jung itu tak berani memandang ke Anna. Minzi pun hanya bisa memilinkan jemari karena gugup. Dia tahu, perempuan berhijab itu menguasai teknik beladiri, bila istri presdir korain tahu ulahnya, tulang-belulangnya pasti di patahkan. "Apa aku tadi tertidur?" tanya Anna. "Ya, Nona," jawab Minzi. Anna beranjak ingin turun dari ranjang, tetapi dia merasa ada aneh di kemaluannya. Agak perih, juga membuatnya tidak nyaman. Dia segera berlalu ke toilet, meraba bagian bawahnya. Ada cairan kering menempel di miss V nya. "Apa karena tadi aku mimpi Dae Jung .. Ah, kotornya aku," Anna mengerutu lalu segera membersihkan sisi kemaluannya. Di luar, Dae Song tak henti melotot tajam ke Minzi, mata sipitnya mengisyarakat dia ingin membunuh sekertaris asal Indoensia itu. Namun dia kemba
Setiba di mesjid Seoul, mereka segera turun dari mobil. Dae Song menggedong Haneul sementara Anna menggendong Micha. Di atas lantai dua, sudah banyak para penulis menunggu Anna. Sembari menggendong kedua keponakannya, Dae Song mengantar Anna ke atas lantai dua."Aku tunggu kalian di bawah," kata Dae Song."Disini saja kak, sekalian dengar siraman qalbu," imbu Anna.Dae Song senyum masam. "Lain kali saja, aku malu," cetusnya."Kali aja di dalam ada yang buat Kak Dae Song naksir," imbuh Anna.Dae Song senyum masam, 'kamu akan hamil anakku Anna, bagaimana bisa kau inginkan aku dengan orang lain,' lirihnya dalam hati."Kak, ayo masuk," pinta Anna."Nanti saja, aku turun dulu, kalian berdua jangan susahkan ibumu," ucap Dae Song pada si kembar.Di berlalu turun ke bawah lagi. Duduk menepi kursi sudut di kantor federal. Dari arah belakang, dia di kagetkan dengan k
Zura masih menunggu jawaban Anna, tetapi istri Kim Dae Jung itu hanya diam. Mimik wajahnya kebingungan. Dae Song yang merasa tidak nyaman, mencoba menjawabnya."Ruh? Ruh itu sudah di tempat masing-masing, ayo Anna, kita pulang," ajaknya.Zura mencegat tangan Anna, itu karena desakan Dae Jung padanya."Jangan pergi dulu, Nona. Saya mohon dengarkan dulu, percayalah, ketika keluarga kita ada yang koma ruhnya ada di sekitar kita," tutur Zura.Anna termangu, dia pernah mendengar hal ini di katakan oleh Bu Nas, bahwa ruh Dae Jung bisa saja mengawasinya setiap saat."Katakan pada Anna, aku selalu melihatnya dan anak-anakku," ujar Dae Jung pada Zura agar memberitahu Anna.Zura menatap ke arah Dae Jung, " Aku mau jelaskan dulu," kesal Zura.Anna dan Dae Song menyerngit melihat Zura berbicara sendiri pada pandangan kosong di samping, Dae Song menggeleng-gelengkan kepala, perempuan bercadar itu sud
Tiba di rumah, Anna langsung ke dapur meletakkan semua minuman kewanitaannya di kulkas. Dari jauh mata Dae Song mengamati adik iparnya itu. Dia bahkan lelah untuk berpikir dengan resiko nanti. Otaknya tak berfungsi lagi untuk yang lain, hanya Anna dan kehamilan yang menguasai pikirannya.'Aku benci diriku sendiri yang mesum ini!' Dae Song menghardik dirinya dalam hati.Micha menarik tangan pamannya. "Samchon, kau kenapa selalu melihat ibuku?" tanya gadis kecil itu.Dae Song tertegun. Anak sekecil Micha saja mampu menebak bahasa tubuhnya, dia pria yang memang tak pandai berlakon."Anak kecil, paman bukan melihat ibumu, paman melihat kulkas yang sudah tua itu," sahut Dae Song.Bu Nas juga mengamati gelagat Dae Song, suatu kesimpulan yang masih sama seprti dulu, 'Dae Song masih menyukai Anna,' batinnya.Dae Song beranjak naik kelantai dua, dia menuju ke ruang kerjanya. Tak ada niat melakukan sesua