Share

KEBERADAAN SUAMIKU

Dae Jung perlahan melangkah ke Anna. Dengan tatapan meyendu, dia mengenyahkan butiran air mata itu dari pipi istrinya. Sama seperti dulu,  tak rela bila harus melihat Anna bersedih, tak ingin kecantikan istrinya tertutupi oleh gelayut kesedihan.

"Katakan padanya, berhentilah menangis," pinta Dae Jung pada Zura.

"Kata  suami Nona, berhentilah menangis," ucap Zura melanjutkan kalimat Dae Jung.

Anna menutup wajag dengan kedua telapak tangannya. Zura baru ia kenal telah meliha kelemahannya sebagai seorang istri. Rasa lemah yang selama ini ia pendam bertahun-tahun. Tak menampakkan ke siapa pun, termasuk kepada kedua anaknya.

"Suamiku posisinya sekarang dimana?" tanya Anna.

"Di samping kanan, Nona, sedang mengusap air mata Nona," jawab Zura menunjuk ke arah kosong itu. 

Ponsel di saku Anna berdering, dia menyingkir sejenak. Sementara Dae Jung kembali ke Zura, "Terima kasih Zura, sudah membantuku," ucapnya.

"Kalian luar biasa saling mencintai, aku terharu," sahut Zura sembari mengibas matanya. 

Anna menutup telponnya. Dia menghela nafas lega, minggu depan dia akan ke kota Daegu, memandu temannya yang menjadi travel blogger. Dengan senyum menyungging, dia kembali lagi pada Zura.

"Maaf, aku sedikit menyita waktu tadi," ujar Anna.

Zura mengeleng kepala. Sebagai perempuan, dia pun terenyuh melihat aura Anna yang begitu bercahaya, 'pantas saja Dae Jung yang tampan itu sangat mencintai istrinya,' lirih Zura dalam hati.

"Sejak kapan suamiku ada bersamamu? Hm, maksudku kau melihatnya?" tanya Anna. Dia penasaran lima tahun belakangan ini tentang apa saja yang di buat oleh suaminya.

"Aku baru mengenalnya tadi siang, tapi sudah sebulan aku melihatnya mengikuti kalian, setiap kalian ke Mosque, dia ada di belakang anak-anaknya."

Anna tertegun. Sebaik itu Dae Jung, hingga saat  sakit pun, dia ingin menemani istri dan anaknya selalu. Anna merasa bersalah karena tidak menyadari itu.

"Dia memang selalu seperti itu, Kim Dae Jung tidak akan pernah berubah," lirih Anna menahan haru.

"Aku tidak akan berubah, meski jiwaku terpisah dari ragaku," timpal Dae Jung, meski ia tahu suaranya tak bisa di dengar oleh Anna.

"Kamu bisa tanyakan pada dia, kenapa dia belum bisa kembali sadar? adakah yang harus ia lakukan? maksudku, apa yang kurang dari darinya?" sederet kalimat tanya Anna menyerang Zura.

Gadis bercadar itu hanya bisa terdiam. Dia melirik ke Dae Jung. Suami Anna itu memegang dada, " Katakan pada istriku, carikan aku paru-paru baru," ucapnya.

"Ganti paru-paru itu, karena pemilik sebelumnya tidak rela paru-paru itu di gunakan oleh suami Nona, dengan cara untuk kembali sadar, carikan pendonor baru," papar Zura pelan. Dia tak ingin rahasia ini di dengar oleh orang lain.

Anna tergugu. Mungkinkah Paman Chung Sang tidak rela paru-parunya di berikan pada Dae Jung? oh, selama ini penyebab utama semua karena paru-paru Ayah Ji Yeong itu, begitu kejam Chung Sang hingga penembakan itu membuat Dae Jung koma sampai sekarang ini, bahkan paru-paru yang di harapjan itu sulit berfungsi seutuhnya hanya karena ketidakrelaan dari si pemilik, batin Anna menyergah.

"Aku akan carikan paru-paru yang lebih sehat untuknya, katakan pada suamiku, bertahanlah .." ucap Anna bertekad.

Dae Jung tersenyum. Dia menangkupkan dada ke Zura, pertanda ucapan terima kasihnya. Tanpa perempuan indigo itu, dia tak mungkin memberitahu cela dirinya pada Anna.

"Sepertinya tugasku sudah selesai, aku harus kembali ke Mosque," kata Zura menpamitkan diri.

"Kamu naik apa kesini? jarak Pyeongchamdong ke Hannamdong cukup jauh, bus pun juga sore baru terlintas, kamu harus di antar Pak Su, dia supir kami," kata Anna.

Zura ingin menolak, namun di sisi lain ada Dae Jung memaksanya pula. Di tambah lagi jalan yang ada di Kota Seoul belum sepenuhnya ia kuasai.  Meski tidak enak hati, Zura mengangguk menyetujui penawaran Anna.

Sebelum masuk ke mobil, Zura menunjuk ke arah kanan Anna lagi, " Dia selalu ada di samping kanan Nona, tak pernah ke kiri kecuali ada yang mendesak," ucap Zura.

Anna mengangguk. Melirik-lirik ke arah kananya yang tetap saja tak menampakkan mahluk apapun. Lambaian tangan Zura berikan untuk ucapan selamat tinggal. Pak Su sopir generasi Korain Group pertama melajukan mobil itu keluar dari gerbang.

Sulit Anna untuk beradaptasi pada sosok yang tak terlihat, namun karena itu ruh suaminya, dia pun harus terbiasa mengajak bicara tanpa mendengar sambutan kata dari Dae Jung kembali.

"Aku harus ke kamar, aku ingin mandi, kamu ikut aku," ucap Anna pelan. Dae Jung tersenyum kecil, bahagia karena Anna sudah mengetahui kehadirannya.

Dia mengikuti langkah Anna menuju ke kamar. Sempat terhenti ketika melihat Haneul dan Micha sedang bermain dengan kedua pengasuhnya. Anak gadinya itu melambai tangan kepadanya, Micha memang memiliki kemampuan khusus seperti yang di miliki Zura, namun dia belum bisa membedakan yang di lihat itu ruh ayahnya atau paman Dae Songnya.

Pintu kamar di buka lebar oleh Anna. Dia mengajak sosok yang tak terlihat itu masuk ke dalam kamarnya, lalu mengunci pintu itu dari dalam.

"Kamar ini tidak aku ubah, sama seperti lima tahun yang lalu, sesuai desain kamu," kata Anna, dia mulai melepas hijabnya, ciputnya, dan seluruh pakaiannya. 

"Aku tahu, kamar ini tempat aku jatuh cinta padamu untuk pertama kali," sahit Dae Jung mengingat malam pertama mereka yang sempat tetunda.

Anna menatap pantulan dirinya di cermin yang hanya berbalut handuk putih. Kenangan itu berkelebat lagi di benaknya, bila Dae Jung melihatnya mengenakan handuk, suaminya itu selalu menariknya hingga terlepas. Ah, sungguh usil. 

"Kamu tahu apa yang ku pikirkan?" tanya Anna seolah-olah bercanda dengan suaminya.

Dae Jung mendekat ke Anna. "Aku tahu, handuk yang selaku di tarik paksa dari tubuh mungilmu ini," sahutnya berbisik. 

Dae Jung mencium pundak istrinya. Seketika Anna di buat merinding, dia bisa merasakan ada sesuatu yang menemple di bahu kananya. Udara hangat ada di sisi kanannya.

'Dae Jung benar-benar ada di sampingku,' liirhnya dalam hati.

Mata melirik panik, rasanya campur aduk, bahagia juga ketakutan, sebagai manusia awam, dia pun juga memiliki ketakutan di posisi menerima benturan energi dari dimensi lain. 

Bulu halus di punggungnya semua menyambit sentuhan Dae Jung yang tercipta menjadi udara hangat.

"Ahkk!"

 Anna terperanjat dari tempatnya berpijak. Dia belum terbiasa dengan situasi menegangkan itu. Anna menyilangkan kedua tangan di tubuhnya.

"Aku ingin mandi, kamu jangan masuk, tunggu aku disini," kalimat Anna masih terdengar baku pada suaminya itu. Dae Jung hanya tertawa, sudah lama dia tidak melihat tingkah konyol istrinya.

"Kau tidak pernah berubah Anna, masih saja seperti pelayan resto," guyon Dae Jung.

Dia melihat seluruh isi kamarya itu. Foto-foto pernikahan mereka terpajang indah di sudut dinding. Anna tak pernah merubah apapun letak posisi di kamarnya. 

Pintu kamar mandi terbuka, Anna sudah selesai menyegarkan tubuh. Dia memainkan bola matanya menjelajah di setiap sisi. Masih tak menampakkan sesuatu. 

"Apa kamu masih ada disini?" tanya Anna penasaran.

Dae Jung duduk di tepi ranjang. Dia menikmati pemandangan mimik wajah Anna yang terlihat ketakutan.

"Oppa, kau membuatku takut," lirihnya.

Dae Jung menghamprinya. Di semburkan nafas berat di belakang telinga istrinya, cara yang tepat memberitahu keberadaannya. Anna merasakan udara hangat itu, dia mengangguk pelan, ah mengerikan, kesimpulannya sembari menghela nafas.

"Aku ingin tidur siang, Haneul dan Micha juga akan tidur siang, aku sebentar lagi akan datang bulan, tubuhku butuh istirahat, kamu ingin menemaniku?" papar Anna panjang lebar. Dia yakin suaminya itu merindukan moment tidur bersama dengannya.

Meski tidak bisa saling menyentuh, namun Dae Jung tetap bersyukur, bisa berada di samping istrinya, mengulang masa-masa indah yang lima tahun terabaikan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status