XANDER POV
Untungnya pertunangan yang membuatku muak ini telah usai. Bahkan selama acara itu berlangsung, aku tak pernah sekalipun menatap mata tunanganku. Pasti pandangan mataku kosong, wajahku nampak dingin. Namun gadis itu tak bereaksi apapun meski aku yakin dia menyadari betapa dinginnya sikapku padanya.
Kurasa ia juga tak menghendaki pertunangan ini. Kami adalah pion dalam biduk permainan politik bisnis yang dimainkan keluarga kami. Entahlah, mungkin ini sudah menjadi kutukan bagiku sebagai anak sulung keluarga Edisson. Terkadang aku merasa Chocho lebih beruntung dariku. Meski sudah menjadi nasibnya disembunyikan sebagai aib keluarga Edisson, tapi tak ada yang mengatur kehidupan cintanya atau dia diharuskan menikah dengan putri konglomerat lainnya. Dia bebas mencintai siapapun!
Ehm, sampai sekarang aku masih bingung melihat hubungan Chocho dan Titi. Hubungan mereka terasa istimewa, s
Hai... sejauh ini bagaimana kesan kalian dengan certita ini? Suka? Kalau suka jangan lupa vote ceritaku ya. Dan baca juga ceritaku yang lain..
TITI POV TIDAK! Kurasa ini tidak benar. Kudorong tubuh Mas Aro agar menjauhiku. "Mas Aro tak perlu berbuat seperti ini untuk membuktikan cinta Mas. Aku percaya Mas cinta aku," kataku lembut. "Tapi aku tak cuma butuh rasa percayamu, Titi. Aku ingin tetap memilikimu. Aku tak sanggup kehilanganmu!" Aku tersenyum lembut untuk menenangkannya. "Mas Aro tetap memiliki... cintaku. Tapi maaf, lebih baik kita cukup menyimpan cinta itu dalam hati. Aku ini wanita, Mas. Aku tak ingin menyakiti perasaan tunangan Mas Aro." Mas Aro terhenyak mendengar keputusanku. Kurasa ia tak menyangka aku akan mengambil langkah ini. Ya malam ini pikiranku pas benar pada tempatnya! "Titi, kau tak mengenal siapa tunanganku. Kami hanya korban keegoisan keluarga! Ia juga tak mencintaiku. Bahkan didepan temannya ia memanggilku Om dan tidak mengakui aku sebagai
GLADHYS POV Brengsek! Kepalaku masih terasa pusing gegara mabuk semalam, eh kini masih harus ngambil hapeku yang tertinggal di mobil si Om. Damn! Paling hapeku terjatuh saat aku mengakusisi paksa mobilnya yang kusabotase buat balapan liar. "Dhys, apa bener arahnya kesini?" tanya Uun yang kupaksa untuk mengantarku mengambil. "Iyalah, aplikasi pelacakku gak pernah mengecewakan kok." Aku menunjukkan aplikasi pelacak yang kuinstal di hape Uun. "Prett!" ledek Uun kenes. Uun ini sohibku sejak SMP yang lagaknya rada kemayu juga kenes. Aku sering menggodanya dengan memanggil dia Uni. Cuma dia yang tahu aku luar dalam. Paham jiwa pemberontak yang kusembunyikan dalam gaya anggun dan songgongku, adalah topeng untuk menutupi kesedihan dan rapuhnya hatiku. Yah, emang aku orang munafik sedunia, tapi setidaknya di depan Uun aku bisa bertingkah apa adanya. "Lagian elo Say, n
CHOCHO POV Bahagia. Bahagia banget! Rasanya dada ini hangat. Kata Kak Titi itu bahagia. Senangnya. Chocho jalan sambil lompat-lompat. Tangan Kak Titi Chocho gandeng. Trus digoyang-goyangin. Diayun-ayun atas bawah. "Kak Titi rasa!" Chocho tarik tangan Kak Titi. Taruh di dada Chocho. "Rasa apa?" Chocho tanya. "Hmm apa ya?" mata Kak Titi melihat atas, "hm rasa coklat kali ya, atau strawberry." Chocho bingung. Mulut Chocho melongo. Hah? Masa dada Chocho bisa ada rasa? Mau coklat aja! Chocho suka coklat! Tiba-tiba Kak Titi tertawa, lalu menutup mulut Chocho terus mencubit pipi Chocho. "Astaga Chocho, Kak Titi cuma bercanda. Sini terasa hangat kok." Tangan Kak Titi pegang dada Chocho lagi. Tapi Chocho masih belum ngerti. Chocho angkat kaus Chocho. "Eh Chocho, mau apa
TITI POVApa ini yang dinamakan kawin lari?Ah, kami enggak kawin. Juga enggak berlari. Istilah itu gak cocok menggambarkan keadaan kami saat ini. Peduli amat ama istilahnya. Yang jelas kami berdua, pergi meninggalkan semuanya di belakang hanya supaya bisa mencinta dengan bebas.Apa kami bahagia? Amat sangat! Aku tak pernah melihat wajah Mas Aro secerah ini. Ia terus tertawa, tersenyum, tertawa, dan tersenyum setiap kali memandangku."Apa ada sesuatu yang lucu di wajahku? Mas Aro tertawa terus kalau lihat aku," ucapku merajuk."Titikoma, itu karena kamu sangat menggemaskan," katanya sambil mencubit kedua belah pipiku."Aih, Mas Aro! Pipiku bisa molor nih kalau keseringan digemasin," protesku manja.Dia tertawa terbahak mendengar rajukanku. Lalu memelukku mesra."Oke, oke. Mulai sekarang aku tak mencubitmu kalau gemas, tapi.."Cup. &
TITI POV Aku tak bisa tidur setelah menguping pembicaraan Mas Aro dan Paman saat mereka melakukan panggilan telepon. Sungguh, pikiranku didominasi kecemasan akan nasib Chocho. Mengapa dia dikirim ke rumah sakit jiwa? Apa salah Chocho? Salahnya cuma satu, mencintai wanita sepertiku. Wanita yang tidak menghargai dan menyia-nyiakan cintanya yang tulus. Maafin Kak Titi, Chocho.. Airmataku bergulir begitu mengingat kemalangan anak asuhku itu. Buru-buru aku menghapusnya saat kudengar pintu kamar terbuka. Aku memejamkan mataku dan pura-pura telah tertidur. Mas Aro masuk, dia memperhatikanku cukup lama dari tempatnya berdiri. Entah apa yang dipikirkannya. Beberapa saat kemudian barulah ia naik ke ranjang dan merebahkan dirinya di sampingku. Kudengar ia menghela napas panjang. Mas Aro mengelus rambutku lembut sambil bergumam pelan, "mengapa aku merasa ki
GLADHYS POVAku tak tahu, aku hadir disini dalam posisi apa? Apa statusku masih tunangan si Om arogan itu? Kurasa tidak, dengan dia minggat membawa ceweknya, berarti otomatis pertunangan kami gagal kan? Lalu buat apa aku diundang ke acara pesta misterius ini? Aku tak berteman dengan keluarga mereka, apalagi saudaraan."Say, ini acara apaan sih?" Uni sohib bencesku bertanya heran."Kamu tanya aku, aku tanya siapa?" sahutku cuek.Uni mencebik manja, sepertinya dia bisa menebak ini acara apa."Say, eyke curiga deh. Ini seperti acara pesta merit seseorang. Pertanyaannya adalah siapa yang merit? Masa Om gila lu udah balik kandang and direstui ama ortunya?"Aku mengangkat bahu. Kalau bener begitu, berarti kisahku dengan si Om benar-benar dah tamat!"Astagah Gladhys, mengapa kamu memakai gaun seperti ini?" Baru saja melihatku, Mami dah langsung protes."Kena
CHOCHO POVHari ini istimewa. Nikah. Chocho nikah. Ama Kak Titi!Horeeee!! Senangnya. Bahagianya. Meski Chocho bingung. Kenapa semua orang tanya nikah itu apa? Terus kakak Uni bilang nikah beda ama kawin. Apa bedanya? Chocho bingung. Ah biarin. Yang penting Chocho bahagia. Kak Titi itu milik Chocho!Dad bilang gak ada yang misahin kami. Kami boleh bobok bareng. Makan bareng. Mandi bareng. Main bareng. Pokoknya semua yang pakai kata ‘bareng’.Uh, tapi kemana Kak Titi? Chocho dah gak sabar. Lalu terdengar musik aneh.Deng. Deng. Deng. Deng.Deng.. deng... deng.. deng..Kak Titi cantik. Cantik banget! Dia pakai baju putih panjang. Rambutnya dikuncir keatas trus diikat. Chocho suka melihatnya, apa Kak Ander juga lihat? Chocho tak mau Kak
TITI POV "Hei Tayo... hei tayo.... dia bis kecil ramah. Melaju... melambat.. tayo selalu senang. Jalan menanjak, jalan berbelok... dia selalu berani. Meskipun gelap dia tak sendiri, dengan teman tak perlu rasa takut.. hei tayo... hei tayo.." Aku tersenyum geli mendengar Chocho bersenandung sepanjang perjalanan kami. Chocho lagi demen banget nonton film kartun tentang bis kecil biru itu. Kadang dia menganggap dirinya adalah Tayo. "Kak Titi. Tayo haus. Ada minum?" pintanya manja. "Hei Tayo mau susu?" tanyaku menawarkan. "Susu coklat?" Mata Chocho berpijar senang. "Heem. Mau?" "Mau, suapin!" Dia merebahkan kepalanya ke perutku. Persis dibawah dadaku. "Mau susu," kata Chocho sambil iseng mengelus dadaku. Heekk! Ini maksudnya apa, coba? Pipiku memanas saat menyadari Pak Bas, supi