Share

TERLALU MANIS

Richie terbangun, dia masih merasa pusing karena semalam dia terlalu banyak menenggak liquor.

Dia heran kenapa dia terbaring di kamar tamu. Dia mencoba mengingat, dan yang dia ingat semalam dia minum ditemani Milly.

Perlahan Richie bangkit dari pembaringannya lalu keluar dari kamar itu, dia dapati ruangan tempat semalam dia minum sudah dangat rapi, dia juga lihat di meja makan sudah tersaji sarapan, Richie pikir ini semua berkat Milly.

Sedangkan Milly, dia sudah datang ke kantor sejak pagi, setelah menyelesaikan pekerjaannya di rumah Richie dia segera pulang dan pergi ke kantor.

Dia sudah membersihkan setiap sudut kantor bersama Budi.

"Kamu benar-benar partner terbaik!" kata Budi memuji, Milly hanya tersenyum.

Seperti biasa, Feri selalu mencuri kesempatan untuk bisa menggoda Milly, dia dekati Milly yang sedang membersihkan area ruang kerjanya.

"Selamat pagi manis!" sapa Feri yang selalu mengagetkan Milly secara tiba-tiba, Milly sangat kaget.

Budi yang ada di sekitar sana juga cuma bisa menonton, dia sebal dengan sikap genit pria tiga puluh tahunan itu, tapi dia sendiri tak bisa berbuat apa-apa.

"Eh ... iya ... selamat pagi." Milly menyapa balik, lalu dia hendak pergi tapi dengan lancang Feri menahan langkahnya.

"Kamu yakin area saya sudah bersih?" tanya Feri, matanya sungguh jelalatan. Feri menahan tubuh Milly di dekat mejanya sehingga Milly tak bisa lewat begitu saja, matanya lurus menatap area dada Milly, walau tertutup rapi oleh seragam tapi mata Feri masih saja jeli melihat penampakannya yang bulat dan ranum. Milly semakin ketakutan.

"Su-suudah pak!"

"Coba pastikan lagi!"

Milly terpaksa kembali memeriksa hasil kerjanya, dia tidak mau melewatkan pekerjaannya sedikit pun.

"Sayang sekali yaa ...." kata Feri, Milly masih fokus memastikan pekerjaannya sudah benar.

"Kalau saya jadi pacar kamu, saya gak akan biarkan kamu kerja seperti ini!" tambah Feri dan tak hentinya dia memandangi Milly, dia seperti orang yang kehausan, dan itu membuat Milly Risih.

"Sudah selesai pak!" Milly cepat-cepat meninggalkan Feri dan bergegas pergi sampai ....

BRUUKK, karena tergesa-gesa Milly sampai bertabrakan dengan Alia, salah satu staf, salah satu yang selalu memandang sinis pada Milly sejak Milly pertama kali bekerja.

"Maaf bu," ucap Milly lalu membungkukkan badannya beberapa kali tanda ia begitu menyesal.

"Punya mata gak sih?" tanya Alia ketus.

"Maaf ...."

"Maafkan dia, dia gak sengaja kan?" kata Feri yang melihat kejadian itu, Alia curiga, Alia curiga kalau Feri menaruh perhatian lebih terhadap Milly, dan memang seperti itu lah adanya.

"Heh! Mau-mau nya kamu menggoda dia, kayak yang gak ada gadis lain aja buat digoda," cibir Alia lalu dengan angkuhnya dia lewati Milly yang masih mencoba meminta maaf padanya.

"Lihat dia! Diaa manis, aku gak bisa tahan buat gak menggodanya," kata Feri.

Milly segera tinggalkan tempat itu, Feri dan Alia membuatnya tidak nyaman. Dia menepi ke dapur dan Budi mengikuti langkahnya dari belakang.

"Jangan diambil hati! Bu Alia memang begitu orangnya, judes!" kata Budi mencoba menenangkan, Milly mengambil air minum dan meneguknya, dia mencoba menenangkan dirinya sendiri.

"Dulu dia sempat dekat sama pak Feri, mungkin dia jealous sama kamu," tambah Budi.

Milly malas untuk menanggapinya, dia masih agak kesal dengan keangkuhan staf itu. Tapi ya mau bagaimana lagi, Milly harus menerima sebagai karyawan dengan strata terendah di kantor itu.

Seperti biasa, Milly antarkan kopi keruangan Richie.

Sebenarnya kejadian semalam masih membuat Milly merasa canggung, tidak dengan Richie! Dia terlihat biasa-biasa saja seolah-olah tak ada apa-apa semalam.

"Kapan kamu pulang dari rumah saya?" tanya Richie.

"Tadi pagi, Pak!" jawab Milly pelan.

"Jadi kamu juga yang menyiapkan sarapan untuk saya?"

Milly hanya mengangguk pelan. 

Tok ... tok ... tok, ada yang mengetuk pintu ruangan kerja Richie.

"Masuk!" seru Richie.

CKTT, pintu terbuka. Yang datang Alia, melihat ada Milly di ruangan itu, Alia kelihatan sinis dan tak suka, dia memicingkan matanya kearah Milly.

"Ada beberapa berkas yang harus ditandatangani pak!" Kata Alia lalu maju beberapa langkah.

"Ada lagi yang bisa saya bantu pak?" tanya Milly sebelum dia pergi undur diri.

"Cukup."

Milly pergi, Alia masih terlihat jutek. Kejadian tadi pagi masih membuatnya terganggu dan kesal.

Richie mulai menandatangani berkas yang Alia bawa.

"Pegawai baru itu genit banget! Iih, gak tahu diri," cibir Alia mencoba mempengaruhi Richie.

"Kenapa?" tanya Richie seolah-olah dia tak pernah mengenal Milly sebelumnya.

"Yang tadi pak, huh! Pagi-pagi udah bertingkah, dia sengaja menggoda Feri," hasud Alia.

Richie tidak percaya begitu saja, yang dia tahu Milly bukan tipe gadis seperti itu.

"Makasih pak." Setelah selesai Alia pergi dari ruangan Richie.

Tak cukup Feri, Julian pun diam-diam menaruh perhatian pada Milly, dia sangat tertarik dengan sosok Milly yang sederhana.

Tak sadar dia sedang memperhatikan Milly yang sedang mengantarkan minuman pada para staf. tiba-tiba ....

"kamu ini yaaaa!"

Terjadi sedikit keributan, Alia terlihat memarahi Milly, Milly jadi malu, semua orang memperhatikannya, dan belum begitu jelas apa yang terjadi sebenarnya.

"Ada apa sih?" tanya Feri yang sigap menengahi.

"Kamu sudah membuat saya kesal dua kali hari ini! Mau kamu apa heh?" hardik Alia, masih belum jelas apa kesalahan Milly.

"Kenapa, bisa dibicarakan baik-baik kan?" kata Feri lagi.

"Diam ya kamu! Gak usah ya sok bela-belain dia!" semprot Alia, semburan kata-katanya serupa semburan api dari mulut naga saja.

"Maaf Bu, ada apa dengan teh-nya?" tanya Milly, dia tahu Alia mulai marah saat dia meneguk teh yang baru dia bawakan.

"Teh nya terlalu manis! Kamu mau bikin saya diabetes, hehh?" lagi-lagi hardik Alia.

Semua orang hanya geleng-geleng kepala, mereka pasti menyayangkan sikap Alia yang berlebihan menanggapi kesalahan sepele yang Milly buat.

"Ya ampun Alia, cuma karena itu kamu bentak-bentak anak baru ini?" kata Feri tak habis pikir.

"Maaf Bu, biar saya ganti teh nya ya ...." kata Milly dan hendak mengambil kembali cangkir teh itu tapi ....

BYUUUUR

Hal yang lebih mengejutkan terjadi, Alia menghempaskan minumannya itu tepat ke arah Milly, tepat ke mukanya. Semua orang terhenyak dengan tindakan kasar Alia, Milly terkaget, rasa sakitnya benar-benar sebanding dengan rasa Malunya.

"Alia!" hardik Feri.

"Apa? Dia pantas dapatkan itu! Dia masih baru dan dia mencoba menjadi dominan disini!" sahutnya.

Milly gak tahu bagaimana dia harus menanggapi Alia yang super julid padanya.

"Ada apa ini?"

Keadaan semakin tegang saat Julian datang menghampiri, Julian menyaksikan keributan itu dari awal dan dia tak bisa membiarkannya begitu saja. Alia sudah sangat keterlaluan. Dia nenar-benar tak tahan melihat tindakan kasar Alia pada Milly.

Saat Julian datang tak ada yang berani menjawab.

"Alia!" ujar Jul menuntut penjelasan.

"Dia ... dia mencoba menyabotase saya pak," jawab Alia ngawur.

"Maksudnya apa?" tanya Julian lebih menekan lagi.

"Dia menaruh gula terlalu banyak di teh saya," dalihnya tanpa berani mengangkat wajah innocent-nya.

"Hanya karna itu?" Julian sangat marah, dia tak mengerti kenapa Alia se-tega itu.

Milly sangat Malu, mukanya juga memerah, karena teh itu masih cukup panas.

Semuanya diam, tidak ada yang berani menjawab Julian.

"Alia, kamu dalam pantauan saya!" kecam Julian tegas. lalu dia melirik kearah Milly yang benar-benar malu.

"Kamu boleh kembali ke belakang!" kata Julian masih bersikap bossy di depan orang-orang, dia belum menunjukan kalau dia tertarik pada Milly.

"Iya pak." Milly menarik langkahnya, setengah berlari menuju dapur. Dan saat sudah sampai disana tangisnya pecah, dia merasa sakit hati dengan Alia.

Saat itu di dapur tidak ada siapa-siapa, mungkin Bu Arini dan Budi sibuk mengerjakan tugas lain.

Milly menangis sendirian, hatinya perih sekali dan ternyata Julian mengikuti langkahnya. Julian gak tega melihat Milly seperti itu, walaupun agak ragu dia pun mendekat.

"Muka kamu jadi merah, apa itu sakit?" tanya Julian cukup mengagetkan, Milly segera menyeka air matanya.

"Kamu gak usah terlalu menanggapi dia ya, dia memang kadang begitu," Kata Julian lagi sembari mencari sesuatu di lemari es, dia ambil beberapa bongkah kecil es batu lalu dia tarik handuk kecil yang ada disana dan membalut es batu itu.

"Coba kompres muka mu dengan ini." Dia memberikan kompresan itu pada Milly.

"Terima kasih banyak, Pak!" Kata Milly dan dia mulai letakkan handuk itu tepat di pipinya yang terkena percikan teh panas Alia tadi.

Julian perhatikan Milly, ada rasa iba dan rasa yang lainnya yang ia rasakan saat ini.

"Mungkin dia iri ...." kata Julian lagi, Milly hanya tersenyum, dia jadi salah tingkah dengan perlakuan manis Julian saat ini.

"Saya ... saya lupa kalau Bu Alia memang gak terlalu suka manis, itu memang kesalahan saya," akui Milly dengan besar hati.

"Gak! Itu bukan salah kamu, Alia terlalu berlebihan dan dia marah bukan karena teh-nya, tapi karena dia iri dengan kamu!" Julian mencoba menguatkan, Milly hanya tersenyum simpul, dan jujur saja, senyuamnnya itu semakin memikat hati Julian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status