Share

SETARA DENGAN APEL

Tubuh Mayleen seakan membeku tidak bisa bergerak, selama ini hatinya sudah mengijinkan suaminya ini memiliki banyak selir, selama dia tidak melihat langsung apa yang sedang mereka lakukan. Tapi kali ini tepat di depan matanya Mayleen melihat rambut William yang berantakan, dasi yang sudah terlepas dan juga beberapa kancing kemeja yang terbuka.

"Maaf Direktur Gu, jika aku menggangu," ujar Mayleen seraya membalikan badannya dan bergegas pergi. 

Namun baru beberapa langkah menjauh, William malah  telah menangkap tubuh Mayleen, "kata siapa kau boleh pergi," ujar William.

"Bukankah kau dan Nona Reina…" ujar Mayleen terbata.

"K-kalian teruskan saja, anggap saja aku tidak ada," tukas Mayleen.

"Sudah mengganggu kesenanganku, dan sekarang mau pergi," bisik William seraya menggigit telinga Mayleen. 

William malah menarik Mayleen masuk ke dalam kamar utama, lalu menutup pintu dan melupakan jika ada Reina disana. William melemparkan tubuh Mayleen di ranjang besar di kamar itu. 

Mayleen meronta keras, dirinya mana rela ditiduri di ranjang yang bekas dipakai oleh wanita lain, berpikir ketika tadi Reina baru saja melayani suaminya ini. Namun semakin Mayleen meronta semakin keras pula kungkungan William terhadap tubuh Mayleen. 

Sementara itu di luar pintu, Reina mengepalkan tangannya erat-erat ketika mendengar pergumulan William dan Mayleen dari balik pintu kamar yang dikunci oleh William tadi. 

Sebenarnya tadi William segera menarik Reina ketika mengetahui jika Mayleen akan datang ke Ruang VIP tersebut. Membiarkan Mayleen melihatnya ketika dia sedang mencumbu wanita lain, begitu mendengar Mayleen masuk, William langsung saja menarik tubuh Reina. 

Hati William meradang ketika melihat sikap Mayleen yang malah mempersilahkan dia bercinta dengan wanita lain, karena itulah kemarahan di hatinya terpatik dengan keras. William merobek baju Mayleen yang bergaya model kerah sabrina tersebut. William mulai menguasai tubuh Mayleen dengan serakah. 

Setelah puas melampiaskan, William berdiri dan mengenakan bajunya kembali. Sementara baju Mayleen sudah robek di sana sini karena hasil perbuatan tangan William.

William keluar dari kamar, lalu melihat Reina masih ada di sana menunggunya. Reina melihat rupa Mayleen yang berantakan sedang menangis di atas ranjang. Sedikit iri karena selama ini dirinya ingin bisa naik katas ranjang William, namun itu tidak pernah terjadi. 

Melihat William sudah pergi jauh, maka Reina pun berlari mengejarnya. Sementara itu Mayleen masih menangis dengan tubuh yang gemetaran. Mayleen mengambil gaunnya yang tergeletak di lantai. Melihat itu sudah rusak di sana sini,  maka Mayleen mengambil seragam yang tadi dia simpan di tas-nya lalu memakainya kembali dan meninggalkan Resort. Mayleen pun segera bergegas melajukan mobilnya. Namun bukan pulang ke rumah utama, melainkan pergi ke tepi pantai dan berteriak menangis sampai puas.

"Kakak kau harus baik-baik disana," gumam Msyleen sambil menangis terduduk.

Puas menangis barulah Mayleen pulang ke rumah utama, tengah malam Mayleen tiba lalu segera saja membersihkan diri, berganti piyama lalu menarik selimut dan bersiap menuju ke alam mimpi.

Esok Mayleen akan berkunjung menjenguk Kakaknya itu. Karena esok adalah hari ulang tahun kakaknya itu. Keesokan paginya Mayleen pagi-pagi sekali berangkat ke Gu Corporation. Mayleen harus menyelesaikan tugas dari William. Sebelum jam makan siang Mayleen sudah meletakan berkas tersebut di atas meja William. 

"Ingatkan Direktur Gu, untuk melihat berkas laporan yang kuletakan diatas mejanya!" tukas Mayleen kepada sekretaris Lin. 

"Ei, kau mau kemana?" tanya Sekretaris Lin. 

"Hari ini adalah ulang tahun kakak aku, jadi aku ingin merayakan bersama," jawab Mayleen. 

Tak berapa lama Mayleen pergi,  William baru saja datang, sekretaris Lin langsung saja memberi tahu jika berkas laporan yang dipintanya telah diletakan di meja kerjanya oleh Mayleen. 

"Dimana orangnya?" tanya William. 

"Sedang ijin pergi, untuk menemui Kakak-nya yang sedang berulang tahun di hari ini," jawab sekretatis Lin.

Mendengarnya jelas membuat William marah, "jemput dia segera!" perintahnya kepada asisten He. 

"Tanpa seijinku, dilarang bertemu," gumam William dalam hati.

William membuka laci meja kerjanya, dan mengambil sebuah figura kecil, itu adalah foto dirinya dengan Lisa sedang tersenyum bahagia. Kebencian terhadap dua kakak beradik tersebut semakin membesar, satu-satunya hal yang membuat dia mempertahankan Mayleen di sisinya hanyalah karena jantung Lisa sekarang menjadi milik Mayleen. Dan William tidak ingin kehilangan jantung wanita yang dia cintai itu. 

Di Penjara nampak Mayleen sebentar-sebentar menghapus air matanya karena melihat Kakaknya yang dulu tampan dan memilili karir cemerlang sekarang nampak tirus, meski tetap terlihat tampan. 

"Apa dia memperlakukanmu dengan baik?" tanya Li Jancent. 

"Tenanglah Kak, bukankan aku sekarang masih hidup, jadi aku baik-baik saja" jawab Mayleen ringan. 

"Lalu mengapa kau menangis?" tanya Li Jancent. 

"I-ini.... karena aku sangat merindukanmu," jawab Mayleen. 

Ketika mereka sedang berbicara tiba-tiba sipir penjara menyudahi kunjungan Mayleen dan menarik paksa Li Jancent. Mayleen yang melihatnya menyadari jika ini pasti adalah perbuatan William. Tanpa seijin suaminya maka Mayleen dilarang bertemu dengan Li Jancent, tapi ini adalah ulang tahun kakak-nya, jadi mana bisa dia tidak datang. Selama tiga tahun ini, sekali pun William tidak mengijinkan Mayleen menemui Li Jancent.

Mayleen pergi meninggalkan penjara dengan hati marah dan mata yang memerah, baru saja melangkah keluar asisten He sudah berdiri di depan pintu keluar. 

"Nyonya!" sapanya. 

Mayleen menatapi asisten He dengan tatapan marah bercampur sedih, lalu berjalan dengan terpaksa masuk ke dalam mobil. Sungguh hidup menjadi terasa lebih berat meski dalam keadaan sehat, jantung yang ada di tubuhnya ini benaran menjadi beban terberat dalam hidup Mayleen, meski jantung ini hanya memiliki berat setara dengan berat satu buah apel. Jantung Lisa seperti sebuah rantai belenggu yang mengikat tangan dan kaki Mayleen seumur hidup untuk bersama Gu William. 

Begitu sampai di rumah utama, William telah menunggu Mayleen, William duduk dengan elegannya di sofa. Mayleen seperti melihat pahatan patung yang sempurna, pria ini begitu tampan sekaligus begitu kejam. 

William meletakan tabletnya diatas meja, sementara Mayleen berdiri di depannya dengan sedikit takut. pria itu menyilangkan kakinya, "Apa aku memberikanmu ijin?" tanya William. 

"Tidak bisakah kau bersikap tidak kejam sehari saja," imbuh Mayleen. 

Mendengar label yang disematkan kepadanya, William pun langsung berdiri dan menapuk dagu Mayleen. 

"Kejam!" ulang kata WIlliam dengan nada geram.

"Kalian kakak beradik yang begitu kejam telah mengambil jantung Lisa-ku," tukas William. 

Telinga Mayleen terasa terbakar ketika mendengar William menyebut nama Lisa dengan lembut, sementara kepadanya selalu saja kasar. William mendorong tubuh Mayleen ke dinding. "Sekali lagi kau melakukan ini! maka bersiap mengucapkan selamat tinggal kepadanya," ancam William dengan nada dingin acuh tak acuh.

"Brengsek!" gumam Mayleen dalam hati merutuki William. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status