Sementara di penthouse, Alex melihat Vio yang ketiduran di sofa dengan wajah sembab.
Alex menunduk dan menelusuri wajah Vio dan mencium aroma yang sama dengan tubuhnya. "Kamu masih menangisi orang itu tapi memiliki aroma yang sama denganku?"Vio menggumam pelan. "Mhhhmmm."Alex tersenyum lalu menggendong Vio dengan hati-hati, takut membangunkannya.Alex meletakan Vio di tempat tidur kamarnya, menyalakan ac lalu menarik selimut."Kak-"Alex membeku."Kakak-" Vio menggumam dalam tidurnya.Alex membungkuk dan mencium kening Vio. "Kali ini siapa lagi?" bisiknya.DRRRRRTTTHandphone Alex bergetar di saku jasnya. Ia meninggalkan kamar dan menatap handphonenya.Alex menimbang sebentar lalu mengangkat telepon.Terdengar helaan napas lega. "Kamu sudah pulang?"Alex diam tidak menjawab."Aku tahu hari ini kesalahanku, tapi percayalah aku terbang ke Bali karena mendengar situasi di kantor, aku juga tidak bisa meninggalkan papaku, kamu tahukan papa habis sakit.""Ya."Cholina terdiam. Ia bingung harus mengatakan apa lagi supaya Alex tidak menutup teleponnya."Kalau tidak ada lagi, saya tu...""Tunggu aku!"Alex mengerutkan kening."Kamu bilang akan menunguku 'kan? Aku pasti akan setara dengan kamu dan membawa perusahaan keluargaku menjadi lebih baik."Tunggu aku, supaya bisa berdiri di sebelahmu.Ucapan Cholina menjadi tumpang tindih dengan ingatannya."Aku mencintaimu."Aku mencintaimu."DIAM!"Cholina terkejut. Baru kali ini dia dibentak, meskipun itu via telepon.Alex memijat keningnya dengan sakit."Maafkan aku karena melupakan masa lalu, suatu hari aku pasti akan mengingat semuanya."Alex memutuskan sambungan telepon dan melemparnya di atas permadani mahal.Kenapa...Kenapa...Kenapa...Sementara itu Cholina masih terkejut dengan perilaku Alex, ia menatap layar handphonenya yang sudah mati."Cholina, anaknya bunda." Panggil Trisna.Cholina menoleh lalu menangis. "Bunda, Alex tadi bentak Cholina."Trisna membelai rambut keriting Cholina yang dikepang. "Bunda 'kan sudah bilang, Alex itu sibuk dan punya bisnis banyak jadi gak bisa diganggu.""Tapi Cholina takut Alex pergi, seharusnya kami menikah pagi ini.""Jangan, kamu harus memastikan orang itu benar-benar menyukaimu dan memperjuangkanmu, lagipula kamu tahukan statusnya sekarang apa."Cholina diam merenungkan saran bundanya."Alex pasti jadi milikmu, jangan menyerah."Cholina mengangguk lalu memeluk bundanya dengan erat.Sementara di penthouse, Alex duduk bersandar di sofa dengan kedua tangan diletakan di atas sandaran sofa."Kamu tidak akan pernah mendapatkannya," gumamnya dengan mata terpejam. Bersumpah dalam hati.____PippippipVio terbangun suara alarm hp, ia berusaha menggerakan badan tapi sia-sia. Entah kenapa badannya berat sekali, dengan mata terpejam ia menggerakan tangan dan menemukan sesuatu di atas perutnya.Vio membuka mata perlahan dan melihat sebuah tangan di atas perutnya lalu menelusuri tangan itu dengan teliti.Alex yang merasakan gerakan di tangannya segera memeluk erat Vio. "Sssshh tidurlah."Jantung Vio berdebar keras. Inikah yang namanya malam pertama?PippippipVio berusaha menggerakan badannya untuk mematikan alarm.Alex terganggu dengan gerakan Vio. "Mhmmm.""Aku mau matikan alarm."Alex tidak melepaskan badan Vio, ia justru mempererat pelukannya.Vio susah payah mengambil handphone di atas nakas. Setelah berhasil, ia mematikan alarm dan menghela napas lega.Alex mencium pipi Vio.Kedua mata terbelalak ngeri."Pagi," kata Alex dengan suara serak.Vio terdiam lalu menoleh ke Alex.Kedua mata Alex masih terpejam dan napasnya teratur.Vio menggerakan badannya lalu menatap lama Alex."Apa aku tampan?""Ya.""Lihatlah terus."Vio awalnya merasa ragu tapi begitu melihat keanehan di wajah Alex, ia membelai pipi mulus Alex. "Kamu baik-baik saja?"Alex membuka matanya perlahan. Mata biru itu menatap intens Vio."Sepertinya kamu baik-baik saja." Vio memutus kontak mata dengan Alex."Kamu tahu?" jari Alex menjepit lembut dagu Vio untuk menatap matanya."Ya?"Alex menatap dalam Vio sementara Vio menjadi gugup."Saya sedih karena semalam pengantin saya lebih memilih tidur daripada menjalankan malam pertama."Wajah Vio memerah.Alex menaikan sudut mulutnya."Sepertinya, ini salah paham.""Salah paham?""Pernikahan ini salah.""Menurutmu begitu?" tanya Alex dengan suara serak dan sexy.Vio tidak berani menjawab. Dibilang salah memang salah, tapi bisa dibilang ini keberuntungan juga. Sumpah demi apa bisa dapat pengantin pria salah begini? orang kaya pula!"Menurut saya tidak.""Ya?""Lebih baik menikah daripada jajan sembarangankan?" Alex menjilat leher Vio."Tu- tunggu-" Vio mendorong badan Alex menggunakan kedua tangan mungilnya. Ia bisa merasakan tangan Alex sudah menjalar kemana-mana."Tidak ada yang perlu ditunggu," Alex mengelus paha dalam Vio."Bagaimana dengan kontrak?"Tangan Alex berhenti. "Kontrak?""Ya, iya. Kita lakukan pernikahan kontrak."Alex yang sudah menekan tubuh Vio di atas, menatap dalam mata Vio. "Bukankah ini menjadi terbalik? harusnya kita melakukan kontrak dulu baru menikah.""Tapi ini cara teraman supaya tidak ada yang tersakiti.""Aman?" Alex menaikan sudut bibirnya dengan nakal lalu menutup dirinya dengan selimut."Ap-""Alex, kenapa kamu tidak menghubungiku semalam? aku bingung kamu-"Pintu kamar terbuka, Vio melihat seorang wanita bergaun merah di atas lutut terdiam begitu melihat ada orang lain di atas tempat tidur.Vio berusaha bersikap biasa, ia bisa merasakan Alex mencium bagian paha dalamnya di dalam selimut."Kamu-" Sonia menunjuk Vio.Vio memejamkan kedua matanya dengan bibir terkatup saat bibir dingin Alex menyentuh bagian sensitifnya.Serius, rasanya ia ingin menggerakan kedua tangan ke dalam selimut tapi tidak bisa ia lakukan karena ada tamu nyelonong masuk ke dalam kamar.Yuge yang awalnya juga terkejut, menarik mundur Sonia.Sonia memberontak."Jangan disini, kita harus paham situasi," bisik Yuge di telinga SoniaVio mendengar itu. Napasnya semakin memburu. Gila, ini benar gila! cepat pergi sana!"Ya ampun, nona Augustina, tuan Amamiya." Eric yang khawatir mereka mengganggu malam pertama atasannya ikut masuk ke dalam kamar. Ia melihat nyonya masih memakai pakaian dengan ditutupi selimut, sekitar di bawah pinggang menggembung dan sedikit bergerak.Semua orang bisa menebak apa yang terjadi di dalam.Vio yang sedari tadi menutup mulut dengan kedua tangannya dan menahan diri dengan napas tersengal membentak Eric. "Pergi!"Eric tersadar."Bawa... mereka... ah..." kata Vio dengan terbata-bata, tidak bisa menahan diri, lidah Alex sudah masuk ke dalam.Eric mendorong kedua tamunya dengan tidak sopan lalu menutup pintu dengan keras.Sonia dan Yuge tertegun."Itu, yang di dalam Alex 'kan?" tanya Sonia.Yuge tidak bisa berkometar.Jantung Eric berdebar keras. Kalau bos tahu, apakah ia akan dipecat?Tidak lama terdengar suara erangan keras pria dan wanita bergantian di dalam kamar.Sonia, Yuge dan Eric tanpa sadar menguping."Sa- sakit-" erang Vio.Sonia mengerutkan kening. Sakit?Yuge terkejut. Sakit?Eric tersenyum dan mengepalkan tanganya dengan gembira. Nyonya masih perawan!Gerakan semakin intens dan mereka berdua tidak bersusah payah menahan erangan meski tahu di luar masih ada tamu menunggu.Yuge menjauhkan telinganya dari pintu. "Sebaiknya kita tunggu di ruang tamu.""Setuju," jawab Sonia sambil menarik Eric menjauh dari pintu.Yuge menyipitkan matanya ke Eric. "Sepertinya saya mengenal perempuan itu tapi mungkin saya salah lihat.""Beliau istri Ceo.""Apa?!" teriak Yuge dan Sonia bersamaan.Normalnya pernikahan menjalani malam pertama, jika pasangan kelelahan karena pesta pernikahan seharian, bisa dilanjutkan besoknya. Tapi sekarang apa bisa disebut menjalankan malam pertama di pagi hari dengan menjadi tontonan orang? karena posisi Vio dan Alex sebagai pasangan sangat ambigu.Vio menenggelamkan kepalanya di bantal. Alex yang sudah keluar dari kamar mandi, melihat istrinya masih tengkurap di tempat tidur dengan bantal bertebaran di sekelilingnya. "Kamu tidak mandi?""Nanti."Alex duduk di samping tempat tidur dan berbisik di telinga Vio. "Mau dilanjutkan?"Vio yang mendadak bangun dari tempat tidur karena tidak mau melanjutkan hohohihe, merasakan lemas di kakinya, bahkan pinggangpun terasa sakit.Alex dengan sigap menangkap istrinya. "Hati-hati."Kedua mata Vio mengerjap aneh. "Kenapa kakiku lemas?"Alex hampir tertawa. "Kamu tidak tahu?"Vio menggeleng heran lalu berteriak ketika Alex menggendongnya. "Aku hanya membawamu ke kamar mandi, jangan berontak."Vio yang berus
Tiffany yang mendengar pertanyaan itu tidak bisa membantah ataupun mengiyakan."Jadi benar kamu fujoshi?" decak Eric."Memangnya itu dosa?" Tiffany bertanya balik.Eric menaikan salah satu alisnya. "Jadi itu sebabnya kamu meminta bukti perselingkuhan? berarti kamu berbohong soal blok?"Tiffany merasa di ujung jurang. Sial! hanya selisih dua bab sudah ketahuan! "Aku hanya penasaran."Eric menatap tidak percaya Tiffany.Tiffany mengerang. "Aku cuma penasaran, servis apa yang diberikan Benny sampai tunangan Vio selingkuh dengannya."Eric tercengang mendengar alasan tidak masuk akal Tiffany. "Bukan mau dijual ke situs porno?""Hah?""Saya kira karena kamu mau bantu balas dendam, jadinya punya ide sebar video itu. Sebenarnya saya dukung, bahkan saya sudah catat semua situs yang potensial supaya bisa mendapatkan uang." Eric mengeluarkan secarik kertas di saku jas dan meletakannya di atas meja.Tiffany memiringkan kepalanya dengan heran. "Ceo kamu?""Oh, Ceo pasti akan mendukung. Hanya saja t
Vio sudah memikirkannya secara matang dua hari ini. Lebih baik bercerai daripada mempertahankan hubungan pernikahan tidak masuk akal ini.Vio sendiri merasa pusing, bagaimana bisa orang itu mengurus administrasi hanya dalam hitungan jam sementara warga biasa membutuhkan waktu berbulan-bulan.Apakah calon suamiku milyader?Vio menertawakan dirinya sendiri. Hahahaha bodoh!Tawa Vio berhenti ketika berdiri di depan resepsionis apartemen mewah dan mendapat ucapan selamat dari staff apartemen yang selama ini bersikap ramah tapi sekarang ramahnya sudah keterlaluan.Jika kalian bekerja di bidang hospitality bertahun-tahun pasti bisa membedakan ramah profesional dan ramah penjilat berlebihan."Selamat, nyonya Earl Brighton."Sapa semua orang dengan salah satu memberikan bunga sementara yang lainnya memberikan hadiah. Vio menjadi linglung.Alex yang berdiri di samping istrinya, menepuk pundak. "Ada apa? kenapa bengong? masih sakit?"Vio mendongak dan menatap suami tampannya. "Tidak."Alex menj
Tiffany menatap bingung sahabat baiknya. "Vio, pikirkan baik-baik. Dia pasti akan mencintai kamu dan kalian sudah tidur bersama lagipula dia pasti akan menjauh dari adik tiri kamu."Vio menggeleng. "Tidak, adik tiri aku tidak akan pernah melepaskannya. Dia memiliki sifat yang sama dengan ibunya."Tiffany tidak tahu harus menasehati dengan cara apalagi. "Tidak bisakah kamu memberikan waktu untuk Alex supaya dia menjauh?""Masalahnya fan, di sini posisi aku adalah pelakor. Menghancurkan hubungan mereka berdua!""Ya sudah, gak papa. Bilang saja ini adalah hukum karma, balas dendam atau apalah itu."Vio menatap bimbang Tiffany. "Kamu tahukan dulu kita pernah mengamuk dan mencaci mereka di telepon, aku tidak suka mereka membalasnya dengan cara yang sama.""Jadi intinya, harga diri kamu lebih baik daripada mempertahankan pernikahan?" tanya Tiffany tidak percaya.Vio mengangguk.Tiffany memutar bola mata lalu menenggak habis minumannya. "Kamu ini bodoh, sangat bodoh, lebih bodoh, terlalu bodo
Tubuh Vio menegang ketika Benny berlari mendekatinya sementara Kiki hanya berdiri di tempat dan menatap lurus dia.Vio ingin mengatakan sesuatu tapi entah kenapa ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokannya.Kiki tersenyum tanpa dosa dan menyapanya. "Vio."Kedua mata Vio bergetar. Apakah selama ini kamu mencariku?"Tiffany bilang kamu block nomor dia, kenapa? Apakah dia melakukan kesalahan?"Tatapan Vio beralih ke Benny. Sejak kapan aku block dia? Atau jangan-jangan-Benny menunggu jawaban dari Vio.Vio menghela napas panjang. "Aku hanya ingin menyendiri.""Apakah kamu habis dari kamarku?" tanya Kiki dengan curiga.Vio baru ingat kalau dirinya memakai lift khusus penthouse. "Ah, ada salah satu teman atasan di tempat ini yang minta dikirimkan dokumen jadi aku-"Kiki berjalan mendekati Vio dengan santai lalu menepuk kepalanya. "Kamu sudah bekerja keras di pagi hari, mau berangkat bareng?"Vio menundukkan kepalanya, tidak ingin Kiki melihat matanya yang berkaca-kaca.Hati Vio sakit sete
Alex melihat jam tangan mahalnya sekaligus mendecak kesal, sudah lama dia membuang banyak waktu yang tidak penting, lalu bertanya. "Jadi bukan anda yang mengajukan proposal kerja sama?""Apa?""Saya tidak akan mengulanginya.""Ah-" Kiki memutar otak dengan gugup. "Saya banyak pikiran dan urusan yang harus diselesaikan, jadi- sedikit lupa-""Proyek ini sangat penting, bagaimana bisa anda melupakan tujuan dan proposal anda?"Kiki melirik kesal sekretaris cantik yang menunduk ketakutan, takut dimarahi dan dipecat.Alex berdiri tanpa bicara dengannya. "Tu- tunggu!" Kiki buru-buru berdiri dan menghalangi Alex.Alex mundur dengan jijik. "Saya tidak bisa menghancurkan kerja sama yang susah payah didapat. Karena itu bisakah tim saya datang ke tempat anda untuk membahas kerja sama ini lagi?"Alex memperbaiki jasnya lalu berjalan melewati Kiki.Kiki yang tidak terima didiamkan, berteriak marah. "Saya dengar, anda sangat arogan. Apakah anda ingin menjebak saya lebih awal supaya tidak bisa beke
Vio yang pulang ke rumah kontrakannya setelah diantar Tiffany sampai di depan rumah, melihat kondisi empat kucing peliharaannya.Selama tinggal di tempat Alex, Tiffany menyuruh salah satu orangnya untuk bersihkan kandang dan memberikan makan untuk kucing peliharaan Vio.Tak lama tiba-tiba tetangga depan rumah datang menemuinya."Mbak, cari kucingnya yang warna tutul-tutul?""Anya? Anya ada di dalam kandang." Vio mengerutkan kening sambil melihat kondisi kucing kesayangannya apakah baik-baik saja."Oh, berarti yang berkalung."Jantung Vio berdebar keras. "Yibo kenapa?" "Itu- kucingnya ditabrak, mati. Darahnya banyak kok."Vio tidak tahu harus menangis atau tidak karena Yibo hanya kucing orang yang sering makan, main dan tidur di rumahnya. Kucing berusia sekitar enam bulan dan corak abu-abu penuh juga tidak pernah menurut padanya, suka menyebrang sembarangan."Sekarang sudah dibawa sama mas-"Telinga Vio berdengung dan mengabaikan perkataan tetangganya.Darahnya banyak! Apa kamu sudah
Alex menelusuri tulisan di buku Vio, tadinya yang punya buku ingin mengambil dan menyimpannya karena malu. Alex dengan sigap merebut buku itu dan membacanya, Vio cemberut lalu ganti baju."Kamu mau menginap di sini?""Ya, aku kangen anak-anak.""Kucing-kucing itu kamu anggap anak?""Ya, kenapa memangnya?"Alex tersenyum kecil. "Kalau begitu aku papi mereka."Vio terpesona dengan wajah tampan Alex lalu mengalihkan tatapannya ketika sadar bahwa dirinya tidak pantas.Alex juga mengalihkan tatapan, lalu kembali membaca bukunya. "Vio, apa kamu suka menulis?""Ya.""Kenapa?""Emosiku tidak stabil."Tangan Alex terhenti ketika kembali menelusuri tulisan sang istri."Ada kenalan yang bisa membaca diriku dan bilang, aku belum berbaikan dengan masa lalu.""Berbaikan?""Ayahku pergi dan tidak peduli dengan kehidupan kami, aku jadi merindukan sosok ayah dan mulai marah. Marah karena iri dengan anak-anak lain yang masih berkumpul dengan orang tua lengkap.""Kiki pelarian kamu?""Bisa dibilang begi