Share

SEPERTINYA SAYA KENAL

Tiffany menatap handphone sambil menyeruput kopi dengan nikmat di cafe milik sepupunya. Apa yang diceritakan Vio diluar nalar tapi bisa saja terjadi, cuma apa yang sebenarnya diinginkan seorang Benny?

Pilot, punya istri cantik dan anak-anak lucu, kekurangan ekonomi? kayaknya enggak, karena kedua orang tuanya itu punya jabatan di BUMN. Lalu kenapa? apa dari awal sudah belok?

Darah Tiffany bergejolak. "He- he- he- menarik-"

"Fan!"

Tiffany melihat Benny melambaikan tangan dari jauh dan berjalan menghampirinya.

Tiffany meminum kopinya lagi dengan jantung berdebar begitu Benny duduk di hadapannya dan memesan menu.

Tiffany memperhatikan cincin di jari manis Benny.

"Aku kaget banget kamu tiba-tiba telepon aku minta ketemuan disini, Vio mana?"

Tiffany berusaha menahan tangannya untuk kremus mulut dan otak cowok satu ini. "Aku kira kamu tahu dimana Vio."

"Apa?"

"Kalau gak salah, kamukan yang tahu apartemen Vio sekarang. Sejak punya hubungan dengan tunangannya, dia gak terlalu terbuka sama aku."

Benny menunjukan ekspresi bingung. "Oh ya?"

Tiffany mengangguk mengerti. Rupanya kamu pemain lama, gak heran! eh, atau kebiasaan sejak menjadi playboy?

"Yah, diakan kenal sama kamu sejak SD. kalau sama akukan pas kita kuliah malam."

"Memang sih anak itu gak terlalu terbuka, mungkin takut kamu ambil tunangannya," canda Benny.

"Ha.ha.ha." Tiffany menekankan tawanya.

"Jadi kamu mau ngomong apa?" tanya Benny.

"Memang ajak kamu kesini gak bisa?"

"Ya, bisa sih."

Tiffany menatap kukunya yang dikikir rapi. " Aku cuma bosan aja, di rumah ortu cerewet sementara di kerjaan terlalu lancar jadi yah butuh hiburan."

"Kamu anak orang kaya sih makanya lebih banyak gabut."

"Emang kamu nggak?"

"Jadi, kamu gak telepon Vio?"

"Untuk?"

"Yah, biasanya 'kan kita bertiga atau sering kamu jalan berdua sama dia."

"Kami jalan berdua pas kamu lagi tugaskan? sekarang kamu gak ada tugas jadi gak papa dong ajak kesini, kecuali kamu ada kegiatan lain?"

Benny tersenyum. "Tidak ada."

"Aku tidak mengundang Vio kesini karena marah, sejak dia memiliki hubungan dengan seorang pria, dia lebih milih menjauh dari aku dan lebih dekat sama kamu." Tiffany menatap langit di luar kafe.

Benny merenungkan perkataan Tiffany.

"Aku tahu dia anaknya gak pede karena penampilan dan orang-orang sering merendahkan dia tapi gak segitunya sama aku 'kan?" Tiffany berusaha mengeluarkan air mata, dia mengingat wajah tampan Wen Kexing yang tengil saat mengetahui kondisi A-xu.

Benny panik melihat Tiffany mulai menangis. "Mungkin Vio punya pertimbangan sendiri."

"TAPI GAK GINI JUGA!" Tiffany menggebrak meja. Mengagetkan pengunjung kafe di dalam dan luar ruangan. Tiffany sengaja menaikan volume dan meminta ijin ke sepupunya, ia juga bersedia membayar kerugian kehilangan pelanggan.

Tiffany meletakan dahinya di punggung tangan sementara sikunya diletakan di atas meja, diam-diam melirik pengunjung kafe yang juga diam-diam melirik Tiffany dan Benny dengan penasaran.

Kali ini Tiffany mengingat A-xu yang nekad mencabut paksa tujuh paku di tubuhnya karena kehilangan Wen Kexing. Tidak tahu apa-apa itu menyakitkan tapi, kehilangan jauh lebih menyakitkan.

"Aku ini sahabatnya dia, udah ngerasa kehilangan dia. Sedihnya dia itu sedih aku, dan entah kenapa-" Tiffany menepuk dada dengan air mata berlinangan dan suara dibuat menyesakan, "Aku merasa sakit."

Kedua mata Benny mengerjap bingung. "Aku bingung arah bicara kamu."

Tiffany sendiri juga bingung. Karena mendengar cerita Vio sambil  menangis saat di kafe bersama sepupunya, dia menjadi impulsif menelepon Benny meski berusaha dilarang sepupu. Kemungkinan tuh cowok lagi hoho hihe jadi gak mungkinlah angkat telepon. Eh, ternyata beneran diangkat, mau dimatikan gak mungkin, bilang salah sambung? baru kepikiran sekarang ini.

Tiffany dan sepupunya jadi panik mau ngomong apa, gak mungkinkan tiba-tiba membahas soal Ceo Sanjaya terhormat apalagi soal KUA dan masalah selingkuh mendadak gini. Mau nggak mau, Tiffany dan sepupunya membuat skenario secepat kilat yang sekarang dilaksanakan menjadi tidak masuk akal. Ia memutar otaknya. 

Tiffany memegang kedua tangan Benny. "Vio sudah tidak menganggapku sebagai sahabatnya, dia bahkan ngeblok aku!"

Cara teraman biar gak ditanya-tanya lagi.

Benny terkejut. "Serius?"

Tiffany mengangguk sedih, berusaha membuat wajah menyedihkan terbaik yang membuat para pria di keluarganya luluh.

Benny cepat-cepat melihat handphone dan menghela napas lega melihat wa-nya tidak di blok.

"Dia gak ngeblok kamu?"

"Untungnya enggak."

"Ben, kalau ini memang keputusan Vio-" Tiffany sesenggukan, "Aku terima, tolong jaga sahabat baik aku ya."

Benny menarik salah satu tangannya dan menepuk punggung tangan Tiffanya. "Tenang saja, aku kenal Vio kok. Nanti aku coba nasehati dia."

Tiffany mengangguk sedih lalu melanjutkan tangisannya.

"Ck- ck- ck-"

Tiffany menoleh ke sembarang arah.

"Rupanya ribet juga ya, hmmm.."

Tiffany menoleh ke meja di sebelahnya, meski jarak agak sedikit jauh, ia bisa mengenali siapa yang berkomentar. Si sekretaris!

"Ya, ampun. Bagaimana saya harus menjelaskannya ke nyonya." Eric menggeleng miris sambil memijat keningnya.

Benny mengucapkan terima kasih ke waitres yang meletakan pesananannya di meja dan tersipu malu mendengar suara Benny.

"Emang butuh penjelasan apa?" tanya Tiffany tidak mengerti.

Eric menunjuk Tiffany dan Benny bergantian lalu mengaitkan jari telunjuknya.

Tiffany melihat tangannya dan Benny saling bertautan yang bisa menimbulkan salah paham orang luar. Ia menarik tangannya.

"Ini hanya salah paham," kata Tiffany.

"Benar, salah paham." Angguk Eric lalu mengaduk kopinya dengan khidmat.

"Kamu gak kerja?" tanya Tiffany.

"Udah selesailah, Ceo orangnya pengertian dan tidak akan meninggalkan istri tercinta sendirian," jawab Eric.

"Kamu kenal dia?" tanya Benny.

Tiffany bersandar di kursi dan menyipitkan kedua matanya ke Eric. "Kenal di KUA."

"Hah?"

Tiffany yang menyadari kesalahannya menepuk bibirnya.

Benny menatap curiga Tiffany. "Kamu mau nikah? berarti Vio-"

"Kenapa jadi dia yang dibahas? aku kenal di KUA karena kebetulan dia bersama sepupuku yang lagi nekat," potong Tiffany.

"Sepupu yang mana?" tanya Benny.

Tiffany memiringkan kepalanya. "Pemilik kafe ini."

"Bukannya sepupumu yang itu, cowok?"

Eric menyemburkan kopinya sementara sepupu Tiffany yang sedari tadi sembunyi di bawah meja barista, berdiri. Sedari tadi ia menguping lewat earphone bluetooth.

Tiffany jadi merasa bego.

"Kamu gila ya, gak mungkin saya suka cowok!" Eric berdiri lalu jalan mendekati Tiffany.

Tiffany cengo.

Benny menatap khawatir Tiffany. "Fan?"

Tiffany menutup mulut dengan tangan dan menatap sendu Eric lalu berdiri berhadapan dengannya. "Jadi selama ini kamu menyukaiku?"

Eric bingung. "Hah?"

"Maaf, selama ini aku salah paham." Tiffany menghapus sudut air mata lalu mengambil barang-barangnya. "Ben, aku pergi dulu ya. Aku mau bicara berdua sama dia."

Benny tersenyum canggung.

Tiffany menarik Eric untuk menjauh setelah memastikan tidak ada barang di mejanya dan meja Eric.

Setelah menjauh, Eric melepas tangannya dengan kasar. "Jadi kamu selingkuh sama dia? atau kamu mau melabrak dia?"

Tiffany bingung dengan pertanyaan Eric lalu teringat curhat Vio. "Ah, kamu bersamanya."

"Jadi?"

"Aku hanya bersikap impulsif aja begitu dengar curhatan Vio," kata Tiffany yang mengabaikan soal ia salah menarik orang, kalau dibahas sekarang bisa jadi bahan ejekan pria di hadapannya. Ia masih belum siap.

"Dia seorang pria-"

"Ya?"

"Selingkuhan dia seorang pria, dan selingkuhan itu duduk santai di hadapanmu."

Tiffany mengangguk. "Sebenarnya aku tahu dia playboy, dan wajahnya innocent tapi ternyata kelakuan benar-benar-"

"Jangan mengalihkan pembicaraan."

Tiffany terdiam lalu memutuskan bicara jujur. "Aku udah bilangkan kalau aku impulsif telepon dia, aku hanya gak percaya aja kalau dia tega mengkhianati sahabatnya sendiri tapi begitu melihat sikapnya biasa saja, bisa jadi dia pemain lama atau kebiasaan pas jadi playboy."

Eric melipat kedua tangannya. "Nyonya ngeblok kamu?"

Tiffany menggeleng dan menunduk sedih. "Vio memutuskan menjauh dan menenangkan diri, aku juga gak mau terlibat jauh jadi aku bilang aja di awal seperti itu, demi Vio."

Eric memberikan kartu namanya

ke Tiffany. "Hubungi saya jika terjadi sesuatu pada nyonya."

Tiffany membaca kartu nama dengan teliti lalu terpana. "Perusahaan ini-"

Gila! benar-benar gila!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status