Gangguan pernafasan!!
Mata Raka langsung memebelalak dan mencari cari hembusan nafas Mika, dan sangat lemah dan putus putus. Dugaanya hanya asma atau pneunomonia.
Tangan Raka langsung menarik wajah Mika agar mendekatinya dan menangkupkan bibir perempuan itu agar mendekat pada bibirnya. Dengan gerakan menghirup nafas yang sangat panjang. Bibir mereka bertemu dan Raka langsung memberikan nafas buatan untuk Mika.
**** 6 ****
Raka dengan cekatan memberikan nafas buatan pada Mika yang sudah terkap
Entah kenapa, ada rasa tak terima di hati Raka karena Pevita secara tidak langsung, memberikan kesan menyedihkan karena Mika terkena penyakit jantung, sekaligus memberikan kesan kalau Mika adalah perempuan yang merepotkan. “Kalau dokter Pevita mau saya kasih nafas buatan, tolong jantungnya jangan di jaga. Karena saya hanya memberikan nafas buatan untuk pasien yang terkena serangan jantung.” Jleb! Wajah Pevita merah padam. Niat hati ingin membuat Mika malu dan tak punya wajah, tapi malah Raka yang memberikannya tamparan tak kasat mata. Sial!**** 7 ****Raka berjalan dengan santai meninggalkan Pevita yang masih berdiri mematung karena ucapannya barusan. Pevita masih tak percaya. Kalau memang benar. Pangkat
8 Ken di tarik keluar dengan paksa oleh petugas keamanan. Dengan sedikit paksaan tentunya dan sedikit perlawanan pastinya. Mika bisa bernafas lega. Ia tak lagi mendengar suara laki laki yang sudah mengoyak hatinya itu. Dengan kepala yang terulur dengan sangat berhati hati, Mika menengok lewat celah pintu. Berusaha mencari tahu apakah Ken benar benar sudah pergi atau belum. Dan Mika bisa bernafas lega karenanya. “Huft. Aman ...” ucap Mika sambil mengusap dadanya sendiri. “Apa di sini kurang aman?” suara Raka yang terdengar sangat dingin itu seperti kucuran air es. Mengagetkan
9 Raka berjalan mondar mandir di hari libur ke empatnya. Ia rasa, ia akan mulai gila. “Astaga ....!!” geram Raka dengan sangat frustasi membolak balik kalender yang ada di tangannya. Baru saja empat haru citu, tapi ia sudah merindukan rumah sakit. Ah!! Ralat! Pekerjaan! Tanggung jawab moral sebagai dokter. Raka mencoba menenangkan diri dan mengalihkan pikirannya agar tak memunculkan ide untuk datang ke rumah sakit seperti pahlawan kesiangan karena shiftnya sudah di ganti dengan Brian. Raka menatap kunci mobilnya. Ia jadi teringat sesuatu dan merasa lega. Sudah meminta petugas keamanan, untuk....^^^&nbs
10 Raka entah harus mengatakan apa atau bereaksi seperti apa. Menjatuhkan tasnya tentu bukan ekspresi yang ingin ia tunjukan. Bersyukur rasanya juga kurang tepat untuk saat ini. Tapi Raka bisa di bilang sangat kejam, karena ia bersyukur wanita di lantai itu bukanlah Mika. Seorang perempuan yang membutuhkan pertolongan tentunya. Tapi untunglah, sekali lagi. Bukan Mika. Raka langsung duduk dan meraih tubuh itu. mengangkatnya dan mengeluarkan tubuh itu dengan sekali tarikan keluar dari lift. Mega membantu Raka dengan memungut tas laki laki itu. dengan jari yang di tujukan ke jalur pernafasan. Raka bisa merasakan, kalau perempuan ini pingsan karena syok dan ketakutan. “Dokter engga ada niatan
11 Mika terbangun, lebih tepatnya terjaga sampai larut malam. Seminggu lagi, dan puteri ketiga dari keluarga Abraham itu tak mendapatkan satu kunjungan keluarga sedikitpun. Mika merasa sesak di dadanya. Ada bisikan kalau ia sengaja di telantarkan sampai mati. Ponsel yang tak berguna itu ia hempaskan ke ranjangnya. Bergegas dengan santai menuruni ranjang rumah sakit. Mika ingin berjalan jalan, di rumah sakit di tengah malam. Aneh bukan? Dengan langkah santai berjalan di lantai teratas. Mika bisa melihat ke luar sana, lampu lampu gedung pencakar langit memberikan tiga warna yang paling mendominasi. Biru, merah dan putih. Mika mengusap jendela kaca itu dengan senyum merekah. Mika suka kesendirian,
12 Raka sudah bersiap. Pagi ini, setelah tidur hanya dalam empat jam dan terbangun pukul enam pagi. Raka harus rela kehilangan waktunya untuk berjogging karena kurang istirahat. Bisa bisa, bukan sehat yang di dapat kalau ia memaksakan jogging. Tapi tepar sendiri dan akhirnya mengabaikan pekerjaan. Jas rapi dengan name tag yang sudah beberapa tahun ia gunakan. Raka Adiwiswara. Dokter spesialis jantung. Bedah jantung tepatnya. Senyuman terlukis saat Raka membuka kulkasnya. Ingat kenangan beberapa jam yang lalu, saat ia makan bersama Mika. Mengambil satu boks makanan berisi salad sayuran dengan selada yang mendominasi. Sayuran segar dan renyah itu menjadi menu sarapannya hari ini. “Pagi dokt
13 Mika tak bisa menjelaskan betapa terkejutnya ia. Merapatkan bibir karena tak tau apa yang harus di jawab. Mika akhirnya berhadapan dengan ekspresi Raka yang sangat membingungkan. Laki laki itu nampak sangat frustasi, seperti....? Menyesal dengan apa yang di ucapkan barusan? Mungkinkah? “Maaf dok, saya mungkin terlalu sensitif karena penyakit saya makin parah. Selama dengan dokter Brian, beliau hanya memeriksa kondisi saya sewajarnya, tidak menanyakan keluhan. Saya merasakan sedikit nyeri di waktu waktu tertentu. Tapi karena dokter Brian tidak bertanya, saya diam.” Penjelasan Mika barusan memberikan jawaban atas segala pikiran buruk Raka. Pikiran buruknya memang benar. Tapi entah
14 Mika berada di luar ruangan. Saat manusia sudah menyakiti satu sama lain. Saat itulah, perasaan dan kepercayaan di pecah belah. Dan saat Mika sudah sadar betul. Ia tak di harapkan keluarganya, ataupun yang lainnya. Ingin sekali ia mati saat itu juga. Tapi kata kata Raka membuat Mika tersadar akan sesuatu. Setidaknya ada orang yang mati matian ingin menyelamatkannya, walaupun itu adalah sebuah kewajiba. Mika akan hidup tanpa beban sekarang. Dan selamanya. Mika terduduk dengan sangat senang saat salah satu dari keluarganya datang. Kaka keduanya. Morgan.