Selesai makan, mandi, ganti baju, dan membantu pekerjaan rumah, Nara menonton film di ruang tivi. Mama dan Papanya pergi ke kota untuk membeli belanja bulanan.
Saat sedang fokus menonton, ponsel Nara berdering. Dia melihat nama yang tertera di sana. Dengan malas, Nara menekan icon hijau.
/Naraaa. Kok lo gak buka chat sih? Gue sama Geo mau nraktir lo, nih. Besok. Bisa gak?/
Suara Erika yang ngegas dan cempreng membuat Nara menjauhkan ponsel dari telinga.
"Iya mau. Atur aja."
/Besok ya, jam tiga sore. Gue jemput lo/
"Iya, Erika. Tapi-"
"Aaakkkk-"
Seekor tikus melintas di depan Nara, dia menjerit dan reflek naik ke atas sofa.
/Kenapa, Na? Ada apa, hei/
Nara merinding, kegelian. "Tikussss. Husss!" Dia melempar remot tivi ke tikus, akhirnya hewan itu pun pergi menghilang ke dapur. Baru Nara bisa bernapas lega.
"Udah dulu ya, Er. Gue mau lanjut nonton film."
/Okeyy. Dadahh/
Nara dan Erika berpamitan dengan Raffa, Rizki, Dendi, Bintang. Mereka lanjut berjalan lurus. "Makalah udah mau selesai kan, Er?" "Udah. Tinggal nulis kesimpulan aja. Dua atau tiga paragraf cukuplah." Nara mengangguk paham. "Eh, si Kevin ikut kerja kan?" "Ikutan. Dua kali dia ngasih materi ke gue." "Syukurlah." Gak lama kemudian, yang sedang dibicarakan berpapasan dengan mereka. Kevin bersama teman-temannya, wajah mereka tampak bahagia dan berseri habis mendapat hadiah. Jadi, tadi selesai upacara para siswa tidak boleh bubar dulu. Staf guru dan kepala sekolah memberikan hadiah untuk para pemenang lomba kemarin. Tidak hanya pemenang, yang kalah juga tetap mendapat hadiah sebagai bentuk apresiasi atas kerja keras mereka selama ini. "Bahagia amat kayaknya." Erika bergurau. Kevin melewati kedua cewek itu dengan ekspresi sedikit sombong, ia menaikkan alisnya. "Sombong-sombong nanti pantat
Beberapa orang menyukai hujan. Bahkan mereka rela tubuhnya dibasahi air hujan meski dampaknya bisa membuat sakit. Seperti Nara. Di saat yang lain meneduh di bawah halte atau sekolah, gadis itu berjalan menerobos hujan hendak menuju persimpangan, tempat biasa dia menunggu angkot.Tetapi tenang saja, tangan kanan Nara memegang payung sementara tangan kiri dia masukkan ke dalam saku jaket. Cewek berambut hitam sebahu itu menyumpal kedua telinga dengan earphone. Langkah kakinya sangat pelan, seakan tidak mau terburu-buru sampai ke rumah.Erika sudah pulang bersama Geovan. Mereka berdua hujan-hujanan naik motor. Nara tertawa dalam hati, mereka sudah seperti Dilan-Milea saja. Dasar bucin.Omong-omong, sakit di perut Nara telah sirna. Meskipun sisa lemasnya masih ada. Setelah bel berbunyi tadi, Nara mengucapkan terima kasih lagi pada Kevin. Bagaimana pun juga dia sudah berbaik hati.Ketika sedang melamun sambil menikmati playlist lagu gal
/Yang, hari ini aku mau ke dufan bareng temen-temen. Kamu mau ikut?/ /kan aku syuting, yang :( Jadi gak bisa./ Raffa menghela napas sejenak. Sudah dua hari kekasihnya itu syuting dan tidak datang ke sekolah. Chat pun dibalas seadanya saja. /ya udah kalau gitu/ /iya/ /Jangan sampai sakit/ Pesan terakhir itu hanya dibaca saja. Thalia tidak lagi online. Ya sudahlah, biarkan saja Thalia syuting. Tak apa, yang terpenting bagi Raffa, cewek itu harus menjaga kesehatan. "Si Geovan mau ikut, gan." Rizki menghampiri Bintang, Raffa, dan Dendi di kantin belakang. Dia duduk di sebelah Raffa yang tengah memandangi layar ponsel. "Geovan siapa?" Bintang yang sedang makan gorengan bertanya. "Pacar Erika katanya." "Adek kelas?" "Iya." Bintang terkekeh. "Aseekk. Keren Erika dapet adek kelas." "Pacar kan gak mandang umur bro." Rizki menimpali. "Lo mau nya
~Esoknya, Bintang tidak masuk sekolah. Katanya masih pusing dan badan sakit semua. Nara, Raffa, Erika, dan Rizki tertawa mengetahui itu. Biasalah, anak seperti Bintang sok berani, padahal penakut.Sekarang Raffa, Rizki, dan Dendi ada di kantin belakang sedang mengisi perut yang kosong."Minta sambel ya, Raf." Aziz tiba-tiba ikut bergabung di meja, ia duduk di sebelah Raffa.Rizki menyentil tangan Aziz yang dengan joroknya sambel itu sampai bececeran. "Jorok anjir.""Sayang."Keempat cowok itu menoleh ke belakang, mendapati Thalia yang berjalan mendekati meja mereka."Ayo, ke kantin sana aja."Perkataan Thalia membuat Raffa yang tengah mengunyah gorengan pun menoleh. "Bentar ya aku abisin ini dulu." Dia menunjukkan tangan kanannya yang memegang bakwan yang tinggal setengah.Thalia mendengus sebal. Kemudian, ia terbatuk karena asap rokok dari Aziz dan beberapa cowok lain yang ada di san
~Laki-laki bersurai hitam itu dengan sekuat tenaga mengejar mobil yang menculik Mamanya. Kakinya lemas, namun dia tidak menyerah begitu saja. Suaranya sampai habis meneriakkan Sang Mama."MAMA!""WOI ANJIR BERHENTI!"Bahu Raffa naik turun karena napas yang terengah-engah. Sudah tak kuat lagi, dia tersungkur ke aspal sampai kedua lututnya lecet. Lagi-lagi dia gagal menyelamatkan Tata."Uhukk uhukk!""Ma!"Dia meninju aspal dengan tangannya. Rambutnya ia acak-acak, frustrasi dengan keadaan. Raffa benci menjadi lemah."Mama!"Mata cowok itu terbuka lebar. Sedetik kemudian, dia menyadari kalau itu semua hanya mimpi. Tetapi, entah kenapa rasanya seperti nyata. Rasa lelah itu masih terasa.Selama lima menit mengumpulkan kesadaran, Raffa beringsut duduk. Diliriknya jam dinding yang kini menunjukkan pukul setengah lima pagi.Ini bahkan masih terlalu gelap untuk per
~~Di antara mereka semua, siapa pacar lu?~Bakso yang baru saja akan dia masukkan ke mulut mendadak kembali ke dalam mangkuk. Cewek itu menatap malas ke layar ponselnya.Pesan dari orang itu lagi.Tanpa pikir panjang, Nara memblokir akun kosongan itu. Kemudian mematikan ponsel, lalu lanjut memakan bakso kuah. Hidup udah ribet, jadi bawa santai saja.Erika tengah kepedasan makan seblak. "Mantep banget njir. Hidup seblak!" Keringatnya mengucur dari pelipis dan wajah."Welcome asam lambung. Hehe.""Yeee, Naraaa tega lu.""Bebiiiii. I'm coming."Nara menahan tawa saat Geovan datang dengan penampilan yang acak-acakan, rambut tak beraturan, baju tidak dimasukkan, tangan dipenuhi coretan pulpen. Anak itu tidak ada rapi-rapinya. Memang sudah klop dengan Erika yang selalu setia merapikannya, seperti sekarang. Lihatlah kedua orang itu, seakan sudah suami istri.
Raffa sedang di kamar, duduk di meja belajar tepatnya depan layar laptop yang menyala. Ia dalam proses belajar adobe illusiator. Tangannya memegang ponsel, memvideo call, mendengarkan ocehan Thalia tentang hari-hari yang cewek itu lewati. Sesekali Raffa tertawa mendengar cerita lucu itu."Btw, yang. Aku dapet tawaran main sinetron dan pasangannya David, lawan main aku yang di iklan sebelumnya. Menurut kamu gimana? Setuju kan?"Agak ragu, Raffa diam sebentar. Thalia terdengar sangat senang dengan tawaran itu. Mana mungkin Raffa tega melarangnya. Perihal David, dia agak takut mereka berdua terlalu dekat."Gimana, yang?"Kemudian, Raffa mengangguk yakin. Membuat Thalia kegirangan sampai mencium layar ponsel.Raffa terkekeh. "Semangat kerjanya yang.""Iya sayang. Kamu itu pacar terbaik.""Aku mandi dulu ya yang, udah jam tiga sore nih." Sambung Thalia.Setelah itu, sambungan ditutup. Raffa mele
Penasaran dengan apa yang dibicarakan orang-orang tentang dirinya, Nara mempercepat langkah menuju mading sekolah.Matanya membola begitu mendapati papan mading yang luas itu dipenuhi foto dirinya. Mulai dari foto-foto dia dan Papanya yang mengangkut buah-buahan pakai mobil, lalu Nara yang pergi sekolah naik angkot, bahkan foto rumah depannya pun ada.Hal yang mengejutkan lainnya adalah, di bagian paling atas tertera tulisan "NARA AMANDA ADALAH PENYEBAB KERIBUTAN DAN PERTANDINGAN ILEGAL DI ANTARA SMA BAKTI DAN SMA HARAPAN"Nara mundur selangkah. Dia sungguh tidak tahu apapun tentang pertandingan basket itu. Kapan keributan terjadi? Ia benaran tidak tahu menahu soal itu.Di bagian paling bawah terpampang nyata foto-foto bukti kericuhan yang terjadi. Beberapa anak basket yang bertanding wajahnya pada luka-luka. Ternyata mereka kalah lagi dalam pertandingan ulang kemarin.