Share

10. Malam Pengakuan (Pertama)

Malam datang menghampiri bersama gelap dan hawa dingin yang khas. Suara kerikan jangkrik memecah keheningan yang ada. Menyita fokus gadis yang kini menyandarkan tubuhnya di jajaran pagar besi penyangga yang berdiri tegap mengelilingi sisi balkon rumahnya. Ini adalah hobi Xena kalau malam sepi dan membosankan datang menyapa. Tak ada film atau drama korea dengan aktor tampan penyejuk mata dan pikirannya yang sedang 'amburadul' malam ini.  Bukan pasal Malik, namun pasal kehidupan remaja miliknya yang amat sangat membosankan sebab datar tak ada gunung, lubang atau genangan yang bisa diibaratkan sebagai tantangan dalam dirinya menjalani kehidupan masa remaja. 

Jikalau kata orang, masa muda adalah masanya orang-orang bisa menggila. Berlaku ini itu dengan tingkah konyol nan aneh yang kadang meresahkan. Darah muda adalah darahnya orang berjiwa bebas dengan jiwa semangat motivasi yang tinggi. Mencoba ini itu untuk bisa menjadikannya sebagai pengalaman yang akan diceritakan kalau usia tua datang menutup kehidupan. Akan tetapi, tidak untuk Xena. Gadis itu terlalu takut untuk memulai segalanya. Keluar dari zona nyaman dan berlari bersama harapan yang dipupuknya dalam-dalam di dalam hati.

Tentang rasa sukanya pada Malik, juga rasa kagum ingin miliki seorang Daffa Kailin Lim. Dari segala macam bentuk makhluk yang ada di bumi dan dari berjuta-juta banyaknya remaja yang memijak tanah bumi yang sama, mengapa harus Malik si saudara tiri juga Daffa Kailin si kekasih teman dekat yang menjadi pilihan hatinya untuk berlabuh? Xena membenci fakta itu. Berharap pada mereka-mereka yang sudah pasti tak akan pernah bisa didapatkannya saat ini. Mengkhianati Nea hanya untuk merealisasikan perasaannya? Bodoh! Xena adalah gadis yang sangat bodoh jikalau ia benar-benar melakukannya. Lalu, mengkhianati sang mama juga sang papa hanya untuk menyatakan perasaan yang jelas-jelas tak akan mendapat balasan dari Malik? Ah! Mengapa hidupnya benar-benar menyedihkan saat ini.

Tatapan Xena kini mengudara. Menatap luasnya bentangan cakrawala dengan langit gelap bertabur bintang yang sedikit samar dilihatnya. Bulan tak sempurna malam ini, namun bisa dibilang cukup indah menghias menggantikan pemandangan wajah tampan para aktor kesayangannya di dalam dunia film.

"Ngapain lo di sini?" Seseorang menyelanya. Berjalan ringan tanpa menimbulkan suara berarti yang mengganggunya.

Xena menoleh. Berdecak kasar kala menyadari siapa yang baru saja datang menerobos masuk ke dalam ruang kamar pribadinya. Siapa lagi kalau bukan Abian Malik Guinandra, si saudara tiri dengan poni naik yang menampilkan seluruh bagian paras tampan miliknya.

"Gue bilang ketuk pintu dulu. Jangan asal masuk." Xena menggerutu lirih. Kembali memalingkan wajahnya menatap apa-apa saja yang ada di depannya. 

Jauh di sana pemandangan gemerlapnya lampu kota indah masuk ke dalam retina matanya. Riuh jalan raya jantung negara itu memang tak akan pernah surut meskipun larut sebentar lagi akan datang menghampiri. Seakan tak kenal waktu, budayanya orang Indonesia memang gila kerja dan suka mengabaikan apa itu waktu. Menganggap remeh dengan mengatakan bahwa masih ada sisa waktu untuk melanjutkan kerja sebelum waktu istirahat datang.

"Gue udah ketuk. Lo aja yang gak denger," sahut Malik ikut duduk bersila dan berjajar posisi dengan Xena. Sedikit memiringkan kepalanya untuk mencoba menelisik perubahan raut wajah si saudara tiri. Dalam nada bicara yang didengar oleh Malik baru saja, Xena terkesan sedikit lesu tak ada semangat untuk menjalani hidupnya malam ini.

"Lo ada masalah?" 

Xena menoleh sejenak. Menatap Malik yang kini diam sembari menunggu jawaban darinya. 

"Biasa aja," tukas gadis dengan sepasang baju tidur merah muda bergambar imutnya wajah sapi dengan berbagai ekspresi itu dengan nada malas. Melirih sembari memalingkan wajahnya dari hadapan Malik.

"Gara-gara gue bikin lo malu tadi siang?" 

Xena diam. Menyeringai tipis kemudian menaikkan kedua sisi bahunya.

"Gara-gara gue ngusir Daffa?" lanjut Malik mengimbuhkan kini menarik ujung rambut panjang milik Xena dan memainkannya dengan ujung jari jemari meliriknya. Sukses membuat Xena menoleh cepat lalu menempatkan fokusnya untuk menatap aktivitas kecil yang dilakukan oleh saudara tirinya.

Ini adalah kebiasaan Malik kalau sedang berada di rumah hanya dengan Xena saja. Memainkan ujung ikal rambut panjang milik Xena untuk mengurangi kebosanan yang ada di dalam dirinya. Jika bagi Malik itu adalah pengalihan bosan, namun bagi Xena itu adalah sebuah harapan. Xena terkadang membayangkan hal-hal bodoh hanya sebab perilaku Malik yang kadang melewati batasannya. Memimpikan sebuah hubungan layaknya sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta.

"Gue minta maaf deh." Malik merengek manja. Memiringkan kepalanya sembari tersenyum kuda untuk menarik perhatian gadis yang kini menatapnya aneh.

"Gue beliin es krim besok pulang sekolah." Malik melanjutkan. Masih kokoh mencoba untuk menarik senyum di atas permukaan bibir cantik milik Xena.

"Gue beliin pizza keju juga. Sama sodanya," imbuhnya. Sukses membuat Xena menoleh cepat dan mengembangkan senyum manis di atas paras cantik miliknya.

"Janji?!" pekik Xena mengacungkan kelingkingnya. 

Malik mengangguk. Ikut tersenyum dan membalas acungan jari kelingking milik Xena.

"Jadi apa yang bikin lo—"

"Lo pernah suka sama cewek?" Xena menyela. Menatap si saudara tiri yang sejenak terdiam bungkam sembari menimbang-nimbang dagu lancipnya. Kembali menatap Xena kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya tegas. Mengakhirinya dengan senyum manis yang menampilkan satu lekukan kecil di sisi pipi kirinya.

Senyum Abian Malik Guinandra sangat manis! Sukses membuat Xena kehilangan segala waras dan apa-apa yang sedang ada di dalam pikirannya saat ini. Hanya terdiam sembari terus menatap lengkung bibir milik Malik yang kini perlahan mulai memudar.

Remaja itu tegas menjentikkan jarinya untuk membantu Xena kembali fokus dalam percakapan mereka malam ini. "Ada apa? Ada yang salah sama wajah gue?"

"Lo tampan! Dan gue suka itu!" --tidak! Xena tidak mengatakan itu untuk merespon kalimat tanya dari saudara tirinya. Kalimat itu hanya berani ia lontarkan melalui batinnya. Di mana yang bisa mendengar itu hanya Tuhan dan dirinya sendiri.

"Bukan cuma suka yang asal-asalan. Tapi—"

"Gue suka beneran. Bahkan gue selalu mikirin dia, memperhatikan dia dalam diam, juga mengikuti segala hal yang menjadi kesukaannya."

Xena kembali diam. Baiklah, tujuannya menanyakan itu adalah untuk meminta saran dari Malik pasal rasa sukanya dalam diam pada dua laki-laki yang sudah mencuri hati dan harapan bahagiannya saat ini. Namun mengapa saat mendengar jawaban dari Malik, hati Xena benar-benar sakit dan dadanya sesak? Mengetahui fakta bahwa Malik memiliki gadis idamanannya sendiri seakan menjadi tamparan tersendiri untuk Xena malam ini.

Bodoh! Mengapa ia harus memulai obrolan yang membunuh harapannya sendiri?

"Dia tau lo suka dia?"

Malik menggelengkan kepalanya. "Gue milih menyukainya dalam diam."

"Kenapa?"

Remaja jangkung di depannya menghela napasnya ringan. "Karena hanya itu yang bisa gue lakuin sekarang."

... To be Continued ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status