Malam datang menghampiri bersama gelap dan hawa dingin yang khas. Suara kerikan jangkrik memecah keheningan yang ada. Menyita fokus gadis yang kini menyandarkan tubuhnya di jajaran pagar besi penyangga yang berdiri tegap mengelilingi sisi balkon rumahnya. Ini adalah hobi Xena kalau malam sepi dan membosankan datang menyapa. Tak ada film atau drama korea dengan aktor tampan penyejuk mata dan pikirannya yang sedang 'amburadul' malam ini. Bukan pasal Malik, namun pasal kehidupan remaja miliknya yang amat sangat membosankan sebab datar tak ada gunung, lubang atau genangan yang bisa diibaratkan sebagai tantangan dalam dirinya menjalani kehidupan masa remaja.
Jikalau kata orang, masa muda adalah masanya orang-orang bisa menggila. Berlaku ini itu dengan tingkah konyol nan aneh yang kadang meresahkan. Darah muda adalah darahnya orang berjiwa bebas dengan jiwa semangat motivasi yang tinggi. Mencoba ini itu untuk bisa menjadikannya sebagai pengalaman yang akan diceritakan kalau usia tua datang menutup kehidupan. Akan tetapi, tidak untuk Xena. Gadis itu terlalu takut untuk memulai segalanya. Keluar dari zona nyaman dan berlari bersama harapan yang dipupuknya dalam-dalam di dalam hati.
Tentang rasa sukanya pada Malik, juga rasa kagum ingin miliki seorang Daffa Kailin Lim. Dari segala macam bentuk makhluk yang ada di bumi dan dari berjuta-juta banyaknya remaja yang memijak tanah bumi yang sama, mengapa harus Malik si saudara tiri juga Daffa Kailin si kekasih teman dekat yang menjadi pilihan hatinya untuk berlabuh? Xena membenci fakta itu. Berharap pada mereka-mereka yang sudah pasti tak akan pernah bisa didapatkannya saat ini. Mengkhianati Nea hanya untuk merealisasikan perasaannya? Bodoh! Xena adalah gadis yang sangat bodoh jikalau ia benar-benar melakukannya. Lalu, mengkhianati sang mama juga sang papa hanya untuk menyatakan perasaan yang jelas-jelas tak akan mendapat balasan dari Malik? Ah! Mengapa hidupnya benar-benar menyedihkan saat ini.
Tatapan Xena kini mengudara. Menatap luasnya bentangan cakrawala dengan langit gelap bertabur bintang yang sedikit samar dilihatnya. Bulan tak sempurna malam ini, namun bisa dibilang cukup indah menghias menggantikan pemandangan wajah tampan para aktor kesayangannya di dalam dunia film.
"Ngapain lo di sini?" Seseorang menyelanya. Berjalan ringan tanpa menimbulkan suara berarti yang mengganggunya.
Xena menoleh. Berdecak kasar kala menyadari siapa yang baru saja datang menerobos masuk ke dalam ruang kamar pribadinya. Siapa lagi kalau bukan Abian Malik Guinandra, si saudara tiri dengan poni naik yang menampilkan seluruh bagian paras tampan miliknya.
"Gue bilang ketuk pintu dulu. Jangan asal masuk." Xena menggerutu lirih. Kembali memalingkan wajahnya menatap apa-apa saja yang ada di depannya.
Jauh di sana pemandangan gemerlapnya lampu kota indah masuk ke dalam retina matanya. Riuh jalan raya jantung negara itu memang tak akan pernah surut meskipun larut sebentar lagi akan datang menghampiri. Seakan tak kenal waktu, budayanya orang Indonesia memang gila kerja dan suka mengabaikan apa itu waktu. Menganggap remeh dengan mengatakan bahwa masih ada sisa waktu untuk melanjutkan kerja sebelum waktu istirahat datang.
"Gue udah ketuk. Lo aja yang gak denger," sahut Malik ikut duduk bersila dan berjajar posisi dengan Xena. Sedikit memiringkan kepalanya untuk mencoba menelisik perubahan raut wajah si saudara tiri. Dalam nada bicara yang didengar oleh Malik baru saja, Xena terkesan sedikit lesu tak ada semangat untuk menjalani hidupnya malam ini.
"Lo ada masalah?"
Xena menoleh sejenak. Menatap Malik yang kini diam sembari menunggu jawaban darinya.
"Biasa aja," tukas gadis dengan sepasang baju tidur merah muda bergambar imutnya wajah sapi dengan berbagai ekspresi itu dengan nada malas. Melirih sembari memalingkan wajahnya dari hadapan Malik.
"Gara-gara gue bikin lo malu tadi siang?"
Xena diam. Menyeringai tipis kemudian menaikkan kedua sisi bahunya.
"Gara-gara gue ngusir Daffa?" lanjut Malik mengimbuhkan kini menarik ujung rambut panjang milik Xena dan memainkannya dengan ujung jari jemari meliriknya. Sukses membuat Xena menoleh cepat lalu menempatkan fokusnya untuk menatap aktivitas kecil yang dilakukan oleh saudara tirinya.
Ini adalah kebiasaan Malik kalau sedang berada di rumah hanya dengan Xena saja. Memainkan ujung ikal rambut panjang milik Xena untuk mengurangi kebosanan yang ada di dalam dirinya. Jika bagi Malik itu adalah pengalihan bosan, namun bagi Xena itu adalah sebuah harapan. Xena terkadang membayangkan hal-hal bodoh hanya sebab perilaku Malik yang kadang melewati batasannya. Memimpikan sebuah hubungan layaknya sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta.
"Gue minta maaf deh." Malik merengek manja. Memiringkan kepalanya sembari tersenyum kuda untuk menarik perhatian gadis yang kini menatapnya aneh.
"Gue beliin es krim besok pulang sekolah." Malik melanjutkan. Masih kokoh mencoba untuk menarik senyum di atas permukaan bibir cantik milik Xena.
"Gue beliin pizza keju juga. Sama sodanya," imbuhnya. Sukses membuat Xena menoleh cepat dan mengembangkan senyum manis di atas paras cantik miliknya.
"Janji?!" pekik Xena mengacungkan kelingkingnya.
Malik mengangguk. Ikut tersenyum dan membalas acungan jari kelingking milik Xena.
"Jadi apa yang bikin lo—"
"Lo pernah suka sama cewek?" Xena menyela. Menatap si saudara tiri yang sejenak terdiam bungkam sembari menimbang-nimbang dagu lancipnya. Kembali menatap Xena kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya tegas. Mengakhirinya dengan senyum manis yang menampilkan satu lekukan kecil di sisi pipi kirinya.
Senyum Abian Malik Guinandra sangat manis! Sukses membuat Xena kehilangan segala waras dan apa-apa yang sedang ada di dalam pikirannya saat ini. Hanya terdiam sembari terus menatap lengkung bibir milik Malik yang kini perlahan mulai memudar.
Remaja itu tegas menjentikkan jarinya untuk membantu Xena kembali fokus dalam percakapan mereka malam ini. "Ada apa? Ada yang salah sama wajah gue?"
"Lo tampan! Dan gue suka itu!" --tidak! Xena tidak mengatakan itu untuk merespon kalimat tanya dari saudara tirinya. Kalimat itu hanya berani ia lontarkan melalui batinnya. Di mana yang bisa mendengar itu hanya Tuhan dan dirinya sendiri.
"Bukan cuma suka yang asal-asalan. Tapi—"
"Gue suka beneran. Bahkan gue selalu mikirin dia, memperhatikan dia dalam diam, juga mengikuti segala hal yang menjadi kesukaannya."
Xena kembali diam. Baiklah, tujuannya menanyakan itu adalah untuk meminta saran dari Malik pasal rasa sukanya dalam diam pada dua laki-laki yang sudah mencuri hati dan harapan bahagiannya saat ini. Namun mengapa saat mendengar jawaban dari Malik, hati Xena benar-benar sakit dan dadanya sesak? Mengetahui fakta bahwa Malik memiliki gadis idamanannya sendiri seakan menjadi tamparan tersendiri untuk Xena malam ini.
Bodoh! Mengapa ia harus memulai obrolan yang membunuh harapannya sendiri?
"Dia tau lo suka dia?"
Malik menggelengkan kepalanya. "Gue milih menyukainya dalam diam."
"Kenapa?"
Remaja jangkung di depannya menghela napasnya ringan. "Karena hanya itu yang bisa gue lakuin sekarang."
... To be Continued ...
Ini bukan pertemuan mereka yang terakhir, itulah yang ingin Xena katakan lewat kehadiran dan tatapan matanya untuk Bara. Ia meminta polisi untuk menemui teman juga mantan kekasihnya itu. Perpisahan dan akhir sidang harus dirasakan dengan perasaan yang ikhlas dan lapang dada, Xena ingin memberikan kesan itu pada remaja yang baru saja meletakkan pantatnya di atas kursi. Bara tak berucap apapun. Ia terus memandang Xena. Wajahnya tak sesayu dan tatapannya tak senanar sebelumnya. Gadis itu lebih terlihat 'hidup' dengan polesan make up yang khas seorang Xena Ayudi Bridella. Suasana yang ia dapatkan dari Xena mulai kembali lagi."Kenapa lo menemui gue lagi?"Xena tersenyum manis. Ia meraih ujung jari Bara dengan perlahan-lahan. Remaja yang ada di depannya mulai menatap dengan aneh. Ia tak bergerak, terus mengikuti apa yang dilakukan Xena padanya sekarang. Gadis itu mulai menggenggam ujung jari-jari miliknya lalu menatap Bara dengan penuh kehangatan
"Pengadilan menyatakan terdakwa atas nama Haidar Bara Ivander terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan, penculikan dan penyekapan kelas ringan, serta penganiayaan kelas ringan. Untuk itu pengadilan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 10 tahun ditambah dengan pidana penjara 2 tahun dan ditambah dengan pidana penjara 6 bulan. Menetapkan lamanya terdakwa di tahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan selama 2 tahun mengingat usia terdakwa yang masih remaja. Pengadilan memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan dengan denda sekurang-kurangnya adalah 20 juta rupiah. Demikian putusan pengadilan ditetapkan."Ketokan palu terdengar begitu tegas menggema di ruangan. Remaja jangkung dengan pakaian khas seorang tahanan kota itu hanya bisa mengangguk. Tak ada yang disanggah. Pengacaranya pun nampak diam dan mulai pasrah. Tak perlu waktu yang lama, tak perlu drama ini itu untuk mengurung si iblis
Rumput hijau yang menyejukkan mata dan hati. Mendamaikan perasaan yang sedang riuh bergemuruh di dalam jiwa saat ini. Malik memutuskan untuk mengikuti setiap langkah yang diambil oleh Zain pagi ini. Ia ingin berbicara banyak dengan laki-laki yang sudah menjadi temannya itu. Ia tak benar-benar membenci Zain. Hanya saja, siapa dingin Zain padanya membuat Malik menjadi sedikit jauh dari temannya itu. Sebenarnya di dalam lubuk hati yang dalam, ia tak pernah menyimpan dendam untuk remaja berponi naik ini. Hanya saja, ia iba. Zain terlalu lama menyimpan rasa sakitnya sendirian. Selepas kematian Tara, remaja itu menjauhi Malik dan memutuskan untuk menghilang dari peredaran. Baru beberapa bulan yang lalu ia kembali datang dengan Aksa yang membawanya penuh luka dan darah segar yang mengalir dari beberapa bagian tubuhnya.Memang, permusuhan keduanya sedikit unik. Tak ada pertengkaran juga perkelahian. Malik selalu memaafkan bagaimana perilaku Zain padanya. Toh juga, ada a
Semilir hawa bayu mengiringi langkah keduanya membelah trotoar jalanan yang menjadi jalur utama untuk mereka saat ini. Jalanan Kota Jakarta yang ramai, padat, dan tak pernah sepi juga sela. Selepas keluar dari bangunan kantor polisi, keduanya kini memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak dan mampir ke sebuah tempat untuk menikmati liburnya hari ini. Tanggal merah, hari penting untuk negara. Namun, surganya bagi para pelajar. Mereka diberi jeda satu untuk merilekskan otak dan hati mereka. Menikmati suasana kota di pagi hari sampai senja datang menutup kisah nanti sore. Malik dan Xena merasakan semua itu. Sedikit demi sedikit perasaan yang mengganggu di dalam hati mereka mulai hilang begitu saja. Semua masalah yang datang mulai surut bak gelombang air laut di malam hati. Rasanya sedikit tenang, mereka bisa menjalani hidup sesuai dengan apa yang mereka inginkan saat ini. Menjalin hubungan sederhana dan mulai merajut kasih juga cinta untuk melalui masa muda. Malik
Malik menatap wajah wanita tua yang ada di depannya saat ini. Pandangan matanya terus saja tertuju pada Sarah yang baru saja datang menghadang langkahnya. Sepasang mata dengan lensa pekat itu mulai menatap sayu dan nanar wajah mantan anak tirinya itu. Penuh luka, identik dengan apa yang terjadi pada sang putri kemarin malam. Kata Xena selepas ia sukses membuat mamanya menangis dengan keadaan wajah dan tubuhnya yang kacau, ia melegakan hati wanita tua itu dengan mengatakan bahwa untung saja Malik datang menyelematkan Xena dari Bara. Katanya, juga. Malik terluka sama dengan apa yang dialami oleh Xena. Gadis itu juga mengimbuhkan kalau yang menghantar dirinya sampai gerbang depan malam-malam begini adalah Abian Malik Guinandra, tetapi kala disuruh mampir untuk mengobati lukanya, Malik menolak. Alasannya hanya satu, ia tak mau membuat Sarah kembali kacau dengan dua luka di dalam hatinya selepas mendapatkan dua putra dan putrinya pulang dalam keadaan seperti itu. Toh juga ada papanya di
Bara mengetukkan ujung jari jemarinya di atas meja kayu yang ada di sisinya. Ia bersandar tepat di atas kursi sembari menyilangkan kaki dan menatap ke arah gadis yang masih tak sadarkan diri selepas ia menyiksanya habis-habisan. Bara memukul wajah Xena. Sisi bibir gadis itu tergores dengan darah yang mulai mengering. Ujung matanya lebam selepas Bara melayangkan tinju ringan kala sang gadis terus saja mengumpat padanya. Xena mengejutkan. Jujur saja, Bara tak tahu kalau gadis itu bisa setangguh ini dengan penampilan dan tatapan wajah dan polos. Kala dirinya mendorong Xena masuk ke dalam gudang sekolah dan menutup pintunya dengan rapat. Xena bahkan mulai bergeming di tempatnya dengan terus menatapnya menggunakan tatapan tajam penuh amarah. Bara menampar wajahnya lalu mendorong tubuh Xena hingga jatuh terantuk sisi meja rusak di belakang tubuh gadis itu. Darah mengalir dari sisi sikunya dan luka lecet datang selepas paku berkarat tak sengaja menyentuh permukaan lengannya.