Share

15. Saudara Tiri Yang Menawan Hati

Semilir bayu tegas membelai helai demi helai rambut milik Xena Ayudi Bridella. Selepas menghantamkan satu bogem mentah sebagai berakhirnya pertandingan tinju ilegal yang dilakukan oleh saudara tirinya itu, Malik dinyatakan menang tanpa ada yang membantahnya. Membiarkan remaja itu mengambil uang hasil taruhan dan menggandeng Xena keluar dari sana. Melajukan motor gede miliknya untuk kembali menyusuri jalanan kota dengan suasana langit yang sedikit gelap tak seperti kala mereka datang menyambangi tempat asing untuk gadis cantik yang menjabat sebagai saudara tiri dari Abian Malik Guinandra itu. 

Tak banyak yang dikatakan oleh Malik dalam perjalanan mereka menjauhi tempat bak sarang iblis dengan tingkat kepanasan dan kepengapan tinggi sebab oksigen tak dibiarkan masuk dengan leluasanya. 

Taman dekat pusat kota tempat beberapa orang mengistirahatkan lelah mereka adalah tujuan terakhir dari Malik juga Xena dalam menghadapi senja sebelum malam datang menyapa. Merasakan semilir bayu yang tegas membelai permukaan kulit keduanya selepas Malik benar-benar menghentikan moge-nya dan membawa Xena untuk datang ke tempat ini.

Satu bangku panjang di sisi taman dekat ayunan besi dengan pemandangan indahlah yang dipilih Xena untuk sejenak meluruskan kakinya dan menghirup udara segar. Dengan sesekali mencuri padang pada si saudara tiri yang sedang sibuk mencoba menempelkan plester luka di sisi dahi kirinya.

"Sini, gue bantu." Xena meraih paksa plester luka di dalam genggaman Malik. Kemudian menarik dagu lancip milik saudara tirinya itu dan mulai mendekatkan wajahnya. Xena merasakannya. Embusan napas yang keluar dari lubang hidung Malik kini lembut nan hangat menerpa permukaan kulit wajah cantik miliknya. 

Tak ingin berlama-lama menyela waktu untuk tegas merasakan detak jantung yang tak karuan ritmenya itu, Xena segera menempelkan plester di atas luka yang didapat saudara tirinya itu kala bertanding hanya untuk segepok uang seratus ribuan. 

Dalam batin Xena sekarang bukan hanya bergejolak pasal apa yang dilihatnya di dalam ruangan sempit dengan minim oksigen dan cahaya itu. Pukulan yang diterima dan ditangkis juga diberikan oleh Abian Malik Guinandra benar-benar membuat hatinya tersayat. Xena tak pernah membayangkan bahwa Malik sebrutal itu dalam menjalani hidupnya. Menjadikan paras tampan dan fisik sempurna miliknya sebagai bahan taruhan hanya untuk mendapat uang taruhan dan kesenangan semata? 

Jika ditelisik dengan benar, Malik itu anaknya orang kaya. Papa Malik atau pria tua berkumis tebal yang menjabat sebagai ayah tirinya itu adalah si penguasa kaya yang bergelimang harta. Mampu memanjakan putra dan putrinya dengan fasilitas dan uang berlebih. Juga, mama Xena itu kaya! Bisa dibilang hampir sebanding dengan papa Malik yang sekarang menjadi suami sahnya selepas janji manis diucapkan dan cincin apik melingkar di jari manis keduanya. Singkatnya, Malik tak perlu mengkhawatirkan soal uang jajan dan fasilitas yang ingin didapatkannya. Sebab kalau Malik meminta, pasti papa dan mama memberikan.

"Lo gak mau tanya sesuatu?" Malik memulai percakapan kala si saudara tiri hanya diam bungkam sembari menatap ujung sepatu miliknya yang sedang beradu satu sama lain.

"Gue bahkan gak tau harus tanya mulai dari mana." Gadis itu menyahut dengan nada lirih. Tetap menurunkan pandangannya tak mau benar menatap Malik Abian Guinandra. 

"Maaf gue bohong sama lo selama ini," sela Malik melirih. Sukses membuat Xena mendongak dan menatapnya teduh.

"Sejak kapan?"

"Baru satu tahun." Malik menjawab dengan singkat.

"Jadi luka yang kadang kadang lo bawa itu bukan jatuh dari motor atau karena kalah main bola?" Xena kini mulai memprotes. Menaikkan kedua sisi alisnya dengan tegas. 

Remaja jangkung yang ada di sisinya menangguk sembari mengerang ringan. Tak ingin banyak berkomentar juga berkata untuk menanggapi kalimat dari Xena barusan itu.

"Kenapa harus tinju?" tanyanya menatap Malik dengan sayu.

"Karena itu menyenangkan. Lo tau gimana rasanya memenangkan kompetisi dan mendapat uang sebagai juara satu? Itu sangat menyenangkan dan membanggakan," jawab Malik dengan antusias. Membuat Xena mengerutkan dahinya samar sebab jujur saja ia tak mengerti bagaimana bisa saudara tirinya itu bisa mempunya pemikiran sekonyol itu.

"Tinju berbahaya, Malik. Resikonya bukan hanya luka tapi nyawa. Belum lagi kalau mama dan papa tahu soal—"

"Kalau lo diem mereka gak akan tahu. Lagian gue akan berhenti kalau lulus SMA nanti," ucapnya menyela. Memotong kalimat gadis yang kini bungkam mengunci rapat bibirnya sebab Malik adalah orang keras kepala yang tak akan pernah bisa ia atur dengan baik.

"Apa yang lo dapatin dari itu? Uang? Lo butuh uang? Gue kasih separuh uang jajan gue buat lo pa—"

"Kesenangan. Gue butuh itu semua." Malik menyela. Lagi-lagi memotong kalimat Xena yang tegas menuatkan alisnya kali ini. 

"Lo gak bahagia jadi saudara gue? Lo tertekan sama pernikahan mama dan papa? Kalau gitu pergi aja dari rumah bawa papa lo pergi!" sentak Xena bangkit dari posisinya. Menampik kasar tangan Malik yang baru saja ingin meraih pergelanganan tangan milik Xena.

"Xena? Itu lo?" Malik melirih. Menatap gadis yang kini menghela napasnya kasar. Kalimat itu tak pernah direncanakan oleh Xena sebelumnya. Mengatakan semua itu adalah respon tak terduga yang ada di dalam dirinya sebab kekhawatirannya pada Malik.

"Itu tadi beneran lo?" tuturnya mengulang. Ditatapannya gadis yang kini kasar mengusap wajahnya kasar sebab dirinya sendiri pun tak menyangka bahwa dirinya bisa mengatakan kalimat keji seperti itu.

"Duduk." Remaja jangkung berponi naik itu kini kembali meraih pergelangan tangan Xena. Menarik tubuh gadis itu untuk kembali duduk sejajar dengannya.

"Sorry, gue gak bermaksud untuk ngomong kayak gitu. Gue cuma khawatir sama apa yang lo lakuin sekarang ini." Xena melirih. Menundukkan wajahnya sebab ia tak ingin menatap Malik untuk saat ini. Xena terlalu malu karena ia tak bisa mengontrol emosinya.

Malik tersenyum. Ia tahu, menarik wajah Xena untuk bisa menatapnya tak akan membuahkan hasil yang maksimal kalau gadis itu sudah merasa bersalah seperti ini. Jadi Malik mengambil posisi nyaman. Tidur di atas pangkuan gadis dan menatap wajahnya dari bawah. Membuat Xena sejenak membulatkan matanya sebab terkejut dengan apa yang dilakukan oleh saudara tirinya itu. Bukan kesal! Namun jantung Xena tak bisa diajak kompromi saat ini.

"Dari sekian banyak takdir yang gue punyai, hal yang membuat gue bersyukur adalah gue ketemu dan punya saudara tiri kayak lo. Gue bahagia. Tapi, tinju adalah kebahagian yang lain." Malik mulai menjelaskan dengan nada lembut dan mengakhiri kalimatnya dengan lengkungan bibir indah di atas parasnya.

"Lo adalah orang terbaik yang gue punyai saat ini. Lo adalah saudara terbaik yang paling berharga untuk gue, Xena."

Saudara? Ya! Posisi nyaman seperti ini hampir saja membuat Xena lupa bahwa ia adalah saudara tiri dari Abian Malik Guinandra.

... To be Continued ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status