Share

14. Rahasia Seorang Remaja Tampan

Motor gede milik remaja ber-helm hitam itu kini tegas membelah jalanan padat Kota Jakarta. Sesekali terhenti sebab lampu merah menyala dan berbelok untuk mengikuti alur jalanan yang sedang tempuhnya untuk menyambangi tujuan yang begitu asing untuk Xena sebab Malik tak mengatakan apapun selepas ia menyetujui tawaran mengiurkan si saudara tirinya itu.

Mengkhianati Nea dan Daffa juga Hela yang sudah menunggunya di kafe biasa tempat mereka bersua kalau hari libur datang dengan mengirimi sebuah pesan singkat pada gadis berambut pendek, si teman sebangku. Dalam pesan singkat itu, Xena mengatakan bahwa ia tak bisa datang sebab panggilan tiba-tiba dari mamanya untuk menyuruh Xena pulang lebih awal hari ini. Tak bisa banyak membatah, pesan balasan yang diterima gadis itu hanyalah sebuah persetujuan yang memungkaskan kalimatnya dengan pemberian semangat untuk Xena Ayudi Bridella.

Moge yang ditumpanginya kini memelan. Menyisih dari padatnya jalanan kota kemudian menepi di salah satu bangunan tua yang berdiri kokoh jauh dari keramaian. Jika dilihat dari kondisinya yang amat sangat menyeramkan, kotor, dan tak terawat Xena bisa menjamin kalau remaja aneh itu sedang mempermainkan dirinya saat ini. Membawa Xena ke rumah tua tak terawat seperti ini hanya untuk membuat waktu berharga milik Xena menjadi sia-sia saja. 

"Turun." Malik memerintah. Membuat gadis yang baru saja ingin masuk ke dalam lamunan indahnya itu menoleh cepat. Melepas Helm yang dipinjamkan malik dari sang teman itu dengan hati-hati. Turun perlahan kemudian menyerahkan helm dalam genggamannya pada remaja jangkung yang ada di depannya.

"Ini tujuan kita?" tanya Xena sembari membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan sebab tertarik oleh gerakannya saat melepas helm beberapa detik yang lalu.

"Hm." Malik mengerang. Mematikan mesin motornya. Melepas helm, kemudian memarkirkan motornya rapi dan turun dari moge yang didominasi warna hitam dengan corak biru tua yang menambah kesan keren di atas moge milik Malik.

"Tempat apa ini?"  

Malik mengabaikan pertanyaan dari saudara tirinya. Mulai berjalan tegas masuk dalam bangunan yang diekori oleh langkah sepasang kaki jenjang milik Xena. Meskipun ragu dengan satu pertanyaan yang belum sempat dijawab remaja jangkung yang ada di depannya itu, namun apa boleh buat? Xena tak mau menunggu sendirian di luar dan di lingkungan yang begitu asing untuknya. Jadi mau tak mau Xena harus mengekori langkah saudara tirinya itu. 

Semakin masuk, cahaya sang surya semakin hilang. Hanya ada cahaya lampu yang menjadi penerang utama di dalam lorong ruangan. Malik mendorong pintu yang ada di dalamnya. Menghantarkan tubuh Xena untuk masuk ke dalam ruangan yang bukan hanya tak ada cahaya sang surya yang bisa merambah masuk ke dalam ruangan, namun juga oksigen yang semakin minim di sini.

Xena menelisik bagian ruangan. Betapa terkejutnya ia kala sepasang netra miliknya tegas memerekam pemandangan luar biasa yang selama ini hanya bisa dilihatnya di dalam film dan drama peneman malam sepi dan indah miliknya. 

Beberapa remaja atau bahkan bisa disebut pria berbadan kekar yang sedang bertelanjang dada. Menampilkan perut kotak-kotak yang indah membentuk di bawah dada bidang milik mereka. Sepasang lengan berotot besar menyempurnakan kata kekar sebagai definisi fisik para remaja juga laki-laki yang kini tegas menatap kedatangan Xena juga Malik. Keringat membasahi tubuh mereka. Beberapa darinya berdiri dengan menatap mengagungkan wajah yang sedikit lebab membiru seperti seseorang baru saja memukulinya. 

Xena menarik tangan Malik. Membuat remaja yang baru saja ingin meletakkan tas punggungnya itu menoleh. Kini Xena sadar, pemandangannya memang indah, akan tetapi kesannya sangat menyeramkan. 

"Lo gak salah tempat tujuan 'kan?" bisik Xena pada remaja yang masih kokoh dalam diamnya.

"Malik! Lo datang juga akhirnya!"

Xena menoleh ke arah sumber suara. Mendengar cara remaja berkepala plontos itu menyambut kedatangan Abian Malik Guinandra seakan menjawab pertanyaan yang dilontarkan pada Malik beberapa detik yang lalu.

Ya, Malik tak salah tempat tujuan sore ini!

"Gue telat rupanya," kekehnya mengambil uluran tangan remaja yang kiranya sedikit tua usianya dari Xena juga Malik.

Tatapan Xena kini menelisik. Perawakan remaja itu tak seindah tubuh Malik kalau habis mandi di akhir pekan. Perutnya memang datar dengan samar motif abs di atas sana. Dadanya sedikit bidang dengan tinggi menjulang adalah deskripsi fisiknya saat ini. Senyumnya lebar merekah. Dengan satu gigi gingsul yang membuat senyumnya benar-benar manis. Wajahnya? Tak tampan. Matanya juga tak indah, namun caranya menatap benar-benar berkharisma. Hidungnya lancip dengan garis rahang tegas dan membentuk dagu lancip yang indah. Suara dan caranya berbicara terdengar begitu akrab dan tak canggung. Menandakan bahwa remaja sedikit tua dari Xena itu adalah orang yang terbuka dalam hal berteman.

"Mereka bolos sekolah untuk event kita tahun ini." Ia menjelaskan singkat. Menatap perkumpulan laki-laki asing untuk Xena yang sedang mengistirahatkan diri mereka. 

Malik terkekeh kecil. Sigap melepas jaket miliknya kemudian mulai melepas satu persatu kancing seragam yang dikenakan oleh remaja itu. Memutar tubuhnya menghadap Xena yang masih mematung sebab hanya dirinya lah yang asing dengan semua pemandangan dan situasi ini.

"Xena!" Malik memanggil dengan nada sedikit tinggi. Menarik perharian gadis yang kini menoleh cepat kemudian sigap menutup matanya kala tiga kancing baju segaram Malik sudah terbuka.

"Ngapain lo!" bentak Xena membuat kekehan dan tawa lepas semua orang yang ada di sana. Sialnya, Malik juga ikut tertawa saat ini.

"Lo tungguin gue dan duduk di sana," ucapnya sembari menunjuk satu bangku panjang yang ada di sisi ruangan. Menghentikan aktivitasnya melepas satu persatu kancing baju miliknya kemudian menarik pergelangan tangan saudara tirinya itu dan membawanya ke sudut ruangan. Mendudukkannya dengan rapi kemudian menatap Xena yang benar-benar bak orang bodoh di sini.

Selain pemandangan para laki-laki setengah telanjang dengan mengumbar fisik keren mereka, Xena juga sempat menatap ring besar yang kini jauh posisi dengannya. Beberapa orang juga masih memakai sarung tinju berwarna merah pekat juga biru tua yang terlihat tegas warnanya sebab mereka berdiri di sisi tergelap dalam ruangan.

"Tungguin gue di sini. Satu jam," tuturnya mengusap puncak kepala gadis yang ada di depannya. Kemudian memutar tubuhnya dan berjalan tegas untuk meninggalkan Xena di tempatnya. Menuju ke sebuah bilik kecil tempatnya mengganti pakaian sesuai dengan kostum yang biasa ia kenakan kala menyambangi tempat ini.

Xena bereaksi. Sigap menarik pergelangan remaja yang menjabat sebagai saudara tirinya itu agar tak pergi sebelum menjawab pertanyaan yang kini mengintari di dalam otaknya. Tempat apa ini sebenarnya? Dan mengapa Malik datang ke tempat seperti ini?

"Tempat apa ini? Dan kenapa lo—"

"Tinju ilegal." Malik memotong kalimat milik Xena. Sukses membuat sepasang lensa gadis di depannya itu membulat sempurna.

"Rahasia gue dari papa dan mama, gue seorang petinju ilegal," sambungnya menutup kalimat. 

 ... To be Continued ...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status