Maaf, Aku Pantang Cerai! (4)
"Kau tenang saja, Nu. Biar ibu yang pikirkan semua masalah ini, kau hanya perlu mengatasi Alea. Ingat jangan sampai dia tau sebelum kau sah menikah lagi, ibu tak mau dia menggagalkan rencana kita, kalau sudah sah dia tak akan bisa berbuat apa-apa lagi."Aku menelan ludah, ternyata mereka sudah merencanakan semuanya. Jadi, benar mereka keluar kota untuk membicarakan tentang pertunagan mas Wisnu--bukannya Citra?"Baiklah Mas, ternyata kau sudah memilih untuk menuruti semua permintaan ibumu. Kau belum tau apa yang bisa aku lakukan nanti," lirihku.Aku segera bersembunyi. Jangan sampai mas Wisnu dan ibunya tau aku tengah menguping pembicaraan mereka. Sepertinya, mas Wisnu akan segera pulang ke rumah, sebaiknya aku juga pulang agar dia tak curiga."Mbak Alea dari mana? Kok, jalan kaki?"Aku tersenyum mendapat pertanyaan ibu- ibu rempong. Sebaiknya, aku membuat alasan sebelum wanita itu banyak bertanya."Tadi, niatnya mau ke warung Bu, tapi uangnya terjatuh entah di mana. Jadi, pulang lagi mengambil uang."Wanita itu menganggukan kepala. Untunglah, dia percaya dengan alasan yang aku berikan."Saya pulang dulu Bu, permisi."Aku segera meninggalkan ibu-ibu itu. Aku tak mau mas Wisnu curiga karena istrinya tak ada di rumah saat dia tak ada.*****"Kau dari mana, Al? Suami kerja bukannya di rumah, malah pergi kelayapan aja."Aku menarik napas untuk menenangkan deru jantung yang ingin meledak. Mas Wisnu mencoba menuduhku macam-macam, sedangkan dialah yang sebenarnya berulah."Dari warung, Mas," ucapku."Beli apa? Mana belanjaanmu itu?"Seperti dugaanku, mas Wisnu menanyakan belanjaanku. Matanya menatap penuh curiga padaku."Gak jadi beli, uangku hilang entah jatuh di mana. Ini mau ambil uang lagi untuk belanja, tapi kau sudah pulang rupanya. Kapan sampai? Mampir ke mana aja sebelum pulang ke rumah?"Mas Wisnu terlihat gugup. Dia pasti tak menyangka kalau aku tau dia pergi bersama ibu dan adiknya--untuk merencanakan lamaran pada gadis pilihan ibunya."Bicara apa sih, Al? Aku sudah bilang. Ada urusan ke luar kota. Kenapa kau jadi banyak tanya, seolah aku berbuat salah? Ingat! Aku ini kerja banting tulang untukmu juga."Untuk pertama kalinya mas Wisnu marah, saat aku tanya kemana dia pergi dua hari ini. Melihat tingkahnya, aku hanya tersenyum saja."Baiklah Mas, aku tak tau apa yang kau lakukan di luar sana. Asal kau ingat saja, apa yang akan terjadi jika kau bermain-main denganku." Aku tersenyum setelahnya."Cukup, Al. Jangan kurang ajar pada suamimu! Apa kau tak malu mencurigainya seperti itu? Kalau memang Wisnu mau menikah lagi, itu haknya! Kau tak berhak ikut campur. Terima saja semuanya asal kau bisa makan dan tinggal di rumah ini!" Ibu Mertuaku datang dan langsung ikut campur.Brak!Aku berdiri sembari menendang kursi yang aku duduki. Mas Wisnu dan ibu terkejut melihatnya. Aku sudah kehabisan kata melihat tingkahnya."Katakan Mas, apa aku benalu di rumah ini? Katakan satu kata saja, maka aku akan melepasmu. Setelah itu, kita lihat, berapa harga dirimu di mata ibu dan adikmu?"Tanpa memperdulikan ibu mertua, aku berdiri menatap mata mas Wisnu. Kali ini, dia tak bisa menghindar. Aku sudah cukup bersabar menerima hinaan dari ibunya."Al, tolong jangan begini. Kau tau, aku sangat lelah menghadapi semua masalah pekerjaan. Jangan manambah beban pikiranku lagi!"Aku tersenyum mendengar ucapan mas Wisnu. Ternyata, dia masih tak mau bicara."Baik! Kalau begitu, aku tak bisa memintamu memilih antara aku dan ibumu. Jadi, biar aku saja yang pergi.""Bagus kalau begitu, pergi tanpa membawa apapun dari rumah anakku!" Tiba-tiba ibu mertuaku itu bersuara kembali. Padahal, tidak ada yang pernah meminta pendapatnya!Kali ini, aku sudah benar-benar lelah. Oleh karena itu, kuputar tubuh hendak meninggalkan rumah. Namun, langkahku terhenti saat pelukan mas Wisnu erat di pinggangku."Tidak, kau tak boleh pergi. Bunuh saja aku agar semua selesai! Ibu, tolong pulanglah! Jangan ikut campur dalam urusan rumah tanggaku.""Apa yang kau katakan, Wisnu? Ibu yang melahirkanmu. Bisa-bisanya, kau ....""Tolong, Bu! Bukankah ibu sudah berjanji padaku? Kenapa ibu ingkari lagi?""Ini semua karena istrimu itu! Sudah miskin, mandul pula! Masih berlagak sok berkuasa?"Ucap Ibu mas Wisnu dengan nada kasar. Tatapan matanya seolah mau menerkam ku."Cukup, Bu! Kalau begitu, katakan apa yang ibu mau dariku? Kalau tidak, kita ikuti saja keputusan mas Wisnu."Aku menatap mas Wisnu lagi. Kali ini, dia menarik tanganku. Dia membawaku ke kamar. Kemudian, dia kembali ke ruang tengah, sepertinya untuk berbicara pada ibu mertuaku.Aku tak tahu apa yang terjadi. Namun, tak lama, terdengar suara teriakan ibu mertua. Entah apa yang terjadi, suara ibu memaki diriku begitu keras!"Cukup, Bu! Kalau tidak, aku mati saja! Semua aku turuti permintaan ibu, tapi tetap saja tak ada puasnya."Brak!Aku tersentak mendengarnya. Teriakan mas Wisnu, dilanjutkan dengan suara pintu di banting dengan keras. Aku menutup mata dan telingaku. Rasanya pernikahan ini sudah tak bisa dipertahankan, tapi mau bagaimana lagi? Aku mencintai suamiku. Tapi, mengapa jadinya seperti ini? Apakah suamiku akan durhaka pada ibunya? Namun, ibunya itu ... memang dzolim padaku. Haruskah aku terus selalu mengalah?"Sayang, maaf. Tolong jangan berpikir untuk meninggalkanku! Bisa gila aku kalau kau lakukan itu," ucap Mas Wisnu yang kini sudah kembali masuk ke kamar.Mas Wisnu menarik tanganku agar tak menutupi telinga. Dia mengecup telapak tanganku, lalu memeluk dengan sangat erat."Aku tak tahan lagi, Mas. Selama ini, aku bisa bertahan menghadapi hinaan dan caci-maki ibumu karena ada dirimu berada di sampingku. Tapi, sekarang aku merasa kau seperti memasang dinding tak kasat mata. Tipis, tapi ada. Itu sangat menakutkan bagiku. Meski tak siap, ketahuilah mas, aku rela kehilanganmu karena aku tak sanggup harus berbagi dengan wanita lain."Betapapun kuatnya aku sebagai istrinya, tapi berbagi suami adalah batas terakhir yang tak bisa ku lewati.Aku menghapus airmata, lalu menuju ke lemari. Aku tak lupa dengan kewajiban ku, menyiapkan baju untuk mas Wisnu sebelum dia pergi mandi."Mandilah, mas agar merasa segar. Aku rasa perjalanan keluar kota dua hari itu, cukup melelahkan bagimu," ucapku berusaha tegar.Kembali mas Wisnu memeluk tubuhku. Meletakkan wajahnya di leherku dan memberi kecupan kecil di sana. Tubuh ini menegang bukan karena rangsangan yang diberikan mas Wisnu, tapi bayangan dia mencumbu wanita lain."Pergi mandi lalu ke meja makan, mas. Aku siapkan makanan untukmu. Itupun kalau kau lapar. Aku tak tau kau sudah makan atau belum."Aku menyingkirkan tangan mas Wisnu. Lalu pergi keluar untuk menyiapkan makanan untuknya. Meski marah, tapi aku tak mau suamiku kelaparan, pria itu menatapku lama. Entah apa arti tatapannya itu.Maaf, Aku Pantang Cerai! (156)"Mama pasti tidak lupa di mana tempat itu? Lihat kain yang di kenakan Aino. Mama tidak lupa kan dengan hadiah istimewa itu?"Erlangga tertawa puas hingga menangis. Alea semakin mengeratkan pegangan tangannya, dia tau Erlangga tengah kembali ke masa paling menyedihkan dalam hidupnya."Siapa jalang yang sebenarnya, Ma. Aku kasihan melihatmu tapi kau sendiri yang menginginkannya, gadis yang kau puja setinggi langit justru wanita mainan suamimu. Dia di puaskan sebelum memuaskan dirimu, mereka bahkan bercinta di tempat tidur yang kau persiapkan untuk acara ulang tahun mu, bahkan mengunakan baju yang sama seperti milikmu. Saat kau mengerang di atas tubuh pria ini, dia tengah membayangkan bercinta dengan Aino buka dengan wanita tua sepertimu."Erlangga menuding jarinya pada sang mama. Terlihat kurang ajar jadi Alea menarik tangan itu dan mengecupnya, membuat Erlangga segera mengusap wajahnya dengan kasar."Rekaman ini yang suamimu minta sebelum mengirim ku ke pe
Maaf, Aku Pantang Cerai! (155)"Apa yang kau lakukan perempuan sialan? Kau menghancurkan perusahaan papaku!"Jennie berteriak seperti orang gila. Dia berusaha menyerang Alea, namun di saat yang tepat seseorang mendekap erat Alea."Jangan berani menyentuh istriku. Kalau tidak kau akan bernasib sama seperti perusahaan papamu, coba saja jika kau ingin membuktikannya."Jennie terkejut mendengar suara dingin di depannya. Dia tak menyangka Erlangga akan datang tepat waktu, dia sudah merencanakan penyerangan pada Alea, tapi tetap saja ketahuan."Dia hanya seorang janda beranak satu, Angga. Kenapa kau begitu mencintainya bahkan mengabaikan aku dan Aino."Jennie benar-benar tak habis pikir pada otak Erlangga. Dia sudah begitu lama berada di sisi Aino, tapi tak membuatnya ingat pada dirinya yang selalu ada ketika Erlangga bertemu Aino."Kau pasti tak bisa melihatnya karena matamu sudah buta. Wanita itu tak hanya cantik wajahnya tapi juga hatinya, sesuatu yang tak kau miliki begitu juga dengan Ai
Maaf, Aku Pantang Cerai! (154)"Selamat siang Bu Alea, bisakah kita bicara sebentar. Saya ada hal penting untuk dibicarakan dengan Bu Alea."Alea menatap wanita yang ada di depannya. Wanita yang baru-baru ini membuatnya pusing, sekarang dengan berani dia mengajak bicara. Apakah pelakor memang tak takut lagi dengan kuasa istri sah."Apa yang ingin anda katakan? Silakan saya akan mendengarkan."Alea memberi kesempatan pada Jennie untuk bicara. Dia ingin tau apa yang wanita ini inginkan, dia juga ingin tau sampai mana kebohongan Erlangga."Sebelumnya saya minta maaf, karena telah membuat Bu Alea dan pak Erlangga menjadi salah paham. Sebenarnya saya memang tak mengenal pak Erlangga sebelum saya pergi ke kantornya, kebetulan saat itu kami bertemu dan satu lift."Alea tersenyum tak menyela penjelasan Jennie. Jari tangannya mengetuk pelan meja, membuat Jennie sedikit gelisah. Ketukan jari Alea berhenti saat pelayan kafe datang membawa pesanan mereka."Silakan nikmati dulu minuman yang anda pe
Maaf, Aku Pantang Cerai! (153)Erlangga mendesah kesal, sembari menatap ruangan sang istri yang terlihat kosong. Wanita itu benar-benar marah hingga tak mau bicara dengannya, bahkan dia rela pindah ke kantor agar ayah dan ibunya tak curiga. Kalau anak dan menantunya sedang ribut, tapi begitu di kantor dia menutup ruangannya dan menghabiskan waktu dengan kedua anaknya. Pintu semua terkunci, jadilah Erlangga tak bisa masuk. Kalau Erlangga tidur di kamarnya, Alea dan kedua anaknya tidur di ruangan Alea, mengunakan tilam lantai."Bos, makan siang sudah siap."Dani berkata pelan sembari menatap kaca pembatas ruangan yang sudah tertutup gorden. Kemudian dia berbalik dan menatap si Bos yang terlihat kacau, jangankan makan, minum saja si bos tak mau."Dan, aku tunggu di ruanganku. Tetap di tempatmu." Melihat Alea muncul di pintu ruang istirahat. Erlangga hendak menemuinya, tapi Alea segera memberinya peringatan untuk tidak bergerak.Dani hanya bisa menggaruk kepalanya. Setelah melihat pintu
Maaf, Aku Pantang Cerai! (152)"Selamat siang Bu Alea, saya perwakilan dari perusahaan Samudra Jaya. Saya ada janji dengan pak Erlangga, tapi di arahkan untuk bicara dulu dengan anda."Alea menjabat tangan wanita yang baru saja menemuinya. Sepertinya wanita ini belum tau prosedur di perusahaan Erlangga."Iya silakan duduk, mohon maaf kalau boleh tau nama anda ....?"Alea bertanya karena sejak tadi wanita ini belum memperkenalkan dirinya. Dia melihat wanita ini sering melirik ke arah ruangan Erlangga, walau suaminya tak bereaksi tapi dia sedikit tak menyukainya."Di perusahaan ini memang seperti prosedurnya. Tamu pria bertemu dengan pak Erlangga sedangkan tamu wanita bertemu istrinya. Pria di sana itu suami saya jadi jangan tergoda dengannya."Alea tertawa seolah ucapan hanya bercanda. Wanita di depannya juga tertawa walau terdengar garing. Alea heran karena sampai sekarang wanita ini belum menyebut namanya sama sekali."Maaf sekali lagi saya harus memanggil nyonya atau nona?" tanya Ale
Maaf, Aku Pantang Cerai! (151)"Assalamualaikum Bu," ucap Alea."Mau apa kau kemari? Mau menertawai kemalanganku ini," tanya Bu Wastika."Bu, sekali saja jangan berpikir buruk padaku. Sejak awal menikah dengan mas Wisnu ibu tau pasti, kalau aku berusaha keras berbakti padamu, karena saat itu aku tak tau masih memiliki orang tua. Jadi aku menganggap ibu sebagai orang tuaku sendiri, apa yang tak ku lakukan untuk kalian semua. Jadi pembantu gratisan aku juga rela, tapi apa pernah kalian menganggap ku? Tidak sama sekali.Ibu terus membenci dan memfitnahku, di depan tetangga bahkan di depan suamiku sendiri. Seolah senang aku diam ibu terus berulah, hingga akhirnya menikahkan suamiku dengan wanita lain. Jika wanita itu baik mungkin aku bisa terima bermadu, tapi wanita itu seorang pelacur yang hamil bukan anak mas Wisnu. Katakan Bu, tidakkah ibu yang telah begitu kejam padaku dan mas Wisnu?"Alea menyeka airmatanya dia sudah tak tahan lagi. Semua yang dia pendam selama ini akhirnya keluar dar
Maaf, Aku Pantang Cerai! (150)"Ada apa? Aku lihat melamun aja daritadi."Erlangga merentangkan tangannya agar sang istri tidur beralas lengannya. Sejak kembali dari beli makanan bersama ibunya, Alea terus diam seolah memikirkan sesuatu."Ini soal ibunya mas Wisnu. Tadi tak sengaja aku melihatnya sedang memulung, apa begitu parah nasibnya, Yank. Apa kau tak ada cara untuk membantunya tanpa berurusan soal uang?"Erlangga menarik napas setelah mendengar ucapan istrinya. Dia memang sudah tau tentang ibunya Wisnu tapi dia belum tau cara untuk membantunya."Kalau kita beri uang pasti nanti dia akan terus meminta. Satu-satunya cara kita memang harus tega padanya, tapi hati ini juga tak kuat melihatnya seperti itu."Kembali Erlangga menarik napas panjang. Masalah Bu Wastika memang susah di selesaikan, karena wanita ini keras kepala dan juga serakah."Hentikan Lang, geli ih."Tiba-tiba Erlangga mengecup leher Alea karena melihat wanita itu mulai melamun lagi. Dia memang tak bisa membuat sang i
Maaf, Aku Pantang Cerai! (149)"Ini benar-benar luar biasa. Aku akan punya cicit lagi," ucap tuan Dirga."Iya Kek, kemungkinan anak kami ini perempuan. Doakan saja agar kelak ada lagi perempuan terlahir dari rahim Alea, jadi keturunan anak perempuan bisa lebih banyak," ujar Erlangga.Plak ...."Ini saja belum lahir tapi kau sudah bermimpi punya anak lagi."Alea memukul pelan tangan sang suami. Dia tak habis pikir dengan apa yang Erlangga inginkan."Kita harus punya rencana, Yank. Bunda anak perempuan satu-satunya, kau juga begitu jadi kita harus berjuang untuk punya anak perempuan lebih banyak."Lang, kau mau aku mutilasi gak itu mu. Enak aja kalau ngomong, lahir kan dulu anak ini baru kita pikirkan yang lainnya," ucap Alea lagi."Yakin mau dimutilasi? Ingat kalau itu tak ada kau tak punya pegangan kalau tidur."Erlangga tertawa saat melihat wajah sang istri yang memerah. Untung mereka bicara berbisik kalau tidak bisa makin malu Alea."Kalau boleh kakek minta. Bisakah acara tujuh bulan
Maaf, Aku Pantang Cerai! (148)"Yank, syukurlah aku sudah bangun. Tolong jangan membuatku takut."Alea terpaku melihat Erlangga memeluknya sembari menangis. Dia masih tak mengerti apa yang terjadi, hanya saja tadi dia bermimpi tentang Wisnu. Membuatnya percaya kalau dia adalah pendosa yang sebenarnya."Tolong pergilah, Yank. Aku minta maaf kalau selama ini bersalah padamu, katakan pada Jenie aku juga minta maaf. Sekarang kembalilah padanya aku akan mengurus perceraian kita."Alea sudah menguatkan hatinya untuk berpisah dengan Erlangga. Dia sudah tau apa yang terjadi memang salahnya, jadi dia rela kehilangan pria sebaik Erlangga."Apa kau dengar sayangku Jennie. Cepatlah datang papi dan mami menunggumu."Alea tersentak mendengar ucapan Erlangga di depan perutnya. Dia masih tak mengerti tapi Erlangga tak mau menjelaskannya, dengan kesal dia menarik rambut sang suami membuatnya mengangkat kepalanya."Apa maksudmu memanggil nama Jennie di depan perutku. Memangnya perempuan itu ada di sana,