Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (19)
****
“Kak Fahmi, mana Mama? Kok gak kelihatan?” tanyaku setibanya di dapur.
“Palingan ketemu temen arisannya. Nanti juga pulang,” jawab Kak Fahmi.
Aku menganggukkan kepala mendengar jawabannya. Nampak Kak Fahmi menuangkan susu kontak ke dalam gelas, lalu menyodorkannya padaku.
Alisku saling bertaut, mengisyaratkan sesuatu.
“Berikan pada Isna, biasanya panas-panas begini dia suka minum susu.” Mataku mengerjap beberapa kali, melongo dibuatnya. Ini beneran kak Fahmi, Iparku kan. Tahu dari mana dia soal kebiasaan putriku.
“Bell, ayo ambil,” serunya.
Buru-buru aku mengambi
Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (20)****Tak butuh waktu lama, kami tiba di hotel setelah menempuh perjalanan selama tiga puluh menit.“Bell, kamu nanti awasi Mama saya. Pastikan, Mama tidak membuat keributan,” tutur Kak Fahmi. Aku menoleh, tiba-tiba saja dia mendekat dan melepas seat belt yang melilitku.“Kamu juga harus kendalikan diri, setelah masalah ini, bukan tidak mungkin Faiz akan balas dendam,” sambungnya lagi. Belum sempat aku menjawab, Kak Fahmi lagi-lagi menyela.“Dan, satu lagi. Soal kejadian tadi siang, saya hanya bercanda.” Selepas itu Kak Fahmi keluar dari dalam mobil. Meninggalkan aku yang mematung di depan.Dia itu kenapa? Aneh. Gerutuku dalam hati.
Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (21)****Video dilayar LCD mulai di putar, terdengar percakapan Clarissa dengan seorang pria matang di atas ranjang tak hentinya membuat Mas Faiz terkejut.Andai kamu punya riwayat penyakit jantung Mas, sudah pasti, kamu akan luluh ke lantai sambil memegangi dada mu yang dihujani batu. Namun sayangnya, tubuhmu masih kokoh menopang berat beban yang kamu pikul. Meski begitu, tatapan matamu kosong dan linglung. Itu sudah cukup nilai tersendiri bagiku. Miris.“Tenang aja sayang, aku cuman manfaatin dia kok. Kalau nanti hartanya udah aku kuasai. Pasti aku bakalan depak Faiz, secara aku gak akan mau pelihara orang yang hobi selingkuh. Baru aku pepet dikit, dia udah rela ninggalin anak dan bininya,” tutur Clarissa.Jemari Clarissa yang lentik itu sudah merayap ke mana-mana. Mereka berdua kembali menikmati purnama bersama.Waw, kalau di pikir-pikir, Mas Faiz ini p
Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (22)****Drama Clarissa belum berakhir, malah kini banyak pertanyaan yang muncul di benakku. Salah satunya tentang keluarganya.Aku tidak melihat satu pun orang yang mengaku menjadi keluarga mempelai wanita. Dimana keluarga Clarissa? Mohon maaf sebelumnya, apa Clarissa ini anak yatim piatu, atau bagaimana? Apa mungkin orang tuanya tidak mengetahui kalau putrinya menikah? Aargh, entahlah.Dipikir bikin pusing, gak dipikir kok aneh, gimana sih.“Lepaskan aku! Mas tolongin aku. Aku gak mau di penjara, Mas Faiz,” teriak Clarissa, pria yang baru saja mempersuntingnya itu bahkan sudah menjatuhkan talak padanya. Sungguh miris, belum ada sehari mereka menikah, hubungan yang mereka jalani ada di ambang kehancuran.Bagaimana rasanya, Clarissa? Kuharap, lebih sakit dari yang kurasakan ini.“Ayo Ibu ikut kami, jangan mempersulit tugas kami. Ibu bisa jelas
Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (23)****POV Faiz.Pernikahanku ini berakhir berantakan, belum ada sehari aku menikahi Clarissa, ia sudah kujatuhi talak. Di sini pula aku di permalukan, di tonton banyak orang. Sialnya, beberapa tamu undangan itu rekan bisnis. Entah apa yang akan terjadi besok dengan perusahaan.Ternyata, semalam Clarissa memadu kasih dengan pria lain di belakangku. Dan, kini ia malah di bawa ke kantor polisi karena telah merencanakan pembunuhan terhadap Bella.Lihatlah, takdir begitu kejam menamparku, sampai aku sendiri tak tahu lagi harus menaruh wajahku di mana. Ini luar biasa memalukan. Serasa duniaku runtuh seketika.“Kamu hancur Iz, tapi ini belum usai.” Ucapan Mama seakan memberiku peringatan bahwa badai yang menerjangku ini belum sepenuhnya reda. Masih ada masalah lain yang menyusul di sana.Setelah membuat kekacauan, Bella beserta keluarganya meninggalkan tempat
Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (24)****Keesokan paginya, dengan penampilan yang masih berantakan aku meninggalkan hotel, kemeja yang kupakai ini masih kusut, rambut yang acak-acakan, belum lagi celana hitam yang kukenakan, robek di beberapa bagian, paling parahnya di lutut.Aku menyugar rambut kebelakang, menyentak napas kasar. Berjalan tergesa-gesa menuju parkiran, beruntung mobilku tidak jadi kujual.Andai waktu itu aku menuruti perkataan Clarissa, mungkin hari ini aku sudah luntang-lantung di jalan. Meratapi nasibku yang selalu ketipan sial.“Aku gak mungkin datang ke perusahaan dengan pakaian kusut seperti ini, yang ada aku malah jadi bahan olok-olokkan karyawan,” gerutuku yang kini berdiri di samping mobil.Sebelum membuka pintu mobil, aku sempat merogoh dompetku, entah dorongan dari mana aku mengeluarkan foto yang kusimpan di sana, lalu bersandar pada badan mobil.Kutatap
Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (25)****“Papa, Isna mau kembang gula.” Isna merengek sambil menyentuh lenganku.Aku menoleh, lalu melirik ke arah telunjuk Isna. Melihat penjual kembang gula di ujung jalan.“Isna mau itu?” tanyaku memastikan.Binar dimatanya membuatku tak tega menolak.“Iya Pa, Isna mau kembang gula,” ulangnya.Aku lantas merogoh kantong celana, memeriksa apakah ada uang di sana.Beruntung, masih ada selembar uang berwarna merah. Ini pasti cukup untuk membeli jajan Isna.“Isna tunggu di sini, biar Papa yang belikan. Jangan kemana-mana yah Nak.”Aku mengusap lembut rambut Isna, gadis kecilku itu mengangguk patuh.“Siap Pa,” katanya sembari memperlihatkan deretan giginya yang putih bersih.Tanpa pikir ulang, aku turun dari mobil, menutup pintunya pelan, k
Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (26)****“Faiz di mana anakku?! Pasti kamu kan, yang telah membawa kabur putriku!”Suara sergahan itu membuatku terperanjat, putriku?Sejak kapan dia punya anak, menikah saja belum. Lalu anak siapa yang Bang Fahmi maksud?“Anak? Anak siapa Bang?! Kenapa Abang gak pernah bilang kalau sudah punya anak?!”Aku mengusap dada, kala suara lantang Bang Fahmi kembali menyapa gendang telinga.C'k, kenapa dia jadi marah-marah begini.“Gak usah banyak tanya! Di mana Isna sekarang?” tanyanya penuh penekanan.Huh, apa dia tidak bisa bicara pelan-pelan.Akhir-akhir ini Bang Fahmi selalu ikut campur urusanku. Entah itu berhubungan dengan Isna, atau yang lainnya. Ada apa sih dengannya? Aneh.“Isna nggak ada di sini, lagian kenapa Abang cari anakku? Tanya aja ke Bella, dia Ibunya!&rdquo
Maaf, Mas, Aku Memilih Bercerai (27)****Dua kali tamparan mendarat mengenai pipi kini Bang Fahmi. Aku masih tak percaya dengan apa yang baru saja ia katakan.Putri kecil yang begitu kusayangi itu ternyata bukan darah dagingku. Melainkan darah daging Bang Fahmi.“Fahmi! Mama gak nyangka kamu ternyata sebejat ini, tega kamu yah. Apa yang ada di otak kamu itu, hah. Punya dua anak lelaki gak ada yang bener! Yang satunya bejat, yang satunya lagi tukang selingkuh! Dosa apa yang telah Mama perbuat sampai melahirkan anak seperti kalian ini!” hardik Mama marah-marah.Yah, orang yang menjatuhkan barang tersebut adalah Mama. Entah apa jadinya, saat orang itu adalah Bella. Pasti dia akan syok sambil memegangi dadanya yang berdenyut, sama sepertiku.“Ma, aku minta maaf,” lirih Bang Fahmi.Aku mengumpat pelan, lantas menarik napas berat. Ma