Dan taraaa... panjang umur, orang yang baru saja mereka bicarakan beberapa menit yang lalu datang membawa paper bag yang lumayan besar. Brandon.
"Ongkel.. Onkel..!" reaksi mengejutkan datang dari Reyhan. Bocah itu terlonjak girang melihat kedatangan Brandon.
"Uluh uluh... gantengnya Uncle," Brandon berjalan mendekat dengan mengangkat paper bag yang ia bawa dan mengeluarkan isinya.
"Lihat nih, Uncle bawa apa. Kita bisa main ini bla bla bla," selanjutnya hanya percakapan Brandon dan Reyhan yang terdengar.Entah kursus dimana bos Reyna ini, bisa paham dengan bahasa planet ala Reyhan. Bahkan Reyna yang notabene ibunya kadang masih kurang paham dengan kata- kata yang keluar dari mulut Reyhan.
Faira menatap Reyna dengan menaik turunkan alisnya menggoda. Reyna hanya melengoskan wajahnya menanggapi godaan Faira.
"Dari kalian berdua gak ada yang punya niatan buatin kopi untuk tamu kita?" Rayan sedikit kesal dengan dua wanita di hadapannya yang ma
Jessica POV Aku mengakui aku melakukan satu kesalahan besar dengan berselingkuh dulu. Hans yang selalu mendukungku dan bisa menerimaku tanpa memandang statusku yang hanya seorang waitress. Orang tuaku hanya pekerja buruh pabrik dengan penghasilan pas- pasan. Jelas kasta kami jauh berbeda. Kesuksesanku di dunia modeling juga tak lepas dari peran Hans. Aku berkenalan dengan seorang fotografer yang mengorbitkanku juga karena Hans. Sudah berkali- kali Hans melamarku dan memintaku berhenti dari profesi yang kujalani sekarang tapi selalu kutolak. Hingga akhirnya kami harus menjalani hubungan jarak jauh karena dia sedang mengembangkan bisnisnya di Indonesia. Saat itulah Joe, fotografer yang mengorbitkanku dan sekarang merangkap menjadi managerku masuk ke dalam hubungan kami. Pada malam pesta yang diadakan oleh agency ku atas kesuksesan kami menggelar fashion show rancangan seorang designer ternama, kami berdua mabuk dan melakukan hubungan s***
"You can go, now! The door is over there," usirnya dengan tangan menunjuk ke arah pintu.Pergi? No, aku tidak akan pergi sebelum aku mendapatkan apa yang aku inginkan. Aku duduk di kursi di hadapannya dengan memasang senyum terbaikku."Kamu takut?" tanyaku dengan senyum menantang."Apa yang harus kutakutkan?" Hans mulai terpancing. Aku tahu itu karena Hans pantang ditantang."Kamu meninggalkanku tanpa kejelasan," aku mencoba membuka topik pembicaraan tentang masa lalu kami."Really? Kamu tidur dengan fotografer kamu, dan itu masih kurang jelas?" emosinya mulai terpancing dan itu menumbuhkan harapan untukku. Percayalah jika mantanmu masih menunjukkan emosi berarti kamu belum benar- benar hilang dari hatinya."Bahkan kamu tidak bertanya mengapa aku melakukan itu. Kamu menghilang tanpa berkata apapun. Dan aku menunggumu seperti orang bodoh," aku mencoba membangun emosi untuk keberhasilan sandiwaraku.Senyum smirk tersunggin
"Karena.. karena kamu daddy nya," cicitku takut- takut."Oh ya? Kamu yakin itu bukan anak Joe, si fotografer itu?" tanya Hans dengan smirk tersungging di bibirnya."Bukan!" bantahku. "Kumohon jangan tolak anakmu Hans. Kamu boleh menolakku tapi jangan menolak anakmu karena kamu akan menyesal nanti," aku menatap Hans dengan mata berkaca- kaca.Hans masih diam saja mendengar pernyataanku barusan. Entah apa yang dia pikirkan kali ini aku tak bisa merabanya."Mungkin caraku kemarin salah. Aku menemuimu dengan berperilaku seperti j****g tapi sungguh bukan itu maksudku," aku terisak membuat Joane mengeratkan pegangannya pada kakiku. Aku tahu dia ketakutan tapi aku harus melakukan sandiwara ini untuk mengambil hatinya kembali."Kupikir kamu masih seperti dulu yang suka wanita seksi dan menggoda. Aku lupa bahwa manusia bisa saja berubah. Apalagi kamu membenciku karena ada kesalah pahaman yang belum diluruskan di antara kita.""Kesalah p
Hans menyambut tubuh mungil itu dengan pelukan erat, tak ada satu inchie pun dari wajah Joane yang terlewat dari kecupan bibirnya.Aku menyusut air mata haru melihat adegan itu. Kali ini aku tidak bersandiwara. Sudah lama Joane tak mendapat kasih sayang dari Joe, semenjak ia berhubungan kembali dengan mantan pacarnya setahun lalu. Akhirnya Joane mendapatkan kasih sayang seorang ayah."Kamu sudah sarapan boy?" Hans bertanya pada Joane."Dia baru minum susu tadi," terangku. "Joane, ayo kita sarapan sama daddy," aku menggiring mereka ke sofa dan menyiapkan sarapan yang kubawa tadi."No daddy!" tiba- tiba Joane berteriak membuat aku dan Hans heran."Otatoo!" teriak Joane nyaring membuat Hans tertawa sementara aku mengernyitkan kening tak mengerti."Iya. Daddy yang bantu Joane ambil Otato kemarin," kata Hans sambil mengelus kepala Joane sayang.Aku menatap Hans bermaksud meminta penjelasan.Sambi tersenyum kemudian ia be
"Tidak apa- apa. Terima kasih," jawabnya singkat.Kami berdua makan dalam diam. Aku sesekali mencuri pandang ke arah Hans tapi Hans diam saja. Aku yakin perubahan sikap Hans yang kembali dingin ada sangkut pautnya dengan kedua rekannya tadi. Suara rengekan Joane yang sepertinya terbangun dari tidurnya membuatku terpaksa menghentikan makan siangku.Saat aku akan menghampiri, Hans mencegahnya, "Biar aku saja. Selesaikan makanmu," Hans berdiri dan beranjak ke arah sofa dimana Joane tertidur."Hei boy," sapa Hans pada Joane. Aku bisa melihat ia tersenyum ke arah Joane."Daddy," rengek Joane manja."Wake up boy," Hans meraih Joane kepangkuannya dan mengelus kepalanya dengan sayang."Daddy, otato," Joane mengulurkan tangannya pada Hans tanda meminta, membuat Hans tertawa dan menciumi wajah Joane terutama pipi gembilnya yang memerah.Aku tersenyum senang, aku punya cara agar kami bisa kembali dekat. Tinggal bersama.
Aku sudah melangkah sejauh ini, maka aku tak akan pernah mundur. Rencana gila sekalipun akan kujalankan untuk mencapai tujuanku. Seperti hari ini.Aku sengaja turun di depan cafe dekat kantor Hans untuk membeli makanan kesukaannya dengan membawa Joane tentu saja. Aku datang pagi sengaja menunggunya di sebrang jalan. Saat melihatnya turun dari mobil aku memanggil."Hans!" panggilku sambil tersenyum dan melambai ke arahnya."Daddy!" Joane pun ikut berseru.Hans menoleh melihat kami. Awalnya dia diam saja namun melihat Joane yang terus melambai dan berseru girang tak urung membuatnya tersenyum. Saat kami menyeberang sebuah mobil melaju dengan cepat menghantam tubuhku. Untungnya aku masih sempat mendorong tubuh Joane ke arah trotoar.Bunyi decit rem dan teriakan kaget orang- orang masih bisa tertangkap oleh indra pendengaranku. Saat mataku mulai memberat, aku melihat Hans berlari ke arahku dengan wajah panik bahkan say
Reyna lebih dulu melarikan pandangan karena tak kuat berlama- lama menatap mata coklat Brandon. Brandon meraih jari- jemari Reyna yang terasa dingin."Rey, saya ingin lebih dekat sama kamu. Bukan sebagai atasan dan bawahan tapi sebagai seorang pria dan wanita," Reyna menegang mendengar pernyataan Brandon.Reyna yang minim pengalaman mengenai hubungan dengan lawan jenis tak tahu bagaimana harus bersikap. Keberadaan Reyhan pun bukan karena adanya romansa tapi paksaan. Namun ia tak bisa mengabaikan rasa nyaman saat bersama Brandon.'Apa aku salah jika mempunyai perasaan ini? Apa tidak apa- apa jika aku berharap lebih?' tanyanya dalam hati."Good night Brandon," suara seorang pria yang seumuran dengan Brandon memecah kebisuan di antara mereka."Hei, good night Jordan!" Brandon bangkit dari duduknya dan bersalaman ala eksmud.Reyna pun ikut bangkit dan tersenyum ke arah kolega Brandon yang terlihat datang membawa pasangan yang canti
Reyna POV"Bertunangan atau menikah, maybe?"Aku melotot kaget mendengar jawaban Pak Brandon."Bapak becandanya gak lucu," balasku menimpali."Saya gak bercanda, Rey. Saya mendekati kamu bukan untuk main- main," kata Brandon serius membuatku terdiam beberapa saat."So? Apa jawabanmu?" tanya Brandon setelah melihat keterdiamanku yang nampak berpikir."Bapak bisa dapat yang lebih dari saya," ucapku.Brandon menghentikan mobil di parkiran gedung apartemen. Dilepasnya seat bealt dan duduk menghadapku sepenuhnya."Saya tidak mau yang lebih, Rey. Saya mau kamu," kata Brandon mantap.Ia menatapku yang juga tengah menatapnya. Aku bisa melihat kejujuran di matanya tapi entah kenapa perasaanku gamang."So?" Brandon masih menuntut jawabanku.Aku memantapkan hati sebelum kemudian mengangguk. Brandon tersenyum lebar dan meraihku ke dalam pelukannya."Thank you," bisiknya se