Beranda / Rumah Tangga / Maafkan Aku Telah Mendua / Bab 5 Menjadi Bahan Gosip

Share

Bab 5 Menjadi Bahan Gosip

Penulis: Aira Tsuraya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-03 20:48:46

BRUK!!

Fakhri langsung melepaskan cengkramannya sembari mendorong tubuh Aina hingga ia terjatuh ke lantai. Fakhri melihat Aina dengan sudut matanya, lalu tanpa berkata apa-apa sudah berlalu pergi meninggalkan Aina.

Aina terdiam, menahan sakit di dada sambil mengelus pipinya yang memerah. Buliran bening berjatuhan tak tertahan. Ini salahnya. Wajar jika suaminya bersikap seperti itu. Mana ada suami yang diam saja saat tahu istrinya punya anak dengan benih orang lain.

Aina menarik napas sambil menyeka air mata. Ini kebodohannya dan mulai hari ini dia harus mulai menikmati semua imbas dari kesalahannya.

“Bunda … .”

Suara Zafran tiba-tiba menyeruak masuk ke kamar Aina. Aina mendongak dan melihat putranya tampak menatap Aina dengan sendu. Untung dia sudah menghapus air matanya tadi.

“Iya, Sayang. Ada apa? Ini masih malam, kenapa Zafran bangun?”

Zafran terdiam sambil menatap Aina. Aina langsung bangkit menghampiri dan memeluknya. Aina menggiring Zafran duduk di sofa dalam kamarnya. Bocah berusia lima tahun itu masih terdiam menatap Aina tanpa kedip.

“Apa Ayah pulang, Bunda?”

Aina terkejut saat Zafran bertanya seperti itu. Apa dia mendengar tentang perselisihan mereka tadi?

“Memangnya kenapa?” Alih-alih menjawab pertanyaan Zafran, Aina malah balik bertanya.

Zafran tersenyum sambil menggelengkan kepala.

“Tadi Zafran melihatnya di luar rumah. Zafran juga mendengar suara mobilnya. Zafran pikir tadi mimpi makanya langsung ke sini.”

Aina menelan saliva sambil membelai wajah tampan putranya. Meski dia bukan anak kandung Fakhri, entah mengapa mata Zafran mirip dengan Fakhri.

“Enggak, Sayang. Ayah gak datang. Kamu pasti bermimpi tadi.” Aina terpaksa berbohong lagi.

Sedangkan Zafran hanya diam sambil menundukkan kepala. Aina melirik reaksinya, kemudian memeluk Zafran dengan erat.

“Kalau mau, malam ini Zafran boleh tidur sama Bunda.”

Sontak Zafran mengangkat kepala dan tersenyum lebar. “Beneran, Bunda?”

Aina mengangguk. Zafran tampak senang. Selang beberapa saat Zafran sudah terlelap di kamar Aina.

Sebelum subuh, Bi Isa dan Mang Samin datang. Mereka langsung mengerjakan tugasnya seperti biasa. Aina yang sedang sibuk menerima telepon, tiba-tiba terkejut saat melihat Bi Isa sedang berdiri di depannya.

“Ada apa, Bi?” tanya Aina.

Wanita paruh baya yang sudah dipekerjakannya sejak ia menikah hanya diam, menundukkan kepala dan berjalan tergesa ke dapur. Aina curiga dan gegas mengakhiri panggilannya, kemudian mengikuti Bi Isa.

“Ada apa, Bi? Apa uang belanjanya kurang?” Aina sudah menyusul dan kini berdiri bersisian dengan Bi Isa.

“Enggak, Bu. Semuanya cukup, kok.”

Aina terdiam kemudian memperhatikan Bi Isa dengan seksama.

“Kalau gak ada apa-apa, kenapa Bi Isa terlihat seperti orang bingung gitu?”

Bi Isa terdiam sesaat, tangannya yang sedari tadi sibuk memindahkan sayur mayur ke dalam lemari pendingin langsung berhenti. Perlahan ia membalikkan badan menghadap Aina.

“Bu … saya minta maaf sebelumnya, tapi saya sama sekali gak bermaksud apa-apa.”

Aina mengangguk sambil menatap Bi Isa. “Iya, katakan saja! Ada apa?”

Bi Isa menarik napas panjang sambil menundukkan kepala seakan tidak berani melihat ke arah Aina.

“Tadi saat saya belanja di tukang sayur depan, ibu-ibu kompleks bilang kalau Bapak menikah lagi. Apa benar seperti itu, Bu?”

Aina terdiam, tidak menjawab. Dia memang tinggal di perumahan yang padat penduduk. Sebelumnya Fakhri pernah mengajaknya tinggal di perumahan elit yang jarak antar rumah berjauhan dan tidak mau tahu satu sama lain. Hanya saja, Aina yang terbiasa bersosialisasi tidak suka dan akhirnya pilihannya jatuh pada kompleks perumahan ini.

“Saya tahunya dari Bu Wati. Semalam Bu Wati datang bersama Pak Dadang ke pesta pernikahan Bapak. Katanya ramai, Bu. Digelar di hotel bintang lima bahkan mengundang artis dari ibukota sebagai pengisi hiburannya,” imbuh Bi Isa.

Aina sama sekali tidak menjawab. Dia sendiri tidak tahu bagaimana pesta pernikahan suaminya semalam. Aina sengaja tutup telinga dan mata untuk itu. Lagi pula mana ada istri yang mau suaminya menikah lagi.

“Bu Wati juga bilang istri Bapak lebih cantik dari Ibu. Bu Wati diundang karena Pak Dadang merupakan rekan bisnis ayah dari istrinya. Begitu ceritanya, Bu.”

Aina hanya tersenyum datar sambil menatap Bi Isa dengan lembut. Ia tidak pernah tahu siapa Wulan dan memang sengaja Aina tidak mau tahu. Ini hukuman dari Fakhri dan Aina dengan tabah akan menjalaninya. Siapa tahu suatu saat nanti, Fakhri akan memaafkannya dan bersikap semanis dulu.

“Bu … Ibu baik-baik saja, kan?” Kini suara Bi Isa terlihat khawatir. Mungkin dia bingung saat melihat reaksi Aina yang hanya membisu sedari tadi.

“Iya, Bi. Udah, gak usah dipikirin omongan orang. Saya yang menjalaninya dan saya baik-baik saja, kok.”

Sengaja Aina menekankan kalimat terakhirnya, padahal saat ini hatinya sedang tidak baik-baik saja. Ia sengaja mengucapkan itu untuk membesarkan hatinya.

“Saya mau keluar. Saya ada janji dengan klien. Tolong jaga Zafran ya, Bi!!”

Tanpa menunggu jawaban dari Bi Isa, Aina langsung berlalu pergi. Ia masuk mobil dan perlahan meninggalkan rumah. Aina melihat ada sekumpulan ibu-ibu kompleks yang sedang asyik belanja tidak jauh dari rumahnya. Biasanya Aina akan menyapa dengan membuka kaca mobil dan tersenyum ke arah mereka. Namun, sepertinya tidak kali ini.

Pukul sembilan, Aina sudah tiba di sebuah kafe. Ia seorang ahli IT dan juga programmer. Aina terbiasa kerja online dan hanya keluar untuk menemui klien yang menginginkan jasanya. Seperti hari ini, seorang klien meminta dia membuat program yang meringankan kerja administrasi perusahaan.

Aina sudah memesan secangkir cappucino dan sandwich. Baru saja Aina mulai menikmati sarapannya, Tiba-tiba telinganya menangkap nama yang tidak asing.

“Mas Fakhri … kenapa kita mesti sarapan di sini? Aku kan maunya di kamar hotel saja,” rengek suara seorang wanita.

Aina urung memasukkan sandwich ke dalam mulut. Matanya malah beredar hingga berhenti ke dua sosok pria wanita yang duduk tak jauh darinya. Ia melihat Fakhri bersama seorang wanita. Bisa dipastikan itu adalah Wulan, istri kedua Fakhri.

“Sabar dong, Sayang. Mas kan mau ketemuan ama klien juga. Habis makan kita balik ngamar lagi, ya?”

Aina berdecak sambil tersenyum masam mendengar pembicaraan mereka.

“Halah … istrimu lagi palang merah aja pakai ngomong gitu,” batin Aina.

Aina tidak ambil pusing dan meneruskan makan paginya. Dia tidak tahu jika Fakhri akan datang ke kafe ini. Kalau tahu, pasti Aina memilih tempat lain. Kini Aina hanya berharap suaminya tidak melihatnya. Namun, keinginan Aina tidak didengar Tuhan hari ini.

Tanpa sengaja Fakhri melihat ke arahnya. Aina yang sedang menikmati sandwich, buru-buru buang muka, tapi reaksinya terlambat. Fakhri langsung berdiri dan berjalan menghampiri. Ia berdiri di depan Aina dengan tatapan menghujam.

“Jadi sekarang kamu juga menguntitku, Aina!!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Maafkan Aku Telah Mendua   Bonus Bab

    “Saudari Wulan Ariani terbukti bersalah telah melakukan penggelapan uang perusahaan … .” Hari ini adalah hari pembacaan keputusan sidang untuk Wulan. Semua bukti yang terkumpul untuk kejahatan yang dilakukan Wulan sama sekali tidak disangkal dan Wulan mengakuinya. Bahkan dia juga mengaku telah menukar bayi Fakhri dan Aina serta menjebak Aina dengan memberi minuman obat perangsang. Fakhri yang ikut hadir di sana hanya diam mendengarkan. Sesekali ia melirik Wulan yang duduk di kursi pesakitan. Wulan sudah jauh berbeda. Wajahnya tidak secantik dulu, rambut indahnya juga tampak ditata dengan asal apalagi kini tubuhnya semakin kurus tidak seksi seperti dulu. Kalau boleh jujur, Fakhri kasihan melihatnya. Aina yang duduk di samping Fakhri hanya diam. Ia sadar siapa yang sedang diperhatikan suaminya saat ini. Aina tidak berkomentar dan terus memperhatikan Fakhri. “Kamu mau menemuinya?” Tiba-tiba Aina bertanya usai pembacaan keputusan berakhir. Fakhri menghela napas dan melihat Aina.

  • Maafkan Aku Telah Mendua   Extra Bab

    “Udah, Mas. Mau sampai berapa kali kamu melakukannya?” dumel Aina.Ia berkata sambil menyingkirkan wajah Fakhri yang menempel di dadanya. Fakhri terkekeh sambil terus mendaratkan beberapa kecupan di sana. Ia sama sekali tidak mau melepas pelukannya ke Aina.“Memangnya kamu lupa, kalau Ibu bersama Zafran dan Ryan minta oleh-oleh adik. Makanya aku berusaha mewujudkannya.”Aina berdecak, sambil menyelipkan rambut ke belakang telinga. Fakhri sudah mengangkat kepalanya dan kini duduk bersandar di samping Aina.“Iya, aku tahu. Namun, ini sudah sore, Mas. Kita bahkan melewatkan makan pagi dan makan siang. Aku laper.”Fakhri mengulum senyum saat melihat ekspresi Aina. Kalau mau jujur dia juga sudah merasa lapar. Namun, rasanya Fakhri tidak mau kehilangan satu momen pun dengan Aina.“Ya sudah, aku pesan makanan dulu.”Fakhri membalikkan tubuhnya dan bersiap meraih telepon yang ada di nakas. Namun

  • Maafkan Aku Telah Mendua   Bab 325 Happy End

    BRAK!!!Pintu kamar tertutup dan Fakhri hanya diam melongo berdiri di depannya. Matanya mengerjap berulang saat menyadari jika dirinya sudah berada di luar kamar.“Fakhri!! Kamu ngapain di sini?” seru Bu Rahma.Wanita paruh baya itu terkejut saat melihat putranya berdiri di depan pintu kamar dengan ekspresi wajah bingung. Fakhri menoleh sambil menghela napas panjang.“Istriku baru saja disabotase Zafran dan Ryan, Bu.”Sontak Bu Rahma terkekeh mendengar aduannya.“Sudah, biarin saja. Toh, kamu tadi siang sudah melakukannya. Lagian besok kalian sudah berangkat untuk honeymoon. Jadi biarkan anak-anak bersama bundanya malam ini.”Fakhri menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala. Untung saja, tadi siang dia sudah melakukan pemanasan tiga ronde dengan Aina, kalau tidak pasti sangat kesal malam ini.“Apa mau ditemani Ibu tidur, Fakhri?” Tiba-tiba Bu Rahma bersuara dengan menggod

  • Maafkan Aku Telah Mendua   Bab 324 Rebutan Bunda

    “Fakhri!! Kamu ke mana aja? Dari tadi Ibu telepon gak diangkat!” Suara Bu Rahma langsung terdengar di telinga Fakhri.Fakhri menguap lebar sambil mengucek matanya. Usai ijab kabul di KUA, harusnya Fakhri bersama Aina merayakan resepsi dan tasyakuran di rumah Bu Rahma. Namun, Fakhri malah sengaja mengajak Aina pulang ke rumah baru mereka dan menikmati malam pernikahan lebih awal.“Aku ngantuk, Bu,” jawab Fakhri sambil menguap.“Ngantuk? Memangnya kamu di mana? Kenapa juga Pak Udin gak balik ke rumah?”Pak Udin adalah sopir Fakhri yang baru dan kebetulan tadi Fakhri menyuruhnya untuk istirahat. Sepertinya Pak Udin menurut perintahnya.“Banyak tamu mencari kamu dan Aina. Mereka pengen ketemu, Fakhri.”Fakhri menghela napas panjang. Dari awal, Fakhri dan Aina memang tidak mau melakukan perayaan. Toh, ini bukan pernikahan pertama mereka. Hanya Bu Rahma saja yang telah mengundang para tamu hingga mer

  • Maafkan Aku Telah Mendua   Bab 323 Hari Bahagia

    Rabu pagi, satu minggu kemudian tampak kesibukan di rumah Bu Rahma. Wanita paruh baya itu tampak berjalan mondar mandir dari ruang tamu ke kamar Fakhri. Wajahnya terlihat gelisah saat melihat pintu kamar Fakhri masih tertutup rapat.“Ryan, Zafran, coba periksa ayahmu!! Kenapa dari tadi belum keluar? Nenek takut kita datang terlambat ke KUA,” ujar Bu Rahma.Hari ini memang hari pernikahan Fakhri. Sesuai permintaan Aina, mereka akan melakukan jiab kabul di kantor KUA. Setelahnya akan mengadakan tasyakuran dan resepsi sederhana di rumah Bu Rahma.Sebenarnya Bu Rahma ingin merayakan pernikahan kedua putranya ini dengan meriah, tapi Aina dan Fakhri menolaknya. Mereka tidak mau lelah, bahkan sehari setelahnya akan melakukan perjalanan keluar negeri untuk honeymoon.“Iya, Nek!!” Ryan dan Zafran menjawab berbarengan.Mereka berjalan beriringan menuju kamar Fakhri. Baru saja Ryan hendak mengentuk pintu kamar Fakhri, tiba-tiba handel

  • Maafkan Aku Telah Mendua   Bab 322 Penebusan Wulan

    “TUNGGU!!! STOP!!! Jangan bilang kamu mau mencabut gugatanmu ke Wulan!!” sahut Robby.Rini yang mendengar ucapan Robby tampak terkejut. Hal yang sama juga ditunjukkan Fakhri, sayangnya Robby tidak bisa melihat reaksinya kali ini.“HEH??? Mencabut gugatan ke Wulan? Siapa juga yang mau mencabut gugatan?” ucap Fakhri.Sontak helaan napas panjang keluar dengan kasar dari bibir Robby, bahkan pria bermata sipit itu sudah mengurut dadanya.“Lalu kamu mau minta tolong apa tadi?”Fakhri mendengkus sambil melirik interaksi Aina bersama Zafran dan Ryan di ruangannya.“Aku mau minta tolong kamu percepat pernikahanku.”Kini berganti Robby yang terkejut, mata sipitnya melebar usai mendengar permintaan Fakhri.“Bukannya tinggal dua minggu lagi. Kenapa mau dipercepat lagi?”Fakhri tersenyum sambil menyembunyikan wajahnya. Ia berdiri dan menjauh dari Aina serta kedua putranya. F

  • Maafkan Aku Telah Mendua   Bab 321 Keyakinan Rini

    “Sayang … kok kamu ngomong gitu?” tanya Fakhri.Aina tidak menjawab, malah kini yang berganti menundukkan kepala. Dia paham hanya wanita kedua yang datang ke hati Fakhri. Meski pada akhirnya Fakhri lebih memilihnya, tapi setidaknya ada kenangan indah antara Fakhri dan Wulan.“Aku sama sekali gak bermaksud akan membahas ke arah sana. Aku sudah tidak mencintainya. Aku hanya sekedar memberitahumu mengenai keadaan Wulan.” Fakhri menambahkan kalimatnya dan terkesan sedang membuat pembelaan.Aina menghela napas panjang sambil mengangkat kepalanya. Matanya bertemu dengan netra coklat Fakhri dan terdiam untuk beberapa saat.“Aku juga sama sekali gak masalah jika kamu mengenang momen dengannya. Dia cinta pertamamu, bagaimanapun ada kenangan indah antara kamu dan dia. Bisa jadi itu yang membuatmu melankolis seperti ini.”Suara Aina terdengar datar, tidak tertangkap dia sedang sedih apalagi cemburu. Hanya saja Fakhri

  • Maafkan Aku Telah Mendua   Bab 320 Penyesalan Wulan

    “Sialan!! Bangsat!! Jadi kamu yang menyebabkan kecelakaanku?” sergah Wulan.Damar tersenyum sambil berdiri menjauh dari sisi brankar. Wajah Wulan sudah merah padam dengan bunyi gigi yang saling beradu belum lagi tangannya yang sudah mengepal seakan hendak melayangkan sebuah pukulan ke Damar.“Kalau iya, kenapa? Kamu ingin membalasku, Wulan?”Tidak ada jawaban dari Wulan. Ia duduk bersandar ke bantal dengan dada kembang kempis mengolah amarah dan wajah yang semakin merah.“Bukankah kamu juga yang telah menabrakku tempo hari hingga membuatku tak berdaya.”Wulan membisu dan buru-buru memalingkan wajah.“Aku rasa kita sudah impas, Wulan. Aku akan mencabut gugatanku dan melupakan semua. Sayangnya, kamu tidak bisa melakukan hal yang sama seperti aku.”Wulan belum menjawab, tapi wajahnya sudah meredup bahkan tatapan matanya tampak sayu. Dengan sendu Wulan menatap kaki kanannya yang kini dibabat

  • Maafkan Aku Telah Mendua   Bab 319 Kunjungan Sahabat

    “APA!!! Mama mau bunuh diri?” seru Devi.Amar yang duduk di sebelah Devi tampak terkejut. Tanpa banyak bertanya, ia langsung menjalankan mobilnya meninggalkan rumah Fakhri lebih dulu. Fakhri yang berada di dalam mobil mengabaikannya. Bisa jadi Amar dan Devi punya kepentingan lain yang harus dilakukan.Selang beberapa saat Devi dan Amar sudah tiba di rumah sakit tempat Bu Vita dirawat. Wanita paruh baya itu tampak tergolek lemah di atas brankar dengan kedua pergelangan tangannya di babat perban.Devi baru saja dijelaskan oleh perawat yang bertugas jika Bu Vita berusaha mengakhiri hidupnya dengan menyayat pergelangan tangan menggunakan pecahan cermin di kamarnya. Bu Vita shock saat tahu kenyataan tentang Wulan.“Memangnya siapa yang memberitahu keadaan Kak Wulan ke Mama? Bukannya hanya kita yang diberitahu dokter,” gumam Devi.Ia seolah sedang berbicara pada dirinya sendiri. Amar yang berdiri di sebelahnya hanya diam sambil menatap Bu Vita dengan iba.“Sebenarnya beberapa saat yang lalu,

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status